Prinsip-prinsip Yogyakarta tentang Penerapan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dalam kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender adalah seperangkat prinsip-prinsip yang berkaitan dengan orientasi seksual dan identitas gender, dimaksudkan untuk menerapkan standar hukum hak asasi manusia internasional untuk mengatasi pelecehan hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), dan (secara sekilas) interseks. Prinsip-prinsip yang dikembangkan pada pertemuan Komisi Ahli Hukum Internasional, International Service for Human Rights dan ahli hak asasi manusia dari seluruh dunia di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tanggal 6-9 November 2006. Dokumen penutup "berisi 29 prinsip yang diadopsi dengan suara bulat oleh para ahli, bersama dengan rekomendasi kepada pemerintah, lembaga antar pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan PBB itu sendiri".[1] Prinsip-prinsip yang dinamai Yogyakarta, kota di mana konferensi diadakan. Prinsip-prinsip ini belum diadopsi oleh Serikat, dalam perjanjian, dan dengan demikian tidak dengan sendirinya menjadi bagian yang mengikat secara hukum dari hukum hak asasi manusia internasional.[2] Namun Prinsip dimaksudkan untuk melayani sebagai bantuan interpretatif terhadap perjanjian hak asasi manusia.[3]
Michael O’Flaherty and John Fisher, Sexual Orientation, Gender Identity and International Human Rights Law: Contextualising the Yogyakarta Principles, Human Rights Law Review 2008 8(2):207–248; DOI:10.1093/hrlr/ngn009
S. Farrior, Human Rights Advocacy on Gender Issues: Challenges and Opportunities, J Human Rights Practice, March 1, 2009; 1(1): 83–100.
Boris Dittrich, Yogyakarta Principles: applying existing human rights norms to sexual orientation and gender identity, HIV AIDS Policy Law Rev. 2008 Dec;13(2–3):92-3.