Hubungan antara biologi dan orientasi seksual adalah sebuah subyek penelitian ilmiah. Faktor penentu tunggal orientasi seksual yang sederhana belum menunjukkan hasil yang dapat disimpulkan secara memuaskan; yang dipastikan, kini genetik tunggal tidak lagi yang bertanggung jawab untuk orientasi seksual. Berbagai studi menunjukkan banyak faktor berbeda — yang terkadang bertentangan — berperan di situ. Para ilmuwan pernah berhipotesis merujuk pada penelitian lama, bahwa kombinasi faktor genetik, kondisi hormon, dan faktor sosial dapat menentukan orientasi seksual seseorang,[1][2] Namun temuan ilmuwan terbaru pada studi besar dari penemuan sebelumnya disimpulkan genetik secara efektif tidak memiliki peran untuk menentukan orientasi seskual seseorang, dan tidak lagi digunakan sebagai faktor orientasi seksual.[3] Teori biologi untuk menjelaskan penyebab orientasi seksual adalah teori yang populer,[1] dan faktor biologi dapat melibatkan kesalingpengaruhan yang rumit. Faktor-faktor tersebut dapat berkaitan dengan perkembangan orientasi seksual seseorang, termasuk diantaranya teori hormon (untuk pendukung teori gen sebelumnya), struktur otak, namun tidak lagi faktor gen. Struktur otak berhubungan dengan pola psikologis atau fungsi mental atau kesehatan jiwa, dengan gangguannya disebabkan ketidakberfungsian ragawi, seperti akibat dari penyakit lain, pewarisan genetis secara turun-temurun, atau ketidakseimbangan dan kerusakan otak,[4] yang dapat di diagnosis dengan psikologi mengenai latar belakang penyebabnya yang multifaktor, diantaranya nature dan nurture — keburukan nurture-lingkungan (seperti kekerasan seksual) di masa kecil, menyebabkan potensi gangguan mental yang muncul faktor trauma, diantaranya gangguan kontrol impuls, gangguan psikosis (delusi dan halusinasi), OCD, dan lain-lain. Serta gejala lebih dari satu yang dapat terjadi bersamaan.[5] Ketidaksesuaian jenis kelamin pada sisi biologi manusia, juga menghilangkan kemampuan normal manusia tersebut untuk berprokreasi.
Penelitian empiris
Studi kembar
Sejumlah penelitian kembar telah mencoba membandingkan peran penting relatif antara genetik dan lingkungan sebagai penentu orientasi seksual. Pada 1991, penelitian oleh Bailey dan Pillard merekrut pasangan saudara kembar dari "publikasi homofil", dan menemukan bahwa 52% laki-laki kembar monozigotik (kembar identik) (MZ) (dari 59 pasang sampel) dan 22% kembar dizigotik (DZ) kedua-duanya cocok sama-sama homoseksual.[6]
Studi besar abad 21
Manusia telah mencoba memahami seksualitas manusia selama berabad-abad - dan para peneliti genetika bergabung dalam keributan di awal 1990-an setelah serangkaian penelitian tentang anak kembar menunjukkan bahwa homoseksualitas terjadi dalam keluarga. Jenis penelitian ini terus berlanjut selama bertahun-tahun, sejauh menunjukkan dengan tepat gen pada kromosom X - Xq28 - sebagai pelakunya. Para ilmuwan telah lama berpikir bahwa gen seseorang sebagian mempengaruhi orientasi seksual mereka. menunjukkan bahwa bagian tertentu dari kromosom X yang disebut wilayah Xq28 dikaitkan dengan orientasi seksual orang-orang yang secara biologis laki-laki.
Pada Agustus 2019, sebuah studi asosiasi genom terhadap 493.001 individu menyimpulkan bahwa ratusan atau ribuan varian genetik mendasari perilaku homoseksual pada kedua jenis kelamin, dengan 5 varian khususnya terkait secara signifikan. Mereka menyatakan bahwa berbeda dengan studi keterkaitan yang menemukan hubungan substansial orientasi seksual dengan varian pada kromosom X, mereka tidak menemukan kelebihan sinyal (dan tidak ada varian signifikan genom individu) pada Xq28 atau sisa kromosom X.[7]
Studi Psikometri
Penelitian mengenai prilaku manusia dibidang seksual menimbulkan hasil diantara orientasi seksual beragam, dominan diantaranya kelompok tidak cocok kelamin biologis yang berbeda; memiliki gangguan impuls saraf abnormal, dan variasi kimiawi dan fungsi otak. Dalam istilah psikologi, gangguan jiwa ini dikenal dengan Gangguan Kontrol Impuls.[8]
^Långström, Niklas; Qazi Rahman; Eva Carlström; Paul Lichtenstein (7 June 2008). "Genetic and Environmental Effects on Same-sex Sexual Behaviour: A Population Study of Twins in Sweden". Archives of Sexual Behavior. Archives of Sexual Behavior. 39 (1): 75–80. doi:10.1007/s10508-008-9386-1. PMID18536986.
^Farreras, I. G. (2020). "History of mental illness". In R. Biswas-Diener & E. Diener (Eds), Noba textbook series: Psychology. Champaign, IL: DEF publishers. Retrieved from http://noba.to/65w3s7ex.
^Bailey JM, Pillard, RC (1991). "A Genetic Study of Male Sexual Orientation". Archives of General Psychiatry. 48 (12): 1089–96. doi:10.1001/archpsyc.1991.01810360053008. PMID1845227.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^* Zietsch, Brendan P.; Neale, Benjamin M.; Perry, John R. B.; Sanders, Alan R.; Martin, Eden R.; Beecham, Gary W.; Harris, Kathleen Mullan; Auton, Adam; Långström, Niklas; Lundström, Sebastian; Lichtenstein, Paul; Team16, Paul; Sathirapongsasuti, J. Fah; Guo, Shengru; Abdellaoui, Abdel; Busch, Alexander S.; Wedow, Robbee; Maier, Robert; Nivard, Michel G.; Verweij, Karin J. H.; Ganna, Andrea (30 August 2019). "Large-scale GWAS reveals insights into the genetic architecture of same-sex sexual behavior". Science (dalam bahasa Inggris). 365 (6456): eaat7693. doi:10.1126/science.aat7693. ISSN0036-8075. PMC7082777. PMID31467194.
"Genetics of Sexual Behavior". Genetics of Sexual Behavior. geneticsexbehavior.info. 28 February 2018. Diakses tanggal 30 August 2019.
McCarty, Linda. "Wearing my identity: a transgender teacher in the classroom." Equity & Excellence in Education 36.2 (June 2003): 170–183. Expanded Academic ASAP. Gale. UC Santa Barbara. 10 December 2007 [2].
Begley, Sharon. "Nature plus nurture." Newsweek 126.n20 (Nov 13, 1995): 72(1). Expanded Academic ASAP. Gale. UC Santa Barbara. 10 December 2007 [3].
Jones, Steve. "Ys and wherefores." New Statesman & Society 6.n256 (June 11, 1993): 30(2). Expanded Academic ASAP. Gale. UC Santa Barbara. 10 December 2007 [4].