Anne Frank
Annelies Marie "Anne" Frank (pelafalan dalam bahasa Belanda: [ʔɑnəˈlis maːˈri ˈʔɑnə ˈfrɑŋk], Jerman: [ʔanəliːs maˈʁiː ˈʔanə ˈfʁaŋk] ⓘ; 12 Juni 1929–Februari 1945[4]) adalah seorang pengarang dan penulis buku harian. Ia adalah salah seorang Yahudi korban Holokaus yang paling sering dibicarakan. Buku harian yang ditulisnya pada masa perang, The Diary of a Young Girl, telah diadaptasi menjadi sejumlah drama dan film. Lahir di kota Frankfurt di Republik Weimar, ia menjalani sebagian besar masa hidupnya di Amsterdam, Belanda. Lahir sebagai warga negara Jerman, Frank kehilangan status kewarganegaraannya pada tahun 1941. Pasca kematiannya, ia meraih ketenaran internasional setelah buku hariannya diterbitkan. Buku harian tersebut mengisahkan pengalamannya bersembunyi ketika Jerman menduduki Belanda semasa Perang Dunia II. Keluarga Frank pindah dari Jerman ke Amsterdam pada tahun 1933, tahun ketika Nazi mulai berkuasa di Jerman. Pada bulan Mei 1940, mereka sekeluarga terjebak di Amsterdam setelah Jerman menduduki Belanda. Karena penganiayaan terhadap penduduk Yahudi semakin meningkat pada bulan Juli 1942, keluarga tersebut bersembunyi di belakang rak buku di gedung tempat ayah Anne bekerja. Dua tahun kemudian, mereka sekeluarga dikhianati dan diangkut ke kamp konsentrasi. Anne Frank dan kakaknya, Margot Frank, akhirnya dipindahkan ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen dan meninggal dunia di sana pada bulan Februari 1945 (kemungkinan karena tifus).[4] Otto Frank, satu-satunya anggota keluarga yang selamat, kembali ke Amsterdam setelah perang dan mengetahui bahwa buku harian Anne disimpan oleh salah seorang penolong bernama Miep Gies. Berkat upayanya, buku harian tersebut akhirnya diterbitkan pada tahun 1947. Sejak saat itu, buku harian Anne telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dari versi asli bahasa Belanda, dan pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1952 dengan judul The Diary of a Young Girl. Buku harian tersebut, yang dihadiahkan pada Anne saat ulang tahunnya yang ketigabelas, mengisahkan perjalanan hidupnya dari tanggal 12 Juni 1942 sampai 1 Agustus 1944. Kehidupan awalFrank lahir dengan nama Annelies[1] atau Anneliese[2] Marie Frank pada tanggal 12 Juni 1929 di Frankfurt, Jerman Weimar, putri dari pasangan Otto Frank (1889–1980) dan Edith Frank-Holländer (1900–45). Ia memiliki seorang kakak perempuan bernama Margot (1926–45).[5] Keluarga Frank tergolong penganut Yahudi liberal, dan tidak menjalankan semua kebiasaan dan tradisi Yahudi.[6] Mereka tinggal di lingkungan masyarakat yang sudah berasimilasi, terdiri dari warga Yahudi dan non-Yahudi dari berbagai agama. Edith Frank adalah orang tua yang lebih taat beragama dibandingkan dengan suaminya yang lebih tertarik pada kegiatan ilmiah dan memiliki perpustakaan yang luas; keduanya gemar mendorong anak-anak mereka untuk rajin membaca.[7] Tanggal 13 Maret 1933, pemilu digelar di Frankfurt untuk memilih dewan kota, dan Partai Nazi pimpinan Adolf Hitler memenangkan pemilu tersebut. Demonstrasi antisemit terjadi dengan segera, dan keluarga Frank mulai cemas mengenai nasib mereka jika tetap tinggal di Jerman. Pada tahun yang sama, Edith dan kedua putrinya berangkat ke Aachen dan tinggal bersama ibu Edith, Rosa Holländer. Otto Frank tetap di Frankfurt, tetapi setelah ditawari untuk menjalankan sebuah perusahaan di Amsterdam, ia pindah ke sana untuk mengelola bisnis dan mencari tempat tinggal bagi keluarganya.[8] Keluarga Frank adalah satu dari 300.000 keluarga Yahudi yang meninggalkan Jerman antara tahun 1933 dan 1939.[9] Otto Frank mulai bekerja di Opekta Works, sebuah perusahaan yang menjual ekstrak buah pektin, dan tinggal di sebuah apartemen di Merwedeplein (Merwede Square) di Rivierenbuurt, Amsterdam. Pada bulan Februari 1934, Edith dan kedua putrinya tiba di Amsterdam, dan kedua gadis tersebut disekolahkan—Margot di sekolah negeri dan Anne di sekolah Montessori. Margot menunjukkan kemampuannya dalam bidang aritmetika, sedangkan Anne gemar membaca dan menulis. Teman Anne, Hanneli Goslar, bercerita bahwa sejak kecil, Frank sering menulis, meskipun ia selalu menutupi karyanya dengan tangan saat menulis dan menolak membicarakan isi tulisannya dengan siapapun. Kakak beradik Frank memiliki kepribadian yang sangat berbeda; Margot adalah pribadi yang sopan, rajin, dan pendiam,[10] sedangkan Anne blakblakan, energik, dan ekstrover.[11] Pada tahun 1938, Otto Frank mendirikan perusahaan keduanya, Pectacon, yang bergerak dalam penjualan produk-produk herbal, garam, dan rempah-rempah untuk membuat sosis.[12][13] Hermann van Pels dipekerjakan oleh Pectacon sebagai penasihat mengenai rempah-rempah. Hermann adalah seorang tukang daging Yahudi yang melarikan diri dari Osnabrück, Jerman bersama keluarganya.[13] Pada tahun 1939, ibu Edith ikut tinggal bersama keluarga Frank, dan tetap bersama mereka sampai ia meninggal dunia pada bulan Januari 1942.[14] Pada bulan Mei 1940, Jerman menduduki Belanda. Pemerintah Jerman mulai menganiaya para Yahudi dengan memberlakukan sejumlah hukum yang bersifat membatasi dan diskriminatif; kewajiban untuk mendaftarkan diri dan pemisahan ras juga diberlakukan tak lama kemudian. Kakak beradik Frank unggul dalam pelajaran mereka dan memiliki banyak teman, tetapi sejak dikeluarkannya dekret yang mengharuskan anak-anak Yahudi untuk bersekolah di sekolah Yahudi, mereka berdua didaftarkan di Lyceum (SMP) Yahudi. Anne kemudian berteman dengan Jacqueline van Maarsen di Lyceum.[14] Pada bulan April 1941, Otto Frank mengambil tindakan untuk mencegah penyitaan Pectacon oleh pemerintah Jerman. Ia memindahkan sahamnya di Pectacon kepada Johannes Kleiman dan mengundurkan diri sebagai direktur perusahaan. Perusahaan tersebut dilikuidasi dan seluruh asetnya diambil alih oleh Gies and Company, yang dikepalai oleh Jan Gies. Pada bulan Desember 1941, Frank melakukan hal yang sama untuk menyelamatkan Opekta. Usaha Frank tetap berjalan dalam skala kecil-kecilan dengan penghasilan pas-pasan, tetapi masih bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.[15] Periode yang tercatat dalam buku harianSebelum ke persembunyianUntuk ulang tahunnya yang ketigabelas pada tanggal 12 Juni 1942, Anne Frank menerima sebuah buku catatan kecil yang ia tunjukkan kepada ayahnya di sebuah etalase toko beberapa hari sebelumnya. Meskipun buku itu sebenarnya adalah sebuah buku tanda tangan, bersampul kain berwarna merah putih dengan sebuah kunci kecil di bagian depan,[16] Anne memutuskan untuk menggunakannya sebagai sebuah buku harian,[17] dan mulai menulis dengan segera. Meskipun isi awal buku hariannya menggambarkan dirinya sebagai seorang gadis kecil biasa, ia juga menceritakan tentang perubahan yang terjadi di Belanda setelah pendudukan Jerman. Misalnya, dalam tulisannya tanggal 20 Juni 1942, ia menulis banyaknya pembatasan yang diberlakukan terhadap warga Yahudi Belanda, dan juga kesedihannya atas kematian neneknya pada awal tahun.[18] Frank bercita-cita menjadi seorang aktris. Ia suka menonton film, tetapi Yahudi Belanda dilarang pergi ke bioskop sejak tanggal 8 Januari 1941.[19] Pada bulan Juli 1942, Margot Frank menerima panggilan dari Zentralstelle für jüdische Auswanderung (Kantor Pusat Emigrasi Yahudi), yang memerintahkan dia untuk melapor dan pindah ke kamp kerja. Setelah berunding dengan karyawan kepercayaannya, Otto memberitahukan keluarganya untuk bersembunyi di kamar atas atau tempat belakang perusahaan mereka, Opekta, yang terletak di pinggir Prinsengracht, salah satu jalan di sepanjang kanal Amsterdam. Panggilan dari Kantor Pusat Emigrasi tersebut memaksa mereka untuk pindah beberapa minggu lebih awal dari yang direncanakan sebelumnya.[20] Sesaat sebelum bersembunyi, Anne memberi teman sekaligus tetangganya, Toosje Kupers, sebuah buku, seperangkat tempat minum teh, sekaleng kelereng, dan kucing keluarga untuk dipelihara. Seperti yang diberitakan Associated Press: "'Aku mencemaskan kelerengku, karena aku takut kelereng ini akan jatuh ke tangan yang salah. Bisakah kau menyimpannya untuk sementara?'"[21] Kehidupan di AchterhuisPada Senin pagi tanggal 5 Juli 1942,[22] Anne Frank dan keluarganya pindah ke tempat persembunyian, sebuah paviliun rahasia. Apartemen lama mereka ditinggalkan dalam keadaan berantakan untuk menciptakan kesan bahwa mereka telah pergi tiba-tiba, dan Otto Frank meninggalkan catatan yang mengisyaratkan mereka akan pergi ke Swiss. Untuk menjaga kerahasiaan tempat persembunyian, mereka terpaksa meninggalkan kucing Anne, Moortje. Pada masa itu, orang Yahudi tidak diizinkan untuk menggunakan angkutan umum, sehingga mereka terpaksa berjalan kaki beberapa kilometer dari rumah mereka, dengan masing-masing mengenakan beberapa lapis pakaian karena mereka tidak berani terlihat sedang membawa koper.[23] Achterhuis (sebuah kata dalam bahasa Belanda yang bermakna bagian belakang rumah, diterjemahkan sebagai "Secret Annexe" (Ruang Rahasia) dalam buku harian edisi bahasa Inggris) adalah ruangan tiga lantai di bagian belakang gedung yang memiliki pintu masuk dari bagian atas kantor Opekta. Dua kamar berukuran kecil, yang dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, berada di lantai satu, dan di atas terdapat ruangan terbuka besar, dengan sebuah ruangan kecil di sampingnya. Di dalam ruangan kecil ini, terdapat tangga yang mengarah ke loteng. Pintu masuk ke Achterhuis kemudian ditutup dengan rak buku untuk memastikan kerahasiaan tempat tersebut. Bangunan utama, yang terletak satu blok dari Westerkerk, adalah sebuah gedung mencolok, tua, dan tipikal bangunan di bagian barat Amsterdam.[24] Hanya ada empat karyawan yang mengetahui tempat persembunyian keluarga Frank, yaitu Victor Kugler, Johannes Kleiman, Miep Gies, dan Bep Voskuijl. Selain itu, mereka juga dibantu oleh suami Gies, Jan Gies, dan ayah Voskuijl, Johannes Hendrik Voskuijl. Mereka merupakan kontak antara dunia luar dan penghuni rumah, dan mereka terus memberi informasi tentang perang dan perkembangan politik. Mereka menyediakan semua kebutuhan keluarga Frank, memastikan keselamatan mereka, dan memasok makanan, tugas yang semakin sulit seiring dengan berlalunya waktu. Anne menulis tentang dedikasi dan upaya mereka dalam melakukan tindakan berbahaya untuk melindungi keluarganya. Semua sadar bahwa jika persembunyian tersebut terbongkar, mereka akan tertangkap dan mungkin menghadapi hukuman mati karena melindungi orang Yahudi.[25] Pada tanggal 13 Juli 1942, keluarga van Pels yang terdiri dari pasangan Hermann dan Auguste, serta putranya yang berumur 16 tahun, Peter, bergabung dengan keluarga Frank dalam persembunyian mereka di Achterhuis. Pada November tahun yang sama, Fritz Pfeffer, seorang dokter gigi dan teman keluarga Frank, juga bergabung dengan mereka. Pada awalnya, Anne merasa senang dengan kehadiran orang baru, namun ketegangan cepat berkembang dalam kelompok yang hidup dalam keterbatasan tersebut. Anne tidak terlalu senang berbagi kamar dengan Fritz Pfeffer yang membuatnya terganggu,[26] dan ia juga berselisih dengan Auguste yang dianggapnya bodoh. Ia juga menganggap Hermann van Pels dan Fritz Pfeffer sebagai orang-orang yang egois dan rakus, terutama dalam hal jumlah makanan yang mereka santap.[27] Selain itu, Anne juga menceritakan hubungannya yang semula canggung dengan Peter van Pels berubah menjadi kedekatan asmara. Anne menerima ciuman pertamanya dari Peter, tetapi ketertarikannya terhadap Peter mulai memudar setelah ia mempertanyakan apakah perasaannya pada Peter tulus, ataukah karena mereka berdua terkurung bersama dalam waktu yang lama.[28] Anne Frank menjalin hubungan erat dengan setiap orang di persembunyian, dan Otto Frank menceritakan bahwa Anne paling dekat dengan Bep Voskuijl, "seorang pengetik muda ... mereka berdua sering berdiri berbisik-bisik di sudut."[29] Penulis buku harian mudaDalam tulisannya, Frank menceritakan hubungannya dengan anggota keluarganya, dan perbedaan kepribadian yang kuat di antara mereka. Ia menganggap dirinya lebih dekat secara emosional dengan ayahnya, yang kemudian mengatakan "Aku lebih dekat dengan Anne daripada Margot, yang lebih melekat pada ibunya. Alasannya mungkin karena Margot jarang menunjukkan perasaannya dan tidak membutuhkan banyak dukungan karena ia tidak sering mengalami perubahan suasana hati seperti Anne."[30] Hubungan antara kakak beradik Frank lebih dekat sebelum mereka pindah ke tempat persembunyian, meskipun Anne kadang-kadang menunjukkan kecemburuannya pada Margot, terutama saat anggota keluarga yang lain mengkritik Anne karena kurang lembut dan tenang seperti Margot. Setelah Anne agak dewasa, dua bersaudari ini mulai saling berbagi cerita. Dalam tulisannya tanggal 12 Januari 1944, Frank menulis, "Margot lebih baik ... Ia tidak terlalu menjengkelkan hari ini dan telah menjadi teman sejati. Ia tak lagi menganggap aku sebagai bayi kecil yang tak masuk hitungan."[31] Frank sering menulis mengenai hubungannya yang sulit dengan ibunya, dan ambivalensi perasaannya terhadap ibunya. Pada 7 November 1942, ia menumpahkan "kejijikannya" terhadap ibunya dan ketidakmampuannya untuk "menghadapi ibunya dengan ketidakpedulian, sarkasme, dan kekerasan hati," dan kemudian menyimpulkan, "Dia bukan ibu bagiku."[32] Setelah merevisi buku hariannya, Frank yang merasa malu atas sikap kasarnya menulis: "Anne, beginikah caramu menyuarakan kebencian, oh Anne, bagaimana bisa?"[33] Ia kemudian menyadari bahwa perbedaan antara dirinya dengan ibunya hanya disebabkan oleh kesalahpahaman, dan menganggap ia telah menambah penderitaan yang tidak perlu pada ibunya. Dengan kesadarannya ini, Frank mulai memperlakukan ibunya dengan lebih hormat dan toleran.[34] Kakak beradik Frank berharap bisa kembali ke sekolah secepat mungkin, dan tetap melanjutkan pendidikan mereka selagi bersembunyi. Margot mengambil kursus stenografi melalui korespondensi dengan menggunakan nama Bep Voskuijl dan meraih nilai tinggi. Anne menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca dan belajar, dan secara teratur terus menulis dan menyunting buku hariannya. Selain menceritakan peristiwa yang terjadi, ia juga menulis tentang ambisi, keyakinan, dan perasaannya, serta hal-hal yang ia anggap tidak bisa dibicarakan dengan siapapun. Setelah kepercayaan dirinya dalam menulis tumbuh dan ia mulai remaja, Anne menulis subjek yang lebih abstrak seperti keyakinannya terhadap Tuhan dan bagaimana ia mengartikan sifat manusia. Frank menulis secara teratur hingga karya terakhirnya pada 1 Agustus 1944.[35] Frank bercita-cita ingin menjadi jurnalis, sebagaimana tulisannya dalam buku hariannya tanggal 5 April 1944:
TertangkapPada pagi hari tanggal 4 Agustus 1944, setelah adanya informasi dari informan yang tidak diketahui, Achterhuis diserbu oleh sekelompok polisi Jerman tak berseragam (Grüne Polizei) yang dipimpin oleh SS-Oberscharführer Karl Silberbauer dari satuan Sicherheitsdienst.[37] Keluarga Frank, van Pelses, dan Pfeffer dibawa ke markas RSHA, tempat mereka diinterogasi dan ditahan semalaman. Pada tanggal 5 Agustus, mereka dipindahkan ke Huis van Bewaring (Rumah Detensi), sebuah penjara yang penuh sesak di Weteringschans. Dua hari kemudian, mereka diangkut ke kamp transit Westerbork, tempat tewasnya lebih dari 100.000 Yahudi Belanda dan Jerman pada masa itu. Setelah tertangkap di persembunyian, mereka dianggap pelaku kriminal dan dikirim ke Barak Hukuman untuk melakukan kerja paksa.[38] Dalam bukunya yang menjabarkan mengenai pengkhianatan dan pemindahan keluarganya ke Auschwitz, Eva Schloss, putri dari Elfriede "Mutti" Geiringer yang dinikahi oleh Otto Frank setelah perang, menceritakan pengadilan seorang kolaborator Nazi bernama Miep Braams:
Pada bulan April 1949, Braams menerima hukuman enam tahun penjara. Victor Kugler dan Johannes Kleiman ditangkap dan dipenjarakan di kamp hukuman bagi musuh rezim di Amersfoort. Kleiman dibebaskan setelah ditahan selama tujuh minggu, tetapi Kugler dijebloskan ke berbagai kamp kerja hingga perang berakhir.[40] Miep Gies dan Bep Voskuijl diinterogasi dan diancam oleh Polisi Keamanan, namun tidak ditahan. Mereka berdua kembali ke Achterhuis keesokan harinya dan menemukan kertas buku harian Anne berserakan di lantai. Mereka lalu mengumpulkannya bersama beberapa album foto keluarga, dan Gies memutuskan untuk mengembalikannya pada Anne setelah perang berakhir. Pada tanggal 7 Agustus 1944, Gies berupaya untuk memfasilitasi pembebasan para tahanan dengan cara bernegosiasi dan menawarkan uang sogok, tetapi tidak berhasil.[41] Pada tahun 2015, sebuah buku yang ditulis oleh jurnalis Flemish Jeroen de Bruyn dan putra bungsu Bep Voskuijl, Joop van Wijk, menuduh bahwa Nelly Voskuijl, adik perempuan Bep, mungkin telah mengkhianati keluarga Anne Frank. Penulis buku tersebut menemukan bukti bahwa Nelly Voskuijl adalah seorang kaki tangan Nazi. Nelly Voskuijl sendiri meninggal dunia pada tahun 2001.[42] Deportasi dan kematianPada tanggal 3 September 1944,[a] kelompok tersebut dideportasi dari Westerbork ke kamp konsentrasi Auschwitz dan sampai setelah menempuh perjalanan kereta selama tiga hari. Di kereta yang sama ada Bloeme Evers-Emden, seorang warga Amsterdam yang telah berteman dengan Anne dan Margot di Lyceum Yahudi pada tahun 1941.[43] Bloeme melihat Anne, Margot, dan ibu mereka secara teratur di Auschwitz,[44] dan turut diwawancarai untuk mengetahui kenangannya mengenai kehidupan keluarga Frank di Auschwitz dalam film dokumenter televisi The Last Seven Months of Anne Frank (1988) karya sutradara Belanda Willy Lindwer[45] dan film dokumenter BBC, Anne Frank Remembered (1995).[46] Setelah tiba di Auschwitz, pasukan SS memisahkan para pria dari wanita dan anak-anak secara paksa, dan Otto Frank direnggut dari keluarganya. Tahanan yang dianggap mampu bekerja dibawa memasuki kamp, sedangkan tahanan yang dianggap tidak layak dijadikan tenaga kerja dibunuh dengan segera. Dari 1.019 tahanan, 549—termasuk semua anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun—langsung dikirim ke kamar gas. Anne Frank, yang baru saja berusia 15 tahun tiga bulan sebelumnya, termasuk salah seorang tahanan termuda yang terhindar dari kematian. Anne dengan cepat menyadari bahwa sebagian besar tahanan digas setelah kedatangan mereka dan tidak mengetahui bahwa semua orang dari Achterhuis selamat dalam proses seleksi ini. Ia menduga bahwa ayahnya, yang sudah berusia pertengahan lima puluhan dan tidak terlalu sehat, telah dibunuh segera setelah mereka dipisahkan.[47] Bersama wanita lainnya yang terhindar dari kematian, Frank dipaksa bertelanjang untuk didisinfeksi, digunduli kepalanya, dan ditato dengan nomor identitas di lengannya. Pada siang hari, para wanita dimanfaatkan sebagai tenaga kerja budak dan Frank dipaksa mengangkut batu dan menggali tanah. Pada malam hari, mereka tidur berdesakan di barak yang penuh sesak. Beberapa saksi kelak menyatakan Frank menjadi pendiam dan menangis saat menyaksikan anak-anak digiring ke kamar gas; saksi lainnya mengungkapkan ia tetap menunjukkan kekuatan dan keberanian. Sifatnya yang suka berteman dan percaya diri menyebabkan ia sering menerima jatah roti tambahan untuk ibu, kakak, dan dirinya sendiri. Wabah penyakit kemudian marajalela di kamp. Tak lama setelah itu, kulit Frank terinfeksi parah oleh kudis. Kakak beradik Frank dipindahkan ke rumah sakit kamp, dalam keadaan gelap dan dipenuhi oleh mencit dan tikus. Edith Frank berhenti makan, menyimpan setiap potong makanannya untuk putrinya dan memberikan jatahnya pada kedua putrinya dengan cara mengulurkannya melalui lubang yang ia buat di bagian bawah dinding rumah sakit.[48] Pada bulan Oktober 1944, kakak beradik Frank dan ibunya dijadwalkan untuk berangkat ke kamp buruh Liebau di Upper Silesia. Bloeme Evers-Emden dijadwalkan berangkat bersama mereka, tetapi Anne dilarang pergi karena ia mengidap kudis, dan ibu beserta kakaknya memilih untuk tinggal dengannya. Bloeme akhirnya berangkat tanpa mereka.[46] Pada 28 Oktober, seleksi dimulai bagi para wanita untuk dipindahkan ke Bergen-Belsen. Lebih dari 8.000 wanita, termasuk Anne dan Margot Frank, serta Auguste van Pels, dipindahkan. Edith Frank ditinggalkan di kamp lama dan kemudian meninggal dunia karena kelaparan.[49] Tenda didirikan di Bergen-Belsen untuk menampung para tahanan, dan setelah penghuni kamp semakin banyak, jumlah tahanan yang tewas akibat wabah penyakit semakin meningkat pesat. Frank sempat bertemu kembali dengan dua temannya, Hanneli Goslar dan Nanette Blitz, yang ditahan di bagian lain kamp. Goslar dan Blitz selamat dari perang, dan mengisahkan tentang percakapan singkat yang mereka lakukan dengan Frank melalui pagar. Blitz menuturkan rambut Anne botak, badannya kurus, dan sering menggigil. Goslar mengatakan bahwa Auguste van Pels ada bersama Anne dan Margot Frank, dan Auguste sedang merawat Margot yang sakit parah. Tak satupun dari mereka yang melihat Margot karena ia terlalu lemah untuk meninggalkan tempat tidurnya. Anne berkata pada Blitz dan Goslar bahwa ia percaya orangtuanya telah meninggal dunia, dan oleh sebab itu ia tidak ingin hidup lebih lama lagi. Goslar kemudian memperkirakan pertemuan mereka terjadi pada akhir Januari atau awal Februari 1945.[50] Pada awal 1945, epidemi tifus melanda kamp, menewaskan 17.000 tahanan.[51] Penyakit lainnya, termasuk demam tifoid, merajalela.[52] Karena kondisi kacau ini, tidak mungkin untuk mengatakan apa yang akhirnya menyebabkan kematian Anne. Saksi mata kemudian mengungkapkan Margot jatuh dari tempat tidurnya dalam kondisi lemah dan meninggal dunia karena syok. Anne meninggal beberapa hari setelah Margot. Tanggal persisnya Anne dan Margot meninggal dunia tidak diketahui. Diduga mereka tewas beberapa minggu sebelum tentara Inggris membebaskan kamp pada tanggal 15 April 1945,[53] tetapi riset baru pada tahun 2015 menunjukkan bahwa mereka meninggal dunia kemungkinan pada bulan Februari 1945.[54] Bukti lainnya, para saksi menyaksikan Frank yang sedang menunjukkan gejala tifus pada tanggal 7 Februari.[4][55] Para peneliti mengutip penjelasan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan Belanda bahwa kematian akibat tifus terjadi kira-kira 12 hari setelah munculnya gejala pertama.[54] Setelah dibebaskan, kamp dibakar untuk mencegah penyebaran penyakit, dan Anne serta Margot dimakamkan di kuburan massal yang tidak diketahui lokasinya. Setelah perang, diperkirakan hanya 5.000 dari 107.000 Yahudi yang dideportasi dari Belanda antara tahun 1942 dan 1944 yang selamat. Sekitar 30.000 Yahudi tetap tinggal di Belanda, banyak di antaranya yang dibantu oleh gerakan bawah tanah Belanda. Sekitar dua pertiga dari kelompok ini selamat dari peperangan.[56] Otto Frank selamat dari penahanan di Auschwitz. Setelah perang berakhir, ia kembali ke Amsterdam dan dilindungi oleh Jan dan Miep Gies selagi ia berupaya mencari keluarganya. Ia mengetahui tentang kematian istrinya, Edith, di Auschwitz, tetapi masih berharap bahwa anak-anaknya selamat. Beberapa minggu kemudian, ia mengetahui bahwa Margot dan Anne juga telah meninggal dunia. Ia berupaya mencari tahu nasib teman-teman putrinya dan mengetahui banyak di antara mereka yang terbunuh. Susanne ''Sanne'' Ledermann, yang sering disebutkan dalam buku harian Anne, telah digas bersama orangtuanya; adiknya, Barbara, teman dekat Margot, berhasil selamat.[57] Beberapa teman sekolah kakak beradik Frank berhasil selamat, begitu juga dengan beberapa keluarga jauh Otto dan Edith Frank, karena mereka telah pergi meninggalkan Jerman pada pertengahan 1930-an. Sejumlah anggota keluarga menetap di Swiss, Britania Raya, dan Amerika Serikat.[58] The Diary of a Young GirlPenerbitanPada bulan Juli 1945, setelah Palang Merah mengonfirmasi kematian kakak beradik Frank, Miep Gies memberikan buku harian dan bundel catatan Anne Frank kepada Otto Frank, yang telah ia selamatkan dan hendak dikembalikannya kepada Anne jika ia selamat. Otto Frank mengungkapkan ia tidak tahu putrinya telah membuat semacam catatan yang akurat dan ditulis dengan baik ketika mereka bersembunyi. Dalam memoarnya, Otto menceritakan proses menyakitkan ketika membaca buku harian putrinya, mengenali setiap kejadian yang ditulis dan mengatakan bahwa ia telah mendengar beberapa peristiwa lucu yang dibacakan oleh putrinya. Untuk pertama kalinya, ia mengetahui sisi yang lebih pribadi dari putrinya dan bagian-bagian dalam buku harian yang tidak Anne bicarakan dengan siapapun; Otto mengungkapkan, "Bagiku itu adalah sebuah wahyu ... Aku tidak mengetahui kedalaman pikiran dan perasaannya ... Ia menyimpan semua perasaan ini untuk dirinya sendiri."[59] Tergerak oleh keinginan putrinya untuk menjadi seorang penulis, Otto mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan buku harian tersebut.[60] Buku harian Anne Frank awalnya merupakan ekspresi pribadi pikirannya; ia beberapa kali menulis bahwa ia tak akan pernah mengizinkan siapapun membaca buku hariannya. Ia secara terang-terangan menceritakan hidupnya, teman-teman dan keluarganya, serta sifat-sifat mereka. Selagi menulis buku harian, ia menyadari ambisinya untuk menjadi seorang penulis fiksi. Pada bulan Maret 1944, Anne mendengar siaran radio oleh Gerrit Bolkestein—seorang warga Belanda anggota pemerintah di pengasingan yang berbasis di London—yang berkata bahwa saat perang berakhir, ia akan mengumpulkan catatan publik mengenai penderitaan warga Belanda di bawah pendudukan Jerman.[61] Ia juga menyebut akan menerbitkan surat-surat dan buku harian, dan Frank memutuskan untuk menyerahkan karyanya ketika waktunya tiba. Ia mulai menyunting tulisannya, menghapus beberapa bagian dan menulis ulang bagian yang lainnya, dengan harapan akan diterbitkan suatu saat. Buku catatan aslinya dilengkapi dengan catatan tambahan dan lembaran kertas lepas. Ia menciptakan nama samaran bagi anggota keluarga dan para penolongnya. Nama keluarga van Pels diganti menjadi Hermann, Petronella, dan Peter van Daan, dan Fritz Pfeffer menjadi Albert Düssell. Dalam versi disunting ini, ia menyebut buku hariannya dengan nama "Kitty", karakter fiksi dalam novel Joop ter Heul karya Cissy van Marxveldt yang sering dibacanya. Otto Frank menggunakan buku harian asli putrinya, yang disebut "versi A", dan versi yang telah disunting, disebut "versi B", untuk menyusun edisi penerbitan pertama. Ia dengan sengaja menghilangkan bagian-bagian tertentu, terutama yang berkaitan dengan kritik Anne terhadap ibunya, dan bagian yang membahas pertumbuhan seksualitas Anne. Meskipun Otto mengungkapkan identitas asli keluarganya, ia tetap mempertahankan semua nama samaran dalam buku harian putrinya.[62] Otto Frank memberikan buku harian Anne kepada sejarawan Annie Romein-Verschoor, namun tidak berhasil menerbitkannya. Verschoor lalu memberikan buku harian tersebut pada suaminya, Jan Romein, yang kemudian menulis artikel mengenainya dalam surat kabar Het Parool pada tanggal 3 April 1946; artikel tersebut berjudul "Kinderstem" ("Suara Seorang Anak"). Ia menulis bahwa buku harian tersebut "berteriak dalam suara seorang anak, menceritakan semua kengerian fasisme, lebih baik dari semua bukti yang dikumpulkan di Nuremberg."[63] Artikel ini menarik perhatian penerbit, dan buku harian Anne akhirnya diterbitkan di Belanda dengan judul Het Achterhuis pada tahun 1947,[64] diikuti dengan lima cetakan lagi hingga tahun 1950.[65] Buku harian Anne Frank diterbitkan pertama kali di Jerman Barat dan Prancis pada tahun 1950, dan setelah ditolak oleh sejumlah penerbit, buku harian tersebut akhirnya diterbitkan untuk pertama kalinya di Britania Raya pada tahun 1952. Edisi pertama Amerika, yang diterbitkan pada 1952 dengan judul Anne Frank: The Diary of a Young Girl, mendapat tinjauan positif. Buku tersebut sukses terjual di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat, namun gagal menarik pembaca di Britania Raya dan berhenti dicetak pada tahun 1953. Kesuksesan paling besar ada di Jepang, tempat buku tersebut menerima pujian kritis dan terjual lebih dari 100.000 kopi di edisi pertamanya. Di Jepang, Anne Frank dengan cepat diakui sebagai tokoh budaya penting yang mewakili kehancuran kaum pemuda pada masa perang.[66] Sebuah drama karya Frances Goodrich dan Albert Hackett yang diangkat dari cerita dalam buku harian dipertunjukkan pertama kali di New York City pada tanggal 5 Oktober 1955, dan berhasil memenangkan Pulitzer Prize for Drama. Ini diikuti oleh film tahun 1959 berjudul The Diary of Anne Frank, yang sukses secara kritis dan komersial. Penulis biografi Melissa Müller menuturkan bahwa dramatisasi tersebut telah "berkontribusi besar dalam membangun romantisasi, sentimentalitas, dan universalisasi kisah Anne."[67] Selama bertahun-tahun, kepopuleran buku harian tersebut tumbuh, dan di banyak sekolah, terutama di Amerika Serikat, buku harian Anne telah dijadikan bacaan wajib dan menjadi bagian dari kurikulum sekolah, memperkenalkan Anne Frank pada pembaca generasi baru.[68] Pada tahun 1986, Dutch Institute for War Documentation menerbitkan buku harian "Edisi Kritis". Edisi ini memuat perbandingan antara semua versi buku harian Anne Frank, baik yang disunting maupun yang tidak disunting. Selain itu juga terdapat pembahasan mengenai keaslian buku harian, serta informasi sejarah tambahan yang terkait dengan keluarga dan buku harian Anne Frank.[69] Cornelis Suijk—mantan direktur Anne Frank Foundation dan presiden U.S. Center for Holocaust Education Foundation—mengumumkan pada tahun 1999 bahwa ia memiliki lima halaman yang dihilangkan oleh Otto Frank dari buku harian sebelum diterbitkan; Suijk mengklaim bahwa Otto Frank memberinya halaman tersebut tak lama sebelum ia meninggal dunia pada tahun 1980. Halaman buku harian yang hilang tersebut berisi pernyataan kritis Anne Frank mengenai masalah rumah tangga orangtuanya dan membahas kurangnya rasa kasih sayang Anne terhadap ibunya.[70] Sejumlah kontroversi muncul ketika Suijk mengklaim hak penerbitan atas kelima halaman tersebut; ia bermaksud menjual halaman buku harian tersebut untuk mengumpulkan dana bagi yayasannya. Netherlands Institute for War Documentation, mantan pemilik manuskrip buku harian Anne, meminta agar halaman tersebut dikembalikan. Pada tahun 2000, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Sains Belanda sepakat untuk mendonasikan US$300.000 pada yayasan Suijk, dan halaman tersebut dikembalikan pada tahun 2001. Sejak saat itu, halaman tersebut telah disertakan dalam buku harian edisi baru.[71] PenerimaanBuku harian Anne Frank dipuji karena kelayakan sastranya. Mengomentari gaya penulisan Anne Frank, dramawan Meyer Levin memuji Frank karena mampu "mempertahankan ketegangan selayaknya novel yang ditulis dengan baik",[72] dan sangat terkesan dengan kualitas karya Anne, sehingga ia berkolaborasi dengan Otto Frank dalam mendramatisasi buku harian tak lama setelah diterbitkan.[73] Meyer menjadi terobsesi dengan Anne Frank, yang ia tulis dalam buku autobiografinya, The Obsession. Penyair John Berryman menyebut buku harian sebagai gambaran yang unik, tidak hanya membahas masa remaja tetapi juga "peralihan seorang anak menjadi pribadi yang tepat, percaya diri, gaya ekonomis yang menakjubkan dalam kejujurannya".[74] Dalam pengantar untuk buku harian edisi pertama Amerika, Eleanor Roosevelt menggambarkan buku harian sebagai "salah satu komentar paling bijaksana dan paling mengharukan tentang perang dan dampaknya terhadap manusia yang pernah saya baca."[75] John F. Kennedy membahas Anne Frank dalam pidatonya tahun 1961, dan berkata, "Dari banyak orang yang di sepanjang sejarah telah berbicara mengenai martabat manusia pada masa penderitaan dan kehilangan, tidak ada suara yang lebih menarik dibandingkan dengan Anne Frank."[76][77] Pada tahun yang sama, penulis Soviet Ilya Ehrenburg menulis: "satu suara berbicara untuk enam juta orang—suara yang bukan dari orang bijak atau penyair, tetapi suara seorang gadis kecil biasa."[78] Setelah citra Anne baik sebagai penulis maupun sebagai humanis tumbuh, ia dianggap secara khusus sebagai simbol Holocaust dan lebih luas lagi sebagai perwakilan atas penyiksaan orang-orang Yahudi.[79] Hillary Rodham Clinton, dalam pidatonya di perayaan Elie Wiesel Humanitarian Award pada tahun 1994, mengutip kata-kata dalam buku harian Anne dan berbicara mengenai Anne yang telah "membangunkan kita dari kebodohan, ketidakpedulian, dan hal-hal mengerikan yang terjadi pada anak muda," yang ia kaitkan dengan kejadian kontemporer yang sedang terjadi di Sarajevo, Somalia, dan Rwanda.[80] Setelah menerima penghargaan humaniter dari Anne Frank Foundation pada tahun 1994, Nelson Mandela berbicara pada kerumunan orang di Johannesburg, berkata ia telah membaca buku harian Anne Frank ketika di penjara dan "mendapatkan banyak dorongan dari buku tersebut". Ia menyamakan perjuangan Anne dalam melawan Nazisme dengan perjuangannya dalam melawan apartheid, menciptakan paralel di antara dua filosofi: "Karena keyakinan seperti ini terbukti salah, dan karena mereka, dan akan selalu ditantang oleh orang-orang seperti Anne Frank"."[81] Juga pada tahun 1994, Václav Havel berkata "warisan Anne Frank sangat hidup dan mampu menegur kita sepenuhnya", dalam kaitannya dengan perubahan sosial dan politik yang terjadi pada saat itu di bekas negara-negara Blok Timur.[76] Primo Levi berpendapat Anne Frank sering dianggap sebagai satu-satunya tokoh yang mewakili jutaan orang yang menderita dan tewas seperti dirinya karena "Seorang Anne Frank menggerakkan kita lebih dari orang lain yang tak terhitung jumlahnya yang menderita seperti dirinya namun wajah orang-orang tersebut tidak bisa dibayangkan. Mungkin lebih baik seperti itu; jika kita merasakan penderitaan semua orang-orang tersebut, kita tak akan bisa hidup."[76] Dalam pesan penutupnya untuk biografi Anne Frank karya Müller, Miep Gies mengungkapkan pemikiran yang sama, meskipun ia berupaya menghilangkan kesalahpahaman orang-orang yang menganggap "Anne menyimbolkan enam juta korban Holocaust". Ia menulis: "Kehidupan dan kematian Anne adalah takdirnya sendiri, takdir yang terjadi enam juta kali lipat. Anne tidak bisa, dan tidak harus, berdiri bagi banyak orang yang hidupnya telah dirampas oleh Nazi ... Tetapi takdirnya membantu kita memahami kerugian besar yang diderita dunia karena Holocaust."[82] Otto Frank menghabiskan sisa hidupnya untuk menjaga peninggalan putrinya. Ia berkata, "Ini peran yang aneh. Dalam hubungan keluarga yang normal, anaklah yang seharusnya memiliki beban untuk menjaga dan melanjutkan tugas orang tua. Dalam kasusku peran tersebut terbalik." Ia menyebut penerbitnya pernah menjelaskan kenapa buku harian putrinya dibaca oleh begitu banyak orang: "ia berkata bahwa buku harian tersebut mencakup banyak bidang kehidupan yang bisa menggerakkan pembaca secara pribadi".[83] Simon Wiesenthal mengungkapkan sentimen serupa, berkata bahwa buku harian Anne telah meningkatkan kesadaran yang lebih luas mengenai Holocaust daripada yang telah dicapai dalam Peradilan Nuremberg, karena "orang-orang merasa lekat dengan anak ini. Ini adalah dampak Holocaust, ini adalah keluarga seperti keluarga saya, seperti keluarga Anda, sehingga Anda bisa memahami hal ini."[84] Pada bulan Juni 1999, majalah Time menerbitkan edisi khusus berjudul "Time 100: The Most Important People of the Century". Anne Frank dipilih sebagai salah satu sosok "Pahlawan & Ikon". Penulis Roger Rosenblatt menggambarkan pengaruh Anne dengan menulis, "Alasan ia begitu dikenang pada dasarnya karena sastra. Dia adalah seorang penulis yang luar biasa bagus, untuk segala usia, dan kualitas karyanya tampaknya merupakan akibat langsung dari disposisi kejujuran dan kezaliman."[85] Penyangkalan keaslian dan tindakan hukumSetelah buku harian Anne dikenal secara luas pada akhir 1950-an, muncul berbagai tuduhan yang terkait dengan kebenaran buku harian dan/atau isi yang termuat di dalamnya, dengan kritik pertama terjadi di Swedia dan Norwegia.[86] Pada tahun 1957, Fria ord ("Free Words"), majalah milik organisasi neofasis Swedia National League of Sweden menerbitkan sebuah artikel karya penulis dan kritikus Denmark Harald Nielsen, yang sebelumnya telah menulis artikel antisemit mengenai penulis Yahudi-Denmark Georg Brandes.[87] Artikel tersebut mengklaim bahwa buku harian Anne Frank ditulis oleh Meyer Levin.[88] Pada tahun 1958, dalam pertunjukan drama The Diary of Anne Frank di Wina, Simon Wiesenthal ditantang oleh sekelompok pengunjuk rasa yang meneriakkan bahwa Anne Frank tidak pernah ada, dan juga menantang Wiesenthal untuk membuktikan keberadaannya dengan cara menemukan pria yang menangkapnya. Wiesenthal memang mulai mencari Karl Silberbauer dan menemukannya pada tahun 1963. Saat diwawancarai, Silberbauer mengakui keterlibatannya, dan mengenali Anne Frank dari sebuah foto sebagai salah satu orang yang ditangkapnya. Silberbauer menjabarkan peristiwa penangkapan secara rinci, bahkan menyebut mengosongkan isi tas penuh kertas ke lantai. Pernyataannya ini menguatkan versi kejadian yang sebelumnya telah disampaikan oleh para saksi mata seperti Otto Frank.[89] Penentang buku harian Anne Frank terus mengungkapkan pandangan bahwa buku tersebut tidak ditulis oleh seorang anak, tetapi sebuah tipuan, dengan Otto Frank dituduh telah melakukan penipuan.[90] Pada tahun 1959, Otto Frank mengambil tindakan hukum di Lübeck terhadap Lothar Stielau, seorang guru sekolah dan mantan anggota Hitler Youth, setelah ia menerbitkan sebuah makalah yang menggambarkan bahwa buku harian Anne "palsu". Keluhan tersebut meluas dan ditanggapi oleh Heinrich Buddegerg, yang menulis surat untuk mendukung Stielau dan diterbitkan di surat kabar Lübeck. Pengadilan memeriksa buku harian pada tahun 1960 dan memutuskan bahwa tulisan tangan di buku harian cocok dengan surat yang diketahui ditulis oleh Anne Frank. Mereka menyatakan buku harian tersebut asli. Stielau menarik kembali pernyataannya, dan Otto Frank tidak melanjutkan kasus ini lebih jauh.[88] Pada tahun 1976, Otto Frank mengambil tindakan hukum terhadap Heinz Roth dari Frankfurt, yang menerbitkan pamflet bertuliskan buku harian Anne "palsu". Hakim memutuskan jika Roth mengeluarkan pernyataan lebih lanjut, maka ia akan dikenakan denda sebesar 500.000 Deutschmarks dan hukuman penjara enam bulan. Roth mengajukan banding terhadap putusan pengadilan. Ia meninggal dunia pada tahun 1978, dan setahun kemudian bandingnya ditolak.[88] Otto Frank melayangkan gugatan hukum pada tahun 1976 terhadap Ernst Römer, yang menyebarkan pamflet berjudul "The Diary of Anne Frank, Bestseller, A Lie". Saat seorang pria bernama Edgar Geiss menyebarkan pamflet yang sama di ruang sidang, ia juga dituntut. Römer dikenai denda 1.500 Deutschmarks,[88] dan Geiss dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Hukuman Geiss dikurangi setelah banding, dan kasus ini dihentikan setelah banding berikutnya karena terbatasnya ketentuan hukum pencemaran nama baik.[91] Setelah kematian Otto Frank pada tahun 1980, buku harian asli, termasuk surat-surat dan lembaran kertas, diwasiatkan kepada Dutch Institute for War Documentation,[92] yang melakukan studi forensik terhadap buku harian melalui Kementerian Kehakiman Belanda pada tahun 1986. Mereka membandingkan tulisan tangan dengan sampel yang diketahui dan menemukan kecocokan. Diketahui bahwa kertas, lem, dan tinta yang diperiksa memang dijual pada saat buku harian tersebut ditulis. Mereka menyimpulkan bahwa buku harian tersebut asli, dan temuan tersebut diterbitkan bersama buku harian "Edisi Kritis".[93] Pada 23 Maret 1990, Pengadilan Daerah Hamburg memastikan keaslian buku harian.[69] Pada tahun 1991, penyangkal Holocaust Robert Faurisson dan Siegfried Verbeke menerbitkan buklet berjudul The Diary of Anne Frank: A Critical Approach. Dalam buklet tersebut, mereka kembali membangkitkan tuduhan bahwa Otto Frank-lah yang menulis buku harian. Beberapa bukti lama, termasuk sejumlah kontradiksi dalam buku harian, dianggap tidak menggambarkan gaya prosa dan tulisan tangan seorang gadis remaja, dan menganggap mustahil untuk bersembunyi di sebuah Achterhuis (Ruang Rahasia).[94] Pada bulan Desember 1993, Anne Frank House di Amsterdam dan Anne Frank Funds di Basel melayangkan gugatan perdata untuk melarang penyebaran lebih jauh buklet karya Faurisson dan Verbeke di Belanda. Pada 9 Desember 1998, Pengadilan Distrik Belanda memutuskan untuk mendukung penggugat, melarang setiap tindakan penyangkalan terhadap keaslian buku harian dan tidak mengizinkan penyebaran karya-karya mengenainya, serta menjatuhkan denda sebesar 25.000 gulden per pelanggaran.[95] Keluhan terhadap versi lengkapSebuah edisi lengkap buku harian Anne Frank diterbitkan pada tahun 1995.[96] Versi ini memuat penjelasan Anne yang mengeksplorasi alat kelaminnya dan rasa ingin tahunya terhadap seks dan kelahiran, bagian yang sebelumnya sengaja dihilangkan oleh Otto Frank.[97] Ketika Gail Horalek dari Northville, Michigan, mengetahui bahwa putrinya yang duduk di kelas tujuh menggunakan buku harian versi ini dalam pelajaran sekolahnya, ia mengajukan keluhan terhadap komite sekolah dan meminta agar versi ini diganti dengan versi yang telah disunting. Horalek, yang menganggap bagian ini pornografi, berkata bahwa sekolah harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari orang tua siswa sebelum menggunakan buku tersebut. Pada tahun 2010, dewan sekolah di Culpeper County, Virginia, berhenti menggunakan versi lengkap setelah keluhan serupa bermunculan.[98] Emer O'Toole dari The Guardian menulis bahwa "kita [masih] tinggal di masyarakat dengan gadis remaja diajarkan untuk malu atas perubahan tubuh mereka saat mengalami pubertas – merahasiakannya, dan bahkan berpura-pura bahwa hal-hal seperti itu tidak pernah terjadi."[97] Clem Bastow dari Daily Life menganggap keluhan tersebut "menyebalkan".[99] PeninggalanPada 3 Mei 1957, sekelompok warga, termasuk Otto Frank, mendirikan Anne Frank Stichting dalam upaya untuk menyelamatkan gedung Prinsengracht dari pembongkaran dan membuatnya bisa diakses oleh publik. Anne Frank House dibuka pada tanggal 3 Mei 1960, yang terdiri dari gudang Opekta dan kantor. Semua perabotan disingkirkan agar pengunjung bisa berjalan leluasa melewati kamar. Beberapa barang peninggalan pribadi milik bekas penghuni, seperti foto bintang film yang ditempelkan oleh Anne ke dinding, kertas dinding yang digunakan Otto Frank untuk menandai pertumbuhan tinggi badan putrinya, dan peta di dinding tempat Otto mencatat kemajuan Sekutu, saat ini dilindungi di balik lapisan Perspeks. Dari ruang kecil yang dulunya rumah bagi Peter van Pels, sebuah jalan kecil menghubungkan bangunan dengan tetangganya, yang juga dibeli oleh Yayasan. Bangunan lainnya digunakan untuk menyimpan buku harian, serta untuk memamerkan barang-barang lainnya yang terkait dengan Holocaust dan intoleransi rasial di seluruh dunia. Anne Frank House menjadi salah satu atraksi wisata utama di Amsterdam, dengan rekor 965.000 pengunjung pada tahun 2005. Rumah ini menyediakan informasi melalui Internet dan menyelenggarakan pameran yang pada tahun 2005 digelar di 32 negara di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.[100] Pada tahun 1963, Otto Frank dan istri keduanya, Elfriede Geiringer-Markovits, mendirikan Yayasan Anne Frank sebagai sebuah yayasan amal yang berbasis di Basel, Swiss. Yayasan ini mengumpulkan uang untuk disumbangkan "kepada yang berhak". Setelah kematiannya, Otto mewariskan hak cipta buku harian Anne kepada Yayasan, dengan pendapatan 80.000 Swiss franc setiap tahun diberikan pada ahli warisnya. Setiap pendapatan di atas angka ini dikuasai oleh Yayasan untuk dimanfaatkan bagi proyek apapun yang dianggap layak oleh pengelolanya. Yayasan ini mendanai perawatan medis bagi Righteous among the Nations setiap tahunnya. Yayasan juga bertujuan membantu anak muda melawan rasisme, dan meminjamkan beberapa naskah buku harian Anne Frank ke United States Holocaust Memorial Museum di Washington untuk dipamerkan pada tahun 2003. Laporan tahunan pada tahun tersebut menunjukkan upaya Yayasan untuk berkontribusi pada tingkat global, dengan dukungan proyek dari Jerman, Israel, India, Swiss, Britania Raya, dan Amerika Serikat.[101] Pada tahun 1997, Anne Frank Educational Centre (Jugendbegegnungsstätte Anne Frank) dibuka di Dornbusch, Frankfurt, tempat Anne Frank tinggal dengan keluarganya sampai tahun 1934. Ini adalah "tempat di mana anak muda dan orang dewasa bisa belajar mengenai sejarah Sosialisme Nasional dan membahas relevansinya dengan masa sekarang."[102] Apartemen Merwedeplein, tempat keluarga Anne Frank tinggal dari tahun 1933 sampai 1942, tetap dimiliki secara pribadi sampai tahun 2000. Setelah dibahas dalam sebuah acara dokumenter televisi, bangunan tersebut—dalam keadaan rusak parah—dibeli oleh sebuah perusahaan perumahan Belanda. Dibantu foto-foto yang diambil oleh keluarga Frank dan penggambaran dalam surat yang ditulis oleh Anne Frank, tempat ini dikembalikan ke bentuk 1930-an. Teresien da Silva dari Anne Frank House dan sepupu Frank, Bernhard "Buddy" Elias, berperan besar dalam proyek pemugaran. Rumah ini dibuka pada tahun 2005. Setiap tahun, penulis yang tidak bisa menulis dengan bebas di negaranya dipilih untuk menyewa rumah selama setahun, di mana mereka bisa tinggal dan menulis di apartemen. Penulis pertama yang terpilih adalah penyair dan novelis Aljazair El-Mahdi Acherchour.[100] Pada bulan Juni 2007, "Buddy" Elias menyumbangkan sekitar 25.000 dokumen keluarga kepada Anne Frank House. Sumbangan ini termasuk foto keluarga Frank yang diambil di Jerman dan Belanda, serta surat Otto Frank untuk ibunya pada tahun 1945, yang memberitahu bahwa istri dan putrinya telah meninggal di kamp konsentrasi Nazi.[103] Pada November 2007, pohon Anne Frank direncanakan akan ditebang untuk mencegahnya tumbang ke rumah di sekitarnya. Ekonom Belanda Arnold Heertje berkata mengenai pohon tersebut: "Ini bukanlah sembarang pohon. Pohon Anne Frank terikat dengan penganiayaan orang Yahudi."[104] Tree Foundation, sebuah kolompok konversionis pohon, memulai tuntutan perdata untuk menghentikan penebangan pohon kastanye kuda tersebut, yang mendapat perhatian media internasional. Pengadilan Belanda memerintahkan pejabat kota dan konservasionis untuk mencari solusi alternatif atas masalah tersebut.[105] Pemerintah kota kemudian membangun konstruksi baja yang diharapkan mampu memperpanjang usia pohon sampai 15 tahun.[104] Namun, tiga tahun kemudian, tanggal 23 Agustus 2010, angin kencang menumbangkan pohon.[106] Sebelas tunggul pohon didistribusikan ke museum, sekolah, taman, dan pusat peringatan Holocaust melalui proyek yang dipimpin oleh Anne Frank Center USA. Tunggul pertama ditanam pada bulan April 2013 di The Children's Museum of Indianapolis. Tunggul pohon juga dikirim ke sebuah sekolah di Little Rock, Arkansas, tempat terjadinya pertempuran desegrasi; Liberty Park (Manhattan), tempat penghormatan bagi korban serangan 11 September, dan lokasi lainnya di Amerika Serikat.[107] Selama bertahun-tahun, sejumlah film mengenai Anne Frank diproduksi. Kehidupan dan tulisannya telah menginspirasi beragam kelompok seniman dan komentator sosial untuk membuat karya mengenai dirinya dalam bidang sastra, musik pop, televisi, dan media lainnya. Ini termasuk The Anne Frank Ballet karya Adam Darius,[108] yang pertama kali dipertunjukkan pada 1959, dan paduan suara Annelies, pertama kali tampil pada 2005.[109] Satu-satunya rekaman video Anne Frank yang diketahui berasal dari sebuah film bisu tahun 1941 yang merekam pasangan pengantin baru di sebelah rumahnya. Ia terlihat sedang melongok ke luar jendela lantai dua rumahnya untuk melihat pengantin dengan lebih jelas. Pasangan pengantin, yang selamat dari perang, memberikan film tersebut kepada Anne Frank House.[110] Pada tahun 1999, majalah Time memasukkan Anne Frank sebagai salah seorang pahlawan dan ikon abad ke-20 dalam daftar The Most Important People of the Century, dengan menyatakan: "Dengan buku harian yang disimpan di loteng rahasia, ia menantang Nazi dan meminjamkan suara yang membakar untuk memperjuangkan martabat manusia".[85] Philip Roth menyebutnya sebagai "putri kecil yang hilang" milik Franz Kafka.[111] Museum lilin Madame Tussauds menggelar pameran yang mempertunjukkan rupa Anne Frank pada tahun 2012.[112] Asteroid 5535 Annefrank dinamai untuk menghormatinya pada tahun 1995, setelah ditemukan pada 1942.[113] Lihat juga
Catatan dan referensiCatatan penjelas
Kutipan
Daftar pustaka
Daring
Pranala luarWikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Anne Frank. Wikimedia Commons memiliki media mengenai Anne Frank.
|