Daerah Operasi dan Divisi Regional Kereta Api Indonesia
Kereta Api Indonesia (KAI) dibagi menjadi satu wilayah usaha dan empat divisi regional (Divre). Satu wilayah usaha ini berlokasi di Jawa dan Sulawesi (Wilayah Usaha Jawa) dengan dibagi menjadi sembilan daerah operasi (Daop/Daops). Selain pembagian tersebut, KAI juga memiliki satu divisi terpisah bernama Divisi LRT Jabodebek; sebelumnya, KAI juga memiliki satu divisi di Jawa, Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek, yang kelak dipisahkan menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), kini bernama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter, serta sebuah dinas penunjang bernama Dinas Pelayaran.
Pada saat awal berdirinya, Staatsspoorwegen (SS) membagi wilayah kerjanya menjadi dua, yaitu Westerlijnen (lintas barat) dan Oosterlijnen (lintas timur). Divisi Oosterlijnen melayani jalur kereta api yang berlokasi di sebelah timur jalur kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) lintas Samarang–Vorstenlanden ke arah timur, sedangkan Westerlijnen di sebelah barat jalur NIS tersebut, kecuali lintas Batavia–Buitenzorg. Per 1884, panjang jalur kereta api SS telah mencapai 575,212 km, dengan perincian Westerlijnen 433,998 km dan Oosterlijnen 141,214 km.[1]
Pada tahun 1888, Eksploitasi Oosterlijnen dipecah menjadi 4 afdeeling, dan Westerlijnen belum dipecah. Keempat afdeeling berada di bawah Kepala Eksploitasi Oosterlijnen yang langsung bertanggung jawab kepada Direktur Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda (Department van Burgerlijke Openbare Werken, BOW). Tahun 1906, seluruh kepala eksploitasi Jawa berada di bawah Hoofdinspecteur (Kepala Jawatan) yang bertanggung jawab kepada Direktur BOW. Pada tahun 1917, SS membentuk 7 inspeksi ditambah Divisi Trem dan Bus di Jawa.[2]
Pada saat Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) dibentuk, pada 2 Januari 1946 dilakukan pembagian eksploitasi menjadi tiga untuk Jawa: Eksploitasi Jawa Barat (EBt), Jawa Tengah (ETh), dan Jawa Timur (ETr).[3] Di bawah eksploitasi Jawa, terdapat 11 inspeksi dengan kedudukannya masing-masing:
Pada Juli 1989, PJKA membubarkan tiga eksploitasi tersebut, serta membentuk Wilayah Usaha (Wilu) Jawa yang berkedudukan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Di bawah wilayah usaha ini terbagi menjadi sembilan Daop yang kedudukannya masing-masing terletak di Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, dan Jember.[4] Karena tugas Wilu Jawa sering overlap dengan Kantor Pusat Perumka di Bandung, pada tahun 1998, Wilu Jawa resmi dihapus sehingga saat berubah menjadi persero, PT KAI langsung membawahi kesembilan Daop tersebut.[5]
Pembagian di Sumatra
Setelah DKARI dibentuk, DKARI juga membagi eksploitasi di Sumatra menjadi tiga untuk Sumatra: Eksploitasi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan, untuk mengambil alih jalur kereta api Atjeh Tram, DSM, SSS, dan ZSS.[3] Mengingat pemberitaan mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikirimkan lebih lambat di Sumatra, maka pengambilalihan jalur kereta api dari Rikuyu Sokyoku ke tangan Indonesia lebih lambat daripada di Jawa.[6]
Di Sumatera Selatan, pengambilalihan jalur kereta api diikuti oleh seluruh pegawai kereta api di sana; dipimpin oleh Sudarmadi, berjalan mulus. Pada 1 Oktober 1945, kantor-kantor eks-ZSS diambil alih oleh pegawai bangsa Indonesia. Adnan Kapau Gani, yang saat itu menjadi Gubernur pertama Sumatera Selatan, mengangkat Sudarmadi sebagai Pimpinan Jawatan Kereta Api Sumatera Selatan, dan Pramono sebagai Kepala Eksploitasi Sumatera Selatan.[7]
Di Sumatera Barat, pengambilalihan jalur kereta api diikuti oleh Angkatan Moeda Kereta Api Repoeblik Indonesia di bawah pimpinan Sidi Bakarudin. Pengambilalihan perkeretaapian di Sumatera Barat, berjalan mulus. Bakarudin menyampaikan, pengambilalihan itu banyak diikuti pegawai yang berusia muda, dan diangkatlah Marah Badaruddin sebagai Kepala Djawatan Kereta Api Republik Indonesia Sumatera Barat. Kala itu, Stasiun Bukittinggi beserta kantor-kantor di dekatnya dijadikan sebagai markas Kempeitai. Kepala Stasiun Bukittinggi, yang saat itu dijabat oleh orang Jepang, melarang pengibaran bendera Merah Putih di depan area stasiun. Namun, para pegawai Indonesia bertindak nekat; menyebabkan tarik ulur dan naik turun beberapa kali. Bahkan seorang pegawai Indonesia terpaksa menyimpul mati tali pengerek bendera agar tak bisa diturunkan. Tiba-tiba, orang Jepang memaksa untuk memanjat tiang bendera itu, tetapi ia terjatuh dari tengah tiang.[8]
Upaya pengambilalihan kereta api di Sumatera Utara lebih lambat daripada Sumatera Selatan maupun Barat; karena jalur-jalurnya sendiri merupakan milik swasta (Deli Spoorweg Maatschappij). Yang pertama, terjadi pada 3 Oktober 1945 di bawah pimpinan Ajit dan Mohammad Irun; dengan mengambil alih peralatan administrasi (stempel tanda tangan keuangan).[9] DSM diketahui memilih untuk tidak beraliansi dengan Staatsspoorwegen/Vereenigd Spoorwegbedrijf (SS/VS), dan masih eksis beroperasi. Pengambilalihan penuh untuk kedua kalinya, terjadi pada 10 Februari 1958 dengan sebuah upacara kecil terima yang dilakukan oleh Komisaris DSM saat itu, A. Blankert kepada Mr. Masri; dengan memberi nama eksploitasi menjadi Eksploitasi VII dan Ex-DSM.[10] Setelah masa PNKA, dua eksploitasi DKA kemudian direstrukturisasi menjadi Eksploitasi Sumatera Utara.[11]
Kata "Eksploitasi" masih dipakai hingga era Perumka, sebelum akhirnya peristilahan tersebut diganti menjadi "Divisi Regional" di awal-awal PT Kereta Api (Persero).[butuh rujukan]
Daftar
Daerah Operasi
Meski saat ini KAI menggunakan angka arab untuk memberi nomor Daerah Operasi, Direktorat Jenderal Perkeretaapian mempertahankan penomoran Daerah Operasi menggunakan angka Romawi seperti pada tahun 1990-an hingga 2000-an awal.[12] Saat ini, terdapat sembilan Daerah Operasi yang mengoperasikan kereta api di Jawa dan Sulawesi. Kesembilan Daerah Operasi tersebut adalah:
Kabupaten/kota yang ditulis miring berarti tidak ada operasi kereta api di wilayah tersebut dan hanya pengusahaan aset oleh daerah operasi.
Kelompok stasiun hanya merujuk pada pengelompokkan stasiun utama yang berada di kota besar.
Divisi Regional
Di bawah ini daftar Divisi Regional (Divre) perkeretaapian di Indonesia. Saat ini ada empat Divisi Regional di Sumatra. Penulisan nomor Divisi Regional sama halnya dengan penulisan nomor Daerah Operasi di Jawa. Keempat Divisi Regional tersebut adalah:
Reitsma, S.A.; de Hoog, F.H. (1925). Boekoe Peringatan dari Staatsspoor- en Tramwegen di Hindia-Belanda. Diterjemahkan oleh Soemarta, Haria W. Weltevreden: Topografische Inrichting.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Tim Telaga Bakti Nusantara; Asosiasi Perkeretaapian Indonesia (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia. Bandung: Angkasa. ISBN979665170X.Parameter |vol= yang tidak diketahui mengabaikan (|volume= yang disarankan) (bantuan)