Beberapa informasi dalam artikel ini mungkin dapat bersifat penjelasan sejarah atau kemungkinan sumber ilmiah yang sudah usang, tidak selaras atau perlu diperbaharui, sehingga mengandung bukan rujukan ilmiah paling terbaru yang belum kapabel untuk rujukan, karena butuh keterangan penelitian ilmiah terbaru dan relevan. (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)
Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus.[1][2][3] Meskipun, dalam istilah dan definisinya masih menjadi kontroversi dan perdebatan mengenai hubungan antara ketertarikan seksual dan ketertarikan romantis, dan belum sepenuhnya dipahami.[4][5] Mengingat dalam patokan orientasi seksual, Aseksual disebutkan hanya terpatok pada masalah seksual saja tanpa menyangkut masalah ketertarikan romantis, dan masih dapat merasakan romantis, dan sering dianggap lebih berguna untuk mengukur ketertarikan.[6][7] Perilaku seksual dapat dipisahkan untuk keperluan diagnosis objektif, juga erat berhubungan dengan psikologis.[8]
Biseksualitas adalah salah satu dari tiga klasifikasi utama orientasi seksual, bersama dengan heteroseksualitas dan homoseksualitas, yang masing-masing merupakan bagian dari Rangkaian kesatuan heteroseksual-homoseksual. Suatu identitas biseksual tidak harus memiliki ketertarikan seksual yang sama besar pada kedua jenis kelamin; biasanya, orang-orang yang memiliki ketertarikan pada kedua jenis kelamin tetapi memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda juga mengidentifikasikan diri mereka sebagai biseksual.[12] Biseksualitas umumnya dikontraskan dengan homoseksualitas, heteroseksualitas, dan aseksualitas.
Biseksualitas telah teramati terdapat dalam berbagai golongan masyarakat manusia[13] dan juga pada kelompok hewan[14][15][16] di sepanjang sejarah tertulis. Istilah biseksualitas, sebagaimana hetero- dan homoseksualitas, diciptakan pada abad ke-19 M.[17]
Biseksualitas merupakan ketertariksan romantis atau seksual pada pria dan wanita. American Psychological Association menegaskan bahwa "orientasi seksual merupakan suatu kontinum ("rangkaian kesatuan"). Dengan kata lain, seseorang tidak pasti benar-benar heteroseksual atau homoseksual, tetapi bisa merasakan keduanya dengan taraf yang bervariasi. Orientasi seksual berkembang sepanjang masa hidup seseorang -orang-orang yang berbeda menyadari apakah mereka hetersoseksual, biseksual, atau homoseksual pada titik-titik berbeda dalam hidup mereka."[12][18]
Ketertarikan, kebiasaan, dan identitas seksual juga bisa tidak sama, sebab ketertarikan atau kebiasaan seksual tidak harus konsisten dengan identitas seksual. Beberapa individu mengidentifikasi diri mereka sebagai heteroseksual, homoseksual, atau biseksual tanpa pernah mengalami pengalaman seksual. Yang lain memiliki pengalaman homoseksual tetapi tidak menganggap diri mereka gay, lesbian, atau biseksual.[18] Demikian juga, individu-individu yang mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian bisa jadi beberapa kali tertarik dengan lawan jenisnya tetapi tidak mengidentifikasi mereka sebagai biseksual.[18] Istilah queer,[10]poliseksual,[10]heterofleksibel, homofleksibel,pria yang berhubungan seks dengan pria, dan wanita yang berhubungan seks dengan wanita juga bisa digunakan untuk menggambarkan identitas seksual atau mengidentifikasi kebiasaan seksual.
Panseksualitas dapat digolongkan ke dalam biseksualitas, beberapa sumber menyebutkan bahwa biseksualitas mencakup ketertarikan romantis atau seksual pada semua identitas gender atau memiliki ketertarikan seksual pada seseorang terlepas dari jenis kelamin biologis atau gender orang tersebut.[9][11] Dalam pengertian ini, istilah panseksualitas digunakan bergantian dengan biseksualitas.[11] Konsep panseksualitas dengan sengaja menolak gender binary, "gagasan mengenai dua jenis gender dan orientasi seksual yang spesifik",[11] sebab kaum panseksual terbuka untuk menjalin hubungan dengan mereka yang tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai pria atau wanita secara tegas.[9][11]
Aktivis biseksual bernama Robyn Ochs mendefiniskan biseksualitas sebagai "potensi untuk tertarik -secara romantika dan/atau seksual- pada orang-orang dengan lebih dari satu jenis kelamin dan/atau gender, tidak harus pada saat yang bersamaan, tidak harus dengan cara yang sama, dan tidak harus dengan derajat ketertarikan yang sama."[19]
Menurut Rosario, Schrimshaw, Hunter, Braun (2006):
... perkembangan suatu identitas seksual lesbian, gay, atau biseksual (LGB) merupakan suatu proses yang kompleks dan sering kali sulit. Tidak seperti anggota kelompok minoritas lain (misalnya etnis atau ras minoritas), kebanyakan individu-individu LGB tidak dibesarkan dalam suatu komunitas yang sama dengannya, darimana ia bisa belajar mengenai identitas mereka dan yang menguatkan serta mendukung identitas mereka. Malah, individu-individu LGB sering kali dibesarkan dalam komunitas yang mungkin tidak peduli atau malah bermusuhan secara terang-terangan terhadap homoseksualitas.[12]
Biseksualitas sebagai sebuah identitas peralihan juga telah dipelajari. Dalam sebuah penelitian longitudinal atas perkembangan identitas seksual pada remaja lesbian, gay, dan biseksual (LGB), Rosario dkk "menemukan bukti atas konsistensi yang cukup dan perubahan identitas seksual LGB sepanjang waktu". Para remaja yang telah mengidentifikasi diri sebagai gay/lesbian sekaligus biseksual pada penilaian awal, kira-kira tiga kali lebih sering mengidentifikasi diri sebagai gay/lesbian dibandingkan biseksual pada penilaian berikutnya. Para remaja yang hanay mengidentifikasi sebagai biseksual pada penilaian awal, 60–70% tetap berpegang pada identitas tersebut, sementara sekitar 30–40% mengasumsikan identitas gay/lesbian. Rosario dkk menduga bahwa "meskipun terdapat para remaja yang secara konsisten mengidentifikasi diri sebagai biseksual sepanjang penelitian, pada remaja yang lain, identitas biseksual menjadi suatu indentitas transisional sebelum mereka selanjutnya mengidentitaskan diri sebagai gay/ biseksual."[12] Sebaliknya, sebuah penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Lisa M. Diamond terhadap para wanita yang mengidentifikasi diri mereka sebagai lesbian, biseksual, atau tanpa keterangan, menemukan bahwa "lebih banyak wanita yang menggunakan identitas biseksual/tanpa keterangan daripada melepaskannya," selama suatu periode yang panjangnya adalah 10 tahun. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa "para wanita biseksual/tanpa keterangan memiliki keseluruhan distribusi yang stabil atas ketertarikan terhadap sesama-jenis/lawan-jenis."[20] Diamond juga meneliti biseksualitas pria, menyebutkan bahwa survei penelitian tersebut menemukan "...hampir sama jumlah pria yang berubah pada satu titik dari gay menjadi biseksual, queer, atau tanpa keterangan, dengan dari identitas biseksual menjadi gay."[21][22]
Akurasi penamaan
Sebagaimana orang-orang dengan seksualitas LGBT lainnya, biseksual sering kali juga mengalami diskriminasi. Selain diskriminasi yang berhubungan dengan homofobia, kaum biseksual juga mengalami diskriminasi dari para gay, lesbian, dan straight mengenai kata biseksual dan identitas biseksual itu sendiri.[23][24][25][26] Anggapan bahwa biseksualitas itu tidak ada cukup sering dijumpai,[23] dan berakar pada dua pandangan. Menurut pandangan heteroseksis, masyarakat dianggap memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya dan ini terkadang menyatakan bahwa hanya heteroseksualitas yang benar-benar ada. Dalam pandangan monoseksis, dipercaya bahwa orang-orang tidak bisa menjadi biseksual kecuali mereka memiliki ketertarikan yang benar-benar seimbang kepada kedua jenis kelamin.[23][24] Menurut pandangan ini, orang hanya mungkin menjadi homoseksual murni (gay/lesbian) atau heteroseksual murni (straight),[23] kaum homoseksual tertutup yang berharap bisa tampil seperti heteroseksual,[27] atau kaum heteroseksual yang sedang bereksperimen dengan seksualitas mereka.[25][26][28]
Anggapan bahwa seseorang tidak bisa menjadi biseksual kecuali memiliki ketertarikan seimbang dengan kedua jenis kelamin telah ditentang oleh berbagai peneliti, yang melaporkan bahwa biseksualitas memiliki rentang ketertarikan, sebagaimana seksualitas pada umumnya.[12][29] Tahun 2005, anggapan bahwa biseksualitas harus memiliki ketertarikan seksual/romantis yang seimbang didukung oleh Gerulf Rieger, Meredith L. Chivers, dan J. Michael Bailey,[30] yang menyimpulkan bahwa biseksualitas sangat jarang terjadi pada pria. Kesimpulan tersebut didasarkan pada tes penile plethysmograph yang kontroversial saat relawan diberi suguhan materi pornografi yang berisi pria saja dan wanita saja. Kritik yang muncul menyatakan bahwa penelitian tersebut berlandaskan asumsi bahwa seorang pria hanya benar-benar biseksual jika respon yang ditunjukkan oleh alat kelaminnya saat menonton pronografi yang hanya menampilkan wanita adalah sama seperti saat menonton pornografi yang hanya menampilkan pria. Terlebih lagi, pernyataan tegas Bailey bahwa "gairah pada pria adalah orientasi" dikritik oleh Fairness and Accuracy in Reporting (FAIR) sebagai sebuah penyederhanaan yang telah mengabaikan kebiasaan dan indentifikasi-diri.[31] Penelitian Bailey juga merekrut responden pria melalui iklan yang muncul pada "majalah-majalah gay" dan sebuah surat kabar alternatif di Chicago, tidak melakukan proses pemeriksaan selain pernyataan responden bahwa diri mereka seorang biseksual supaya bisa diterima sebagai responden serta dibayar.[29] Selain itu, beberapa peneliti berpegang bahwa teknik yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur gairah alat kelamin dinilai terlalu kasar untuk menangkap kekayaan (sensasi, afeksi, dan kekaguman erotis) yang menunjukkan ketertarikan seksual.[29]National Gay and Lesbian Task Force menyebut penelitian dan The New York Times menutupi kecacatan dan bifobia yang ada di dalamnya.[32]
Terdapat pernyataan bahwa penelitian Bailey telah mengalami kesalahan interpretasi dan pelaporan.[33] Tahun 2008, pada sebuah penelitian baru yang menggunakan teknologi sama tetapi berbeda kriteria perekrutan serta stimulan yang digunakan, Bailey berkata bahwa ia menemukan pola gairah alat kelamin biseksual pada pria.[33][34] Tahun 2011, ia dan para peneliti yang lain melaporkan bahwa spesifik pada pria yang memiliki sejarah hubungan romantis dan seksual dengan kedua jenis kelamin, tingkat gairah seksual yang tinggi muncul sebagai respon untuk stimulan pria serta wanita.[35][36] Penulis mencatat bahwa perubahan strategi perekrutan menjadi sebuah perbedaan yang penting, tetapi tidak ada cukup data untuk menetapkan protokol yang dapat memberikan sampel yang cukup mewakili komunitas pria biseksual. Dengan mengutip faktor-faktor tersebut, mereka menyimpulkan, "Pria-pria biseksual dengan pola gairah biseksual benar-benar ada, dan mereka menjadi kesempatan menarik untuk menerangi perkembangan dan ekspresi orientasi seksual pada pria."[36] Sebuah penelitian lebih lanjut menemukan suatu pola gairah seksual yang lebih kuat oada pria-pria biseksual, dibandingkan pria-pria heteroseksual dan homoseksual, tetapi tidak semua pria biseksual yang menampilkan pola gairah seperti itu.[37]
Skala Kinsey digunakan untuk menggambarkan pengalaman atau respon seksual seseorang pada waktu tertentu. Skala ini memiliki range dari 0 (memiliki arti eksklusif heteroseksual) hingga 6 (memiliki arti homoseksual eksklusif).[38] Orang-orang yang memiliki nilai 2 hingga 4 sering kali dianggap biseksual; mereka umumnya tidak benar-benar ekstrem pada yang satu atau yang lain.[39] Pada prinsipnya, orang-orang yang memiliki nilai 1 hingga 5 dapat dianggap biseksual.[40]
Penelitian Alfred Kinsey pada tahun 1948 yang berujudl Kebiasaan Seksual pada Pria menemukan bahwa "46% populasi pria pernah melakukan aktivitas heteroseksual dan homoseksual, atau 'bereaksi pada' orang-orang pada kedua jenis kelamin, selama menjalani kehidupan dewasa mereka".[41] Kinsey sendiri tidak senang pada penggunaan istilah bisexual untuk menggambarkan individu-individu yang melakukan aktivitas seksual dengan pria dan wanita, melainkan menggunakan istilah biseksual dalam pengertian asli dan biologisnya yaitu hermafrodit, menyatakan, "Hingga dapat dibuktikan [bahwa] selera dalam suatu hubungan seksual tergantung pada individu yang memiliki organ pria dan wanita, atau kapasitas fisiologis pria dan wanita pada tubuhnya, sangat disayangkan untuk menyebut individu seperti itu sebagai biseksual."[23][42]
The Janus Report on Sexual Behavior (lit. "Laporan Janus Mengenai Kebiasaan Seksual) yang diterbitkan tahun 1993, menunjukkan bahwa 5 persen pria dan 3 persen wanita menganggap diri mereka biseksual serta 4 persen pria dan 2 persen wanita menganggap diri mereka homoseksual.[43]
Sebuah survei tahun 2002 di Amerika Serikat yang dilakukan oleh National Center for Health Statistics menemukan bahwa 1,8 persen pria dengan usia 18–44 tahun menganggap diri mereka biseksual, 2,3 persen homoseksual, dan 3,9 persen sebagai "lain-lain". Survei yang sama menemukan bahwa 2,8 persen wanita berusia 18–44 tahun menganggap diri mereka biseksual, 1,3 persen homoseksual, dan 3,8 persen sebagai "lain-lain".[43]
Pada tahun 2007, sebuah artikel dalam bagian 'Kesehatan' dari The New York Times menyebutkan bahwa "1,5 persen wanita Amerika dan 1,7 persen pria Amerika mengidentifikasikan diri mereka [sebagai] biseksual."[29] Juga pada tahun 2007, dilaporkan bahwa 14,4% wanita muda Amerika Serikat mengidentifikasikan diri mereka sebagai "tidak benar-benar heteroseksual", dan 5,6% pria mengidentifikasi sebagai gay atau biseksual.[44]
Sebuah penelitian dalam jurnal Psikologi Biologis pada tahun 2011 melaporkan bahwa terdapat pria-pria yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai biseksual dan bergairah baik pada pria maupun wanita.[45]
Berbagai penelitian, teori, dan tanggapan masyarakat
Tidak ada konsensus di antara para ahli mengenai alasan yang tepat mengapa seorang individu mengembangkan orientasi heteroseksual, biseksual, atau homoseksual.[46] Alasan-alasan yang diajukan anatar lain adalah sebuah kombinasi dari faktor-faktor genetika[47][48] dan faktor-faktor lingkungan (termasuk urutan kelahiran, yaitu jika memiliki banyak kakak pria seseorang akan lebih cenderung untuk menjadi homoseksual; pemaparan hormon-hormon spesifik pra-kelahiran, yaitu hormon-hormon berperan dalam menentukan orientasi seksual sebagaimana yang terjadi pada dalam hal diferensiasi jenis kelamin;[49][50] dan stres pra-kelahiran pada ibu[51][52][53]).
American Academy of Pediatrics telah menyatakan bahwa "orientasi seksual mungkin tidak ditentukan oleh satu jenis faktor tetapi oleh kombinasi pengaruh genetika, hormonal, dan lingkungan."[54]American Psychological Association telah menyatakan bahwa "kemungkinan terdapat banyak alasan untuk orientasi seksual seseorang dan alasan-alasan tersebut kemungkinan berbeda untuk orang-orang yang berbeda". Mereka memberikan pernyataan lebih lanjut, untuk kebanyakan orang, orientasi seksual ditentukan pada usia yang masih muda.[55]American Psychiatric Association menyatakan: "Untuk waktunya tidak ada penelitian ilmiah berulang yang mendukung etiologi biologikal spesifik manapun untuk homoseksualitas. Demikian pula, tidak ada psikososial atau dinamika keluarga penyebab homoseksualitas yang spesifik yang telah diidentifikasikan, termasuk sejarah-sejarah kekerasan seksual semasa kanak-kanak."[56] Penelitian pada bagaimana orientasi seksual mungkin ditentukan oleh genetika atau faktor-faktor pra-kelahiran lainnya memainkan peran dalam perdebatan politik dan sosial mengenai homosekdualitas, dan juga meningkatkan rasa takut pada penggambaran genetika dan diagnosa pra-kelahiran.[57]
^Houdenhove, Ellen Van; Gijs, Luk; T'Sjoen, Guy; Enzlin, Paul (April 21, 2014). "Asexuality: A Multidimensional Approach". The Journal of Sex Research. 52 (6): 669–678. doi:10.1080/00224499.2014.898015. ISSN0022-4499. PMID24750031.Parameter |s2cid= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"John William Money, 84, Sexual Identity Researcher, Dies". archive.ph. ...“He was the first scientist to provide a language to describe the psychological dimensions of human sexual identity; no such language had existed before,” -- Dr. Kenneth J. Zucker, psychologist in chief at the Centre for Addiction and Mental Health in Toronto. and "... He was among the first scientists to study the psychological experience of sexual confusion and to grasp possible ways to relieve suffering."
^ abcdeRice, Kim (2009). "Pansexuality". Dalam Marshall Cavendish Corporation. Sex and Society. 2. Marshall Cavendish. hlm. 593. ISBN978-0-7614-7905-5. Diakses tanggal 3 October 2012. Pada beberapa konteks, istilah panseksualitas digunakan bergantian dengan biseksualitas, yang merujuk pada ketertarikan pada individu-individu dari kedua jenis kelamin... Mereka yang dikenali sebagai biseksual merasa bahwa gender, jenis kelamin biologis, dan orientasi seksual tidak menjadi hal yang penting untuk menjalin hubungan yang potensial.
^ abcdeRosario, M., Schrimshaw, E., Hunter, J., & Braun, L. (February 2006). Sexual identity development among lesbian, gay, and bisexual youths: Consistency and change over time. Journal of Sex Research, 43(1), 46–58. Retrieved 4 April 2009.
^"2014 Sexuality Preconference". Fifteenth Annual Meeting of the Society for Personality and Social Psychology - Preconferences. Society for Personality and Social Psychology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-21. Diakses tanggal 21 March 2014.
^Szymanski, Mike. "Moving Closer to the Middle: Kinsey the Movie, and Its Rocky Road to Bisexual Acceptance." Journal of Bisexuality 8.3 (2008): 287-308. Print.
^Elizabeth Landau (23 August 2011). "Bisexual men: Science says they're real". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-17. Diakses tanggal 2011-08-15. ...mengonfirmasikan bahwa pria dengan pola gairah biseksual dan identitas biseksual benar-benar ada...
^Dörner, G.; Geier, T.; Ahrens, L.; Krell, L.; Münx, G.; Sieler, H.; Kittner, E.; Müller, H. (1980). "Prenatal stress as possible aetiogenetic factor of homosexuality in human males". Endokrinologie. 75 (3): 365–368. PMID7428712.
^Dörner, G.; Schenk, B.; Schmiedel, B.; Ahrens, L. (1983). "Stressful events in prenatal life and bi- and homosexual men". Experimental and Clinical Endocrinology. 31: 83–87.
^Ellis, L.; Cole-Harding, S. (2001). "The effects of prenatal stress, and of prenatal alcohol and nicotine exposure, on human sexual orientation". Physiology and Behavior. 74 (1–2): 213–226. doi:10.1016/S0031-9384(01)00564-9. PMID11564471.
^American Psychiatric Association (May 2000). "Gay, Lesbian and Bisexual Issues". Association of Gay and Lesbian Psychiatrics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-03. Diakses tanggal 2014-05-06.
Thomas K. Hubbard. Homosexuality in Greece and Rome, U. of California Press, 2003. ISBN 0-520-23430-8
Herald Patzer. Die Griechische Knabenliebe [Greek Pederasty], Wiesbaden: Franz Steiner Verlag, 1982. In: Sitzungsberichte der Wissenschaftlichen Gesellschaft an der Johann Wolfgang Goethe-Universität Frankfurt am Main, Vol. 19 No. 1.