Gay adalah pria yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya.[1] Istilah ini awalnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan "bebas atau tidak terikat", "bahagia", atau "cerah dan menyolok". Kata ini mulai digunakan untuk menyebut homoseksualitas—mungkin—semenjak akhir abad ke-19 M, tetapi menjadi lebih umum pada abad ke-20.[2] Dalam bahasa Inggris modern, gay digunakan sebagai kata sifat dan kata benda, merujuk pada orang—terutama pria gay—dan aktivitasnya, serta budaya yang diasosiasikan dengan homoseksualitas. Di Indonesia, dikenal istilah kaum belok sebagai istilah peyorasi untuk merujuk pada komunitas gay.[3][4]
Pada akhir abad ke-20, istilah gay telah direkomendasikan oleh kelompok-kelompok besar LGBT dan paduan gaya penulisan untuk menggambarkan orang-orang yang tertarik dengan orang lain yang berkelamin sama dengannya.[5][6] Pada waktu yang hampir bersamaan, penggunaan menurut istilah barunya dan penggunaannya secara peyorasi menjadi umum pada beberapa bagian dunia. Di Anglosfer, konotasi ini digunakan kaum muda untuk menyebut "sampah" atau "bodoh" (misalnya pada kalimat: "Hal tersebut sangat gay."). Dalam konteks ini, kata gay tidak memiliki arti homoseksual sehingga bisa digunakan untuk merujuk benda takgerak atau konsepsi abstrak yang tidak disukai. Dalam konteks yang sama, kata gay juga digunakan untuk merujuk kelemahan atau ketakjantanan. Namun, saat digunakan dalam konteks ini, apakah istilah gay masih memiliki konotasi terhadap homoseksualitas, masih diperdebatkan dan dikritik dengan kasar.[7][8]
Sejarah
Ikhtisar
Kata gay sampai di Inggris pada abad ke-12 M dari bahasa Prancis kuno, gai, yang dipastikan berasal dari sumber Jerman.[2] Hampir sepanjang keberadaannya dalam bahasa Inggris, kata gay diartikan sebagai "gembira", "bebas atau tidak terikat", dan "cerah dan menyolok". Kata gay sangat umum digunakan menurut pengertian di atas dalam berbagai percakapan dan literatur. Misalnya, masa optimisme pada tahun 1980-an masih sering dijuluki sebagai Gay Nineties. Judul balet Prancis tahun 1938, Gaîté Parisienne (Parisian Gaiety atau "Keriangan Penduduk Paris"), yang menjadi film Warner Bros. tahun 1941 dengan judul The Gay Parisian,[10] juga mengilustrasikan konotasi tersebut. Barulah pada abad ke-20, kata tersebut mulai digunakan secara spesifik untuk pengertian homoseksual, meskipun sebelumnya sudah memiliki konotasi seksual.[2]
Kata benda abstrak, gaiety, secara umum masih bebas dari konotasi seksual, dan dulunya pernah digunakan untuk nama-nama berbagai tempat hiburan; misalnya W.B. Yeats mendengar Oscar Wilde berceramah di Gaiety Theatre di Dublin.[11]
Seksualisasi
Kata ini mungkin baru diasosiasikan dengan amoralitas sejak abad ke-14 M, selanjutnya memiliki asosiasi yang pasti pada abad ke-17.[2] Pada akhir abad ke-17, kata ini memiliki arti spesifik "kecanduan akan kesenangan dan pemborosan",[12] yang merupakan perluasan dari makna utamanya yaitu "bebas/ tidak terkekang" yang menyiratkan "tidak dibatasi kekangan moral". Seorang wanita gay adalah pelacur, seorang pria gay adalah playboy, sebuah rumah gay adalah rumah bordil.[2]
Penggunaan gay dalam pengertian "homoseksual" awalnya berasal dari perluasan konotasi seksual dari pengertian "bebas/ tidak terkekang dan tidak dibatasi", yang mengimplikasikan kerelaan untuk mengabaikan kebiasaan seksual yang konvensional atau terhormat. Penggunaan ini memiliki dokumentasi paling awal pada tahun 1920-an, dan terdapat bukti penggunaannya sebelum abad ke-20 M,[2] meskipun sebenarnya pada masa itu, kata gay lebih umum digunakan untuk kehidupan tanpa kekangan secara heteroseksual, sebagaimana tersirat pada sebuah frasa yang dulu sempat umum digunakan: "gay Lothario",[13] atau pada judul buku dan film The Gay Falcon(1941), yang menceritakan seorang detektif playboy yang mempunyai julukan Gay di awal namanya. Demikian juga dengan lagu aula musik tahun 1880an karya Gilbert dan MacDermott:
"Charlie Dilke Upset the Milk" – "Master Dilke upset the milk/When taking it home to Chelsea;/ The papers say that Charlie's gay/Rather a wilful wag!"
Lagu itu mengisahkan perilaku heteroseksual Tuan Charles Dilke yang tidak senonoh.[14] Hingga pertengahan abad ke-20, seorang jejaka yang berusia pertengahan akan dideskripsikan sebagai gay, mengindikasikan bahwa ia tidak "memiliki ikatan (terhadap pasangan)" sehingga bebas, tanpa ada implikasi terhadap homoseksualitas. Penggunaan ini juga bisa diterapkan pada wanita. Strip komik Inggris berjudul Jane, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1930-an, menggambarkan petualangan Jane Gay. Jauh sebelum mengimplikasikan homoseksualitas, kata gay merujuk pada gaya hidup merdeka Jane yang memiliki banyak pacar pria. Selain itu, julukan gay di belakang nama Jane berfungsi untuk membuat nama karakter tersebut mirip dengan nama Lady Jane Grey).
Bagian Miss Furr & Miss Skeene (1922) karya Gertrude Stein kemungkinan merupakan publikasi pertama yang masih dapat ditelusuri dari penggunaan kata gay yang merujuk pada sebuah hubungan homoseksual. Linda Wagner-Martin (dalam Favored Strangers: Gertrude Stein and her Family (1995)) mengomentari karya tersebut sebagai "menunjukkan pengulangan terselubung dari kata gay, digunakan dengan tujuan seksual untuk pertama kalinya dalam sejarah kebahasaan", dan Edmund Wilson (1951, dikutip oleh James Mellow dalam Charmed Circle (1974)) menyetujuinya.[15] Contohnya:
Mereka adalah ...gay, mereka mempelajari sedikit hal yaitu hal-hal untuk menjadi gay, ... mereka benar-benar gay.
— Gertrude Stein, 1922
Bringing Up Baby (1938) adalah film pertama yang menggunakan kata gay secara terang-terangan untuk merujuk homoseksualitas. Pada adegan saat semua pakaian seorang karakter pria yang diperankan oleh Cary Grant dikirim ke tukang cuci, ia terpaksa memakai jubah dengan hiasan bulu milik wanita. Saat karakter lain menanyakan perihal jubah yang ia pakai, ia menjawab, "Karena tiba-tiba saja aku mendadak menjadi gay!" Oleh karena film itu adalah film bertema umum yang ditayangkan pada masa kata "gay" masih tidak lumrah digunakan untuk merujuk homoseksualitas oleh mayoritas penonton bioskop, kalimat tersebut juga bisa diinterpretasikan sebagai "aku baru saja memutuskan unuk melakukan sesuatu yang tidak karuan".[16]
Kata ini terus digunakan dengan arti dominan "bebas/ tidak terkekang", sebagaimana termuat pada judul film The Gay Divorcee (1934), sebuah film musikal tentang sebuah pasangan heteroseksual.
Pada pertengahan abad ke-20 M, kata gay telah digunakan untuk merujuk gaya hidup hedonistik dan tidak terkekang,[12] sementara straight yang menjadi antonimnya (sebelumnya diartikan dengan konotasi "keseriusan, kehormatan, dan kekonvensionalan") juga memiliki konotasi spesifik untuk heteroseksualitas.[17] Pada kasus gay, konotasi-konotasi lain seperti "ketidakkaruan" dan "menyolok/ menarik perhatian" dalam hal cara berpakaian ("pakaian gay") diasosiasikan dengan camp dan kewanita-wanitaan.
Asosiasi tersebut dipastikan secara bertahap turut mempersempit ruang arti istilah gay hingga ke pengertiannya yang dominan saat ini, yang pada mulanya hanyalah merupakan pengertian sampingan. Gay adalah istilah yang lebih disukai karena istilah-istilah lainnya, seperti queer, terasa menghina.[18]Homoseksual dianggap sebagai istilah klinis,[19][20][21] semenjak orientasi seksual yang sekarang disebut "homoseksualitas" pada masa itu didiagnosa sebagai sebuah penyakit mental dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).
Pada pertengahan abad ke-20 di Inggris, homoseksual pada pria dianggap ilegal hingga dikeluarkannya Sexual Offences Act 1967, yaitu bahwa mengidentifikasi seseorang sebagai homoseksual secara terbuka akan dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak sopan dan akan didakwa sebagai aktivitas kriminal yang serius. Namun, dalam ketentuan tersebut, tidak ada pernyataan yang menggambarkan aspek manapun dari homoseksualitas yang dianggap sesuai dalam kemasyarakatan yang beradab. Sebagai konsekuensinya, sejumlah eufemisme digunakan untuk menjuluki orang yang diduga homoseksual. Misalnya adalah gadis "sporty" dan pemuda "artistik",[22] dengan memberi tekanan khusus pada kata sifat yang sebenarnya tidak memiliki kaitan apa-apa dengan tujuan penggunaannya.
Tahun enam-puluhan (1960an) merupakan tahun-tahun yang menandai perubahan arti dominan dari kata gay, yang semula adalah "bebas/ tidak terkekang" menjadi "homoseksual" yang hingga kini digunakan.
Dalam film drama-komedi Inggris berjudul Light Up The Sky! (1960) yang disutradarai oleh Lewis Gilbert, film komedi mengenai sebuah skuat dalam Pasukan Inggris, terdapat satu adegan yang berlangsung dalam sebuah tenda yang kacau-balau, saat karakter yang dimainkan oleh Benny Hill mengusulkan tos setelah makan malam. Ia memulai, "Aku ingin mengusulkan ..." ([[bahasa Inggris|Inggris= "mengusulkan" (propose) juga memiliki pengertian "melamar") sambil menunjuk seorang teman yang makan malam bersamanya, dimainkan oleh Sidney Tafler, yang langsung menyela dengan bertanya "Untuk siapa?", karena ia mengira sedang dilamar. Tokoh yang diperankan Benny Hill menjawab, "Tidak padamu, kamu bukan typeku", kemudian ia mencemooh, "Oh, aku tidak tahu, kamu agaknya diam-diam gay."
Tahun 1963, pengertian baru untuk kata "gay" telah dikenal cukup luas sehingga digunakan oleh Albert Ellis (psikolog) dalam bukunya The Intelligent Woman's Guide to Man-Hunting. Demikian juga Hubert Selby, Jr. dalam novelnya (1964) yang berjudul Last Exit to Brooklyn, menulis bahwa seorang karakter "bangga menjadi seorang homoseksual dengan merasa lebih superior secara intelektual dan estetis dibandingkan mereka (terutama wanita) yang bukan gay..."[23] Namun, penggunaan kata gay menurut pengertian lama masih kerap digunakan dalam kultur populer, termasuk tema lagu serial TV kartun The Flintstones (1960-1966), para penonton diyakinkan bahwa mereka akan "memperoleh gay masa kuno". Juga pada lagu milik Herman's Hermits (1966) yang berjudul "No Milk Today", yang masuk ke dalam 10 lagu terpopuler di Ingggris dan Top 40 di Amerika Serikat, memiliki lirik "No milk today, it was not always so / The company was gay, we'd turn night into day."[24]
Pada Juni 1967, judul berita untuk ulasan album the Beatles yang berjudul Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band pada koran harian Inggris The Times menyebutkan, "The Beatles membangkitkan harapan akan kemajuan musik pop dengan LP baru mereka yang bebas (gay)".[25] Pada tahun yang sama, The Kinks merekam lagu "David Watts".[26] Lagu tersebut "secara eksplisit" mengisahkan kecemburuan seorang pelajar sekolah, tetapi juga memiliki lelucon terselubung. Sebagaimana yang ditulis oleh Jon Savage pada "The Kinks: The Official Biography", judul lagu tersebut sebenarnya adalah nama seorang promotor homoseksual yang mereka temui, yang tertarik pada seorang remaja putra, yaitu adik penulis lagu Ray Davies; dan kalimat "he is so gay and fancy free" menegaskan ambiguitas arti kata gay pada masa tersebut, meskipun pengertian yang baru hanya diperuntukkan mereka yang memahami.[27] Pada akhir 1970an, episode pertama The Mary Tyler Moore Show secara lugas menampilkan Phyllis, tetangga bawah tangga Mary Richards yang straight, secara dingin mengecam Mary yang berusia 30 tetapi masih "young and gay" (lit. "muda dan bebas").
Dapat dipastikan bahwa pengertian homoseksual dari kata "gay" merupakan bentuk perkembangan pengertian tradisionalnya, sebagaimana yang diuraikan di atas. Namun, terdapat klaim bahwa gay merupakan singkatan dari "Good As You" (lit. "Baik Sebagaimana Dirimu"), tetapi tidak ada bukti yang mendukung: hal ini merupakan sebuah backronymetimologi rakyat.[28]
American Psychological Association mendefinisikan orientasi seksual sebagai "suatu pola tetap mengenai ketertarikan emosional, romantika, dan/atau seksual pada pria, wanita, atau keduanya", "sepanjang suatu kontinuum (rangkaian kesatuan), dari ketertarikan khusus untuk jenis kelamin yang berbeda hingga ketertarikan khusus untuk jenis kelamin yang sama".[29] Orientasi seksual juga dapat "didiskusikan dalam kaitannya dengan ketiga kategori: heteroseksual (memiliki ketertarikan emosional, romantika, atau seksual terhadap orang dengan jenis kelamin berbeda), gay/lebian (memiliki ketertarikan emosional, romantika, atau seksual terhadap orang dengan jenis kelamin sama), dan biseksual (memiliki ketertarikan emosional, romantika, atau seksual terhadap pria dan wanita sekaligus)".[29]
Menurut Rosario, Schrimshaw, Hunter, Braun (2006), "perkembangan identitas seksual seorang lesbian, gay, atau bisexual (LGB) adalah sebuah proses yang kompleks dan sering kali rumit. Tidak seperti anggota kelompok minoritas lainnya (seperti etnis dan ras minoritas), kebanyakan individu LGB tidak dibesarkan dalam sebuah komunitas yang sama dengannya, yang darimana ia seharusnya bisa belajar mengenai identitas mereka, serta yang dapat memperkuat dan mendukung identitas mereka. Malahan, para individu LGB biasanya dibesarkan dalam komunitas yang tidak peduli atau malah secara terbuka bersikap kasar terhadap homoseksualitas".[30]
Aktivis hak-hak gay dari Britania yang bernama Peter Tatchell telah berargumen bahwa istilah gay merupakan sebuah ekspresi kultural biasa yang mencerminkan status homoseksualitas dalam masyarakatnya, dan menyatakan bahwa "Queer, gay, homoseksual ... dalam pandangan jangka panjang, itu semua hanyalah identitas sementara. Suatu hari, kami tidak akan membutuhkan istilah-istilah itu lagi".[31]
Jika seseorang melakukan aktivitas seksual dengan pasangan berjenis kelamin sama tetapi tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai gay, istilah semacam 'yang tertutup, 'discreet', atau 'bi-curious' bisa ia gunakan. Sebaliknya, seseorang dapat mengidentifikasi sebagai gay tanpa melakukan hubungan seksual dengan pasangan berjenis kelamin sama. Kemungkinan lain adalah mengidentifikasi sebagai gay secara sosial saat menjadi selibat atau saat menanti pengalaman homoseksual pertama. Lebih lanjut, seorang biseksual juga dapat mengidentifikasi diri sebagai "gay", tetapi orang-orang menganggap gay dan biseksual sebagai istilah yang sama-sama khusus. Terdapat juga orang yang tertarik pada jenis kelamin yang sama tetapi tidak melakukan aktivitas seksual sesama jenis atau mengidentifikasi sebagai gay; mereka dapat disebut sebagai aseksual, meskipun aseksual secara umum berarti "tidak memiliki ketertarikan" atau "tertarik secara heteroseksual tetapi tidak menjalani aktivitas seksual".
Beberapa orang menolak istilah homoseksual sebagai label identitas karena terdengar terlalu klinis;[20][21][32] mereka percaya istilah tersebut terlalu berfokus pada tindakan secara fisik dibandingkan romantika atau ketertarikan, atau terlalu mengingatkan pada masa saat homoseksualitas dianggap sebagai penyakit mental. Sebaliknya, beberapa orang menolak istilah gay sebagai label identitas karena mereka menganggap konotasi yang melekat pada kata tersebut tidak menyenangkan atau disebabkan konotasi negatif slang yang digunakan di seluruh dunia.
Pemandu gaya, sebagaimana organisasi Associated Press, memilih untuk menggunakan kata gay daripada homosexual:
Gay: Digunakan untuk menggambarkan pria dan wanita yang tertarik pada jenis kelamin yang sama, meskipun lesbian menjadi istilah yang lebih umum digunakan untuk menyebut wanita. Lebih disukai untuk digunakan daripada istilah homoseksual kecuali dalam konteks klinis atau mengacu pada aktivitas seksual.[33]
Pada pertengahan tahun 1980-an di Amerika Serikat, terdapat suatu usaha penuh semangat yang dilakukan oleh suatu komunitas -yang selanjutnya dikenal sebagai komunitas gay- untuk menambahkan istilah lesbian pada nama semua organisasi gay yang melayani homoseksual pria maupun wanita, dan untuk menggunakan terminologi gay dan lesbian, atau lesbian/gay saat merujuk komunitas tersebut. Akhirnya, organisasi-organisasi seperti the National Gay Task Force berubah nama menjadi National Gay and Lesbian Task Force. Bagi para lesbian feminis yang berapi-api, huruf "L" sangat penting untuk ditampilkan sebelum huruf "G", sebab jika terjadi sebaliknya, hal tersebut dianggap akan menjadi simbol baru mengenai dominasi pria atas wanita,[34] meskipun beberapa wanita homoseksual yang lainnya lebih memilih untuk menggunakan istilah wanita gay. Pada tahun 1990-an, muncul kesadaran lain untuk mencantumkan juga terminologi biseksual, transgender, interseks, dan yang lainnya, yang mencerminkan perdebatan antar komunitas: apakah kaum-kaum minoritas seksual lainnya itu juga menjadi bagian dari gerakan hak-hak asasi manusia yang sama. Kebanyakan organisasi-organisasi berita memakai variasi istilah yang digunakan, yang tercermin pada isi berita yang mereka keluarkan.
Penggunaan sebagai kata sifat
Istilah gay dapat juga digunakan sebagai sebuah kata sifat untuk menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan pria homoseksual, atau hal-hal yang merupakan bagian dari budaya. Misalnya, istilah "bar gay" menjelaskan sebuah bar yang utamanya melayani konsumen pria homoseksual atau merupakan bagian dari kultur pria homoseksual.
Jika istilah gay digunakan untuk menjelaskan suatu objek, seperti sebuah benda atau pakaian, objek tersebut biasanya bersifat flamboyan, sering kali bernuansa pesta atau mencolok. Arti yang ini sebenarnya mendahului asosiasi istilah gay dengan homoseksualitas, tetapi ikut memperoleh konotasi berbeda setelah terjadi perubahan makna utamanya.
Penggunaan sebagai kata benda
Label "gay" sebenarnya murni digunakan sebagai kata sifat ("ia adalah seorang pria gay" atau "dia gay"). Kata ini akhirnya juga digunakan sebagai sebuah kata benda dengan arti "pria homoseksual" semenjak tahun 1970an, sebagaimana dalam kalimat "para gay menentang kebijakan tersebut". Penggunaan ini umum digunakan, misalnya dalam kasus "LGBT" (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), serta dalam nama organisasi, seperti Parents, Families and Friends of Lesbians and Gays (PFLAG) dan Children Of Lesbians And Gays Everywhere (COLAGE). Kata ini juga digunakan untuk memberi efek jenaka oleh karakter Dafydd Thomas dalam Little Britain.
Penggunaan peyoratif secara umum
Saat digunakan untuk mengejek (misalnya "hal itu sangat gay"), kata gay menjadi peyoratif. Meskipun juga memiliki pengertian lain, kata ini "digunakan secara luas" oleh kaum muda untuk tujuan menghina.[7][35] Penggunaan peyoratif ini dimulai sejak akhir tahun 1970an. Dimulai dari awal 1980an dan terutama di akhir 1990an, penggunaan kata gay sebagai ejekan menjadi lumrah di antara kaum muda.[7]
Menggunakan kata gay untuk ejekan dianggap sebagai homofobia. Tahun 2006, siaran BBC yang diisi oleh Board of Governors (nama organisasi) membahas mengenai penggunaan kata gay dalam konteks ini. Acara yang dibawakan oleh Chris Moyles tersebut berjudul show Radio 1. Ia memberi contoh kalimat, "Aku tidak mau yang itu, itu jelek (gay)", kemudian memberikan nasihat, "hati-hati dalam penggunaannya" dengan alasan:
"Kata ‘gay’, selain digunakan untuk arti 'homoseksual' atau 'tidak terikat', kini sering kali digunakan dengan pengertian "cacat" atau "sampah". Ini merupakan penggunaan umum dikalangan anak muda sekarang... Kata 'gay' ... tidak perlu bersifat menyerang... atau homofobik ... Meskipun demikian, Governors berkata bahwa meskipun Moyles hanya mengikuti perkembangan terbaru bahasa Inggris. ... Para komite ... "familiar mendengarkan kata tersebut dalam konteks ini. Governors percaya bahwa saat berkata bahwa suatu lagu bersifat 'gay', DJ bermaksud bahwa lagu tersebut seperti 'sampah' daripada 'homoseksual'. Panelis mengakui bahwa penggunaan ini... dalam maksud menghina ... dapat dianggap sebagai serangan oleh sebagian pendengar, dan menasihati untuk berhati-hati saat menggunakannya.
Siaran BBC tersebut memperoleh kritik keras dari Menteri Anak-anak, Kevin Brennan, yang merespon "penggunaan umum bahasa homofobik oleh para DJ radio kebanyakan":
"hal ini lebih sering dilihat sebagai olok-olokan tidak berbahaya daripada penghinaan yang menyerang. ... Tidak mempedulikan masalah ini berarti berkolusi dengannya. Menutup mata untuk nama-panggilan biasa, melihat jalan keluar lain karena ini adalah pilihan yang mudah, adalah tidak dapat ditoleransi."
Sesaat setelah insiden Moyles, sebuah kampanye melawan homofobia berlangsung di Britania dengan slogan "homofobia adalah gay". Slogan tersebut bermain pada dua pengertian kata "gay" dalam kultur remaja.[37]
Paralel dalam bahasa lain
Konsep "identitas gay" dan penggunaan istilah gay kemungkinan digunakan secara berbeda atau tidak memiliki pengertian yang sama pada budaya selain budaya Barat, sebab wahana untuk seksualitas pada budaya selain di Barat mungkin berbeda dari yang lazim terjadi di Barat.[38]
Ekuivalen bahasa Jerman untuk gay, schwul, yang secara etimologi berasal dari kata schwuel (panas, lembap), juga memperoleh arti peyoratif dikalangan anak muda.[39]
^"'The Great Social Evil'". Diakses tanggal September 5, 2012. Majalah Punch, Volume 33, 1857, halaman 390. Kartun editorial yang berdiri sendiri, tidak ada artikel yang menjelaskan.
^ abJames Martin (November 4, 2000). "The Church and the Homosexual Priest". America The National Catholic Weekly Magazine. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-11. Diakses tanggal 4 August 2009.
^Cocks, H. A. "'Sporty' Girls and 'Artistic' Boys: Friendship, Illicit Sex, and the British 'Companionship' Advertisement, 1913–1928", Journal of the History of Sexuality – Volume 11, Number 3, July 2002, pp. 457–482.
^Selby, Jr., Hubert "Last Exit To Brooklyn" NY: Grove Press, 1988 p. 23 copyright 1964
^Rosario, M., Schrimshaw, E., Hunter, J., & Braun, L. (2006, February). Sexual identity development among lesbian, gay, and bisexual youths: Consistency and change over time. Journal of Sex Research, 43(1), 46–58. Retrieved April 4, 2009, from PsycINFO database.
^Tatchell, Peter (27 November 2006). "Just a phase". London: Guardian Unlimited. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-10. Diakses tanggal 3 May 2010.
^ abSherwin, Adam (6 June 2006). "Gay means rubbish, says BBC". London: Times newspaper online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-30. Diakses tanggal 3 May 2010.