Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Pada bulan Mei 2016, Kanada secara resmi menghapus status keberatannya kepada UNDRIP, hampir satu dekade setelah disahkan oleh Majelis Umum. Saat ini, 3 negara penentang lainnya, pada beberapa tingkatan mulai mengubah paradigma mereka sebelumnya. Sementara, sebagaimana Pernyataan Majelis Umum, instrumen ini tidak mengikat secara hukum menurut hukum internasional.[2] Menurut siaran pers PBB, hal itu "mewakili perkembangan dinamis norma hukum internasional dan ini mencerminkan komitmen negara-negara anggota PBB untuk bergerak dalam arah tertentu"; PBB menggambarkannya sebagai "standar penting untuk perlakuan terhadap masyarakat adat yang niscaya akan menjadi alat yang signifikan untuk menghapuskan pelanggaran hak asasi manusia terhadap 370 juta masyarakat adat di dunia dan membantu mereka dalam memerangi diskriminasi dan marginalisasi." UNDRIP mengkodifikasikan "keluhan historis masyarakat adat, tantangan kontemporer dan aspirasi sosial ekonomi, politik dan budaya" dan merupakan "puncak dari upaya sepanjang generasi oleh organisasi masyarakat adat untuk mendapat perhatian internasional, untuk mendapatkan pengakuan atas aspirasi mereka, dan untuk menghasilkan dukungan bagi aspirasi politik mereka."[3] Ketua Penelitian Kanada dan anggota fakultas di Universitas Saskatchewan,[4][5] Ken Coates, berpendapat bahwa UNDRIP beresonansi kuat dengan masyarakat adat, sementara pemerintah nasional belum sepenuhnya memahami dampaknya.[3] Latar belakang
Deklarasi ini dibuat dalam waktu lebih dari 22 tahun. Gagasan berawal saat Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC), tahun 1982, mendirikan Kelompok Kerja dalam Populasi Penduduk Asli (WGIP) sebagai hasil penelitian Special Rapporteur PBB José R. Martínez Cobo dalam masalah diskriminasi yang dihadapi penduduk asli. Kelompok kerja ini ditugasi untuk mengembangkan standar hak asasi manusia yang akan melindungi para penduduk adat, dan pada 1985 mulai menyusun Deklarasi tentang Hak-Hak Penduduk Asli. Naskah tersebut selesai pada tahun 1993, dan selanjutnya diajukan kepada Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kelompok Minoritas, yang menerimanya pada tahun berikutnya. Draft Deklarasi ini kemudian dirujuk kepada Komisi Hak Asasi Manusia PBB, yang kemudian mendirikan kelompok kerja lain untuk memeriksa isinya. Dalam tahun-tahun berikutnya kelompok kerja ini bertemu sebanyak 11 kali untuk memeriksa dan mempercocok Draft Deklarasi ini dan ketentuan-ketentuannya. Perkembangan berjalan dengan lambat karena kekhawatiran negara-negara tertentu soal beberapa ketentuan umum dalam deklarasi ini, misalnya hak penduduk adat untuk menentukan nasibnya sendiri, dan mengendalikan sumber daya alam yang berada di tanah adat mereka.[6] Versi terakhir dari deklarasi ini akhirnya disetujui pada 29 Juni 2006 oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB (pengganti Komisi Hak Asasi Manusia), dimana dari 47 negara anggota, 30 setuju, 2 menolak, 12 abstain, 3 absen.[7] TujuanDeklarasi ini menetapkan hak individu dan kolektif masyarakat adat, serta hak mereka atas budaya, identitas, bahasa, pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan masalah lainnya. Deklarasi "menekankan hak-hak masyarakat adat untuk memelihara dan memperkuat institusi, budaya dan tradisi mereka sendiri, dan untuk mengejar perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri."[8] Deklarasi juga "melarang diskriminasi terhadap masyarakat adat", dan "mempromosikan partisipasi penuh dan efektif mereka dalam semua hal yang menyangkut kehidupan mereka dan hak mereka untuk tetap berbeda dan untuk mengejar visi mereka sendiri dalam pembangunan ekonomi dan sosial".[8][9] Tujuan Deklarasi ini adalah untuk mendorong negara-negara untuk bekerja sama dengan masyarakat adat dalam memecahkan masalah global, seperti pembangunan, demokrasi multikultural dan desentralisasi.[10] Menurut Pasal 31, ada penekanan utama bahwa masyarakat adat dapat melindungi warisan budaya dan aspek-aspek budaya dan tradisi mereka lainnya, yang sangat penting dalam melestarikan warisan mereka. Penjelasan dari Deklarasi ini telah direkomendasikan oleh Deklarasi dan Program Aksi Wina.[11] IsiDeklarasi ini disusun sebagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan 23 klausa pembukaan dan 46 pasal.
KetentuanPembukaan dan Pasal 2 Deklarasi menetapkan bahwa "masyarakat adat setara dengan semua orang lain," menjamin hak eksistensi, hidup bebas dari diskriminasi, dan memberi hak kepada mereka sebagai masyarakat untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan hukum internasional.[13]
Catatan
Referensi
Pranala luarLihat pula |