Ditemukannya Prasasti Sanghyang Tapak di daerah Cibadak menjelaskan bahwa kawasan sekitar Kabupaten Sukabumi saat ini setidaknya sudah dihuni oleh manusia sejak abad ke-9 M, dimana isi prasasti tersebut menyebutkan larangan dari penguasa Kerajaan Sunda kepada penduduk setempat untuk menangkap ikan.[6] Terdapat juga peninggalan sejarah lainnya yaitu Prasasti Pasir Datar yang ditemukan di Cicantayan namun tulisan prasasti tersebut belum diterjemahkan sehingga isinya belum diketahui.
Pembentukan
Pada awalnya daerah Kabupaten Sukabumi saat ini ada dibawah Kabupaten Cianjur pada masa Pemerintahan kolonial Hindia Belanda, yang merupakan bagian dari Karesidenan Priangan (Residentie Preanger Regentschappen). Pada tahun 1776 Bupati Cianjur keenam Raden Noh Wiratanudatar VI membentuk sebuah kepatihan bernama Kepatihan Tjikole yang terdiri dari beberapa distrik yaitu distrik Goenoengparang, distrik Tjimahi, distrik Tjiheulang, distrik Tjitjoeroeg, distrik Djampangtengah, dan distrik Djampangkoelon dengan pusat pemerintahan di Tjikole (sekarang bagian dari Kota Sukabumi).
Pada tanggal 13 Januari 1815, Kepatihan Tjikole berganti nama menjadi Kepatihan Soekaboemi. Nama Soekabumi diusulkan oleh Dr.Andries de Wilde, seorang dokter bedah pemilik perkebunan teh yang mempunyai usaha perkebunan kopi dan teh di daerah Soekaboemi. Asal nama "Sokaboemi" berasal dari Bahasa Sanskertasoeka, "kesenangan, kebahagiaan, kesukaan" dan bhoemi, "bumi, tanah". Jadi "Soekabumi" memiliki arti "tanah yang disukai".
Dari Kepatihan menjadi Kabupaten
Kabupaten Sukabumi sendiri mulai berdiri sejak ditetapkan berdasarkan Besluit (keputusan) Gubernur Jenderal Dirk Fock tertanggal 25 April 1921 no. 71 di mana dijelaskan status baru Soekaboemi sebagai Kabupaten (Regentschap) tersendiri yang terpisah dari Kabupaten Tjianjoer. Keputusan ini dikuatkan oleh peraturan yang tertera dalam Staatsblad (Berita negara) Hindia Belanda tahun 1921 no. 256 dimana penetapan status tersebut mulai berlaku sejak 1 Juni 1921.[7] Bupati pertamanya adalah R. A. A. Soerianatabrata, Patih terakhir dari Kepatihan Soekaboemi.[8][9] Pada tahun 1923, diputuskan bahwa Karesidenan Priangan dimekarkan menjadi tiga bagian yaitu West Preanger (Priangan Barat) berpusat di Soekaboemi, Midden Preanger (Priangan Tengah) berpusat di Bandoeng dan Oost Preanger (Priangan Timur) berpusat di Tasikmalaja, dimana pemerakan ini mulai berlaku pada tahun 1925.[10][11] R. A. A. Soerianatabrata sendiri memerintah sampai tahun 1930.[12]
Bupati kedua Kabupaten Soekabumi adalah R. A. A. Soeriadanoeningrat yang memerintah sampai masa pendudukan Jepang. Terjadi perombakan pembagian administratif di wilayah Jawa Barat pada masa pemerintahannya. Dibentuk 5 Karesidenan baru di Jawa Barat, yaitu Residentie Bantam (Karesidenan Banten), Residentie Batavia (Karesidenan Batavia), Residentie Boeitenzorg (Karesidenan Boeitenzorg/Bogor), Residentie Tjirebon (Karesidenan Tjirebon) dan Residentie Preanger Regentschappen (Karesidenan Kabupaten-Kabupaten Priangan). Kabupaten Soekaboemi yang sebelumnya merupakan bagian dari Karesidenan Priangan Barat untuk selanjutnya dimasukkan sebagai bagian dari Karesidenan Boeitenzorg, karena itu wilayah Kabupaten dan Kota Sukabumi saat ini memiliki plat nomor kendaraan F.[13]
Masa penjajahan Jepang
Setelah Jepang menaklukkan Hindia Belanda pada 8 Maret 1942, dikeluarkanlah UU no. 27 tahun 1942 tentang perubahan Tata Pemerintahan Daerah pada tanggal 5 Agustus 1942. Karesidenan (Residentie Preanger Regentschappen) berganti nama menjadi Syukocan dan kepala daerahnya disebut Syukocanco. Kabupaten (Afdeling) berganti nama menjadi Ken dan kepala daerahnya disebut Kenco. Kenco pertama Soekaboemi masih R. A. A. Soeriadanoeningrat. R. A. A. Soeriadanoeningrat sendiri wafat pada tahun 1942 dan digantikan oleh R. Tirta Soeyatna sebagai Kenco kedua.
Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dilaksanakan pertemuan Musyawarah oleh tokoh-tokoh seperti Mr. R. Syamsoedin, Mr. Haroen dan Dr. Aboe Hanifah yang menyepakati akan mengirimkan delegasi ke Karesidenan Boeitenzorg untuk mendesak pelaksanaan serah terima kekuasaan dari Jepang ke Indonesia. Apabila gagal, disepakati juga akan diadakannya aksi massa pada tanggal 1 Oktober 1945 yang terdiri dari Badan Keamanan Rakyat, Kepolisian, KNID, Alim Ulama dan Utusan daerah.
Setelah diumumkan pada tanggal 1 Oktober 1945 di mana perundingan di Boeitenzorg mengalami kegagalan, massa pun hari ini juga melakukan aksi mengurung kantor Kempetai untuk membebaskan seluruh tahanan politik dan menyita seluruh persenjataan didalamnya. Di Lapangan Victoria (Sekarang Lapangan Merdeka Kota Sukabumi) bendera Jepang diturunkan dan diganti dengan bendera Merah Putih secara resmi. Kantor-kantor pemerintahan pendudukan Jepang juga direbut pada hari itu juga. Hanya dalam beberapa hari seluruh Kabupaten Sukabumi telah dapat dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Terjadi penggantian besar-besaran para pejabat Kewedanaan dan Kecamatan yang tidak pro-kemerdekaan dengan tokoh-tokoh yang pro-kemerdekaan.
Setelah berada dibawah kendali Pemerintahan Republik Indonesia, pada akhir 1945 Mr. Haroen diangkat sebagai Bupati Sukabumi pertama paska-kemerdekaan, sedangkan Mr. R. Syamsoedin diangkat menjadi Wali Kota Kota Sukabumi. Istilah-istilah administratif pemerintahan Jepang sendiri diganti dengan Istilah Indonesia, seperti Ken yang diubah menjadi Kabupaten. Tanggal 1 Oktober pun ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Sukabumi.
Dengan luas wilayah 4.128km², Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas di Jawa. 40% tanah yang ada di Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan lautan dan 60% tanah yang ada di Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan kabupaten lain. Pada tahun 1993,[menurut siapa?] Tata Guna Tanah[sumber mendukung?] di wilayah ini terbagi sebagai berikut:
Pekarangan/perkampungan 18.814 hektar (4,48%),
Sawah 62.083 hektar (14,78%)
Tegalan 103.443 hektar (24,63%)
perkebunan 95.378 hektar (22,71%)
Danau/Kolam 1.486 hektar (0,35%)
Hutan 135.004 hektar (32,15 %)
dan penggunaan lainnya 3.762 hektar (0,90 %).
Beberapa puncak gunung terdapat di bagian utara, di antaranya:
Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 kecamatan, 5 kelurahan, dan 381 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 2.523.992 jiwa dengan luas wilayah 4.145,70 km² dan sebaran penduduk 609 jiwa/km².[17][18]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Sukabumi, adalah sebagai berikut:
Lambang Perisai: Menggambarkan perlindungan Pemerintah Daerah terhadap penduduk dan semua kekayaan alam di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Warna Hitam: Berarti kekal dan abadi.
Warna kuning: Berarti keadaan yang gilang gemilang.
Gambar Punggung Penyu dan Sayap Walet: Menggambarkan sumber daya alam yang sangat potensial, dan warna HIJAU pada kotak punggung penyu melambangkan kehidupan yang tenteram, subur, dan makmur.
Gambar Kujang melambangkan: Pusaka Kerajaan Pajajaran yang dahulu kala berkuasa di bumi Jawa Barat, termasuk Kabupaten Sukabumi.
Kata "Gemah Ripah Loh Jinawi": Adalah MOTTO yang mengandung makna Subur Makmur Wibawa Mukti.
Jembatan Situ Gunung di Kecamatan Kadudampit yang merupakan jembatan gantung terpanjang di Asia Tenggara.[20] Jembatan ini memiliki panjang 243 meter dengan lebar 1,2 meter dan berada 107 meter dari dasar tanah.
Pemandian Air Panas Palabuhanratu, terletak 17 km barat daya Kota Palabuhanratu. Tempat ini terdapat sungai dengan mata air panas dengan letupan vulkanis. Di dekatnya terdapat air terjun dan perkebunan karet.
Pantai Karang Hawu terletak di Kota Palabuhanratu, lokasinya kira-kira 20 km dari pusat Kota Palabuhanratu. Pantai ini terdapat karang dengan beberapa lubang pada seperti tungku, yang disebut hawu oleh orang setempat. Di pantai ini dapat dilakukan olahraga selancar air.
Pendakian Gunung Gede atau Gunung Pangrango di Taman Nasional Gede Pangrango di utara Kota Sukabumi. Dapat ditemui berbagai jenis ragam tumbuhan serta Bunga Edelweis yang abadi di puncak. Petualangan menantang lainnya adalah arung jeram di Sungai Cicatih atau di Sungai Citarik, yang berada 30 km sebelah selatan Kota Sukabumi
Wisata Situ Batukarut, Pasirhalang, Sukaraja yang merupakan sumber air PDAM Kab/kota Sukabumi berada 5 km dari Kota Sukabumi
^Staatsblad van Nederlandsch Indië (dalam bahasa Belanda). Ter Drukkerij van A. D. Schinkel. 1921-01-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-05. Diakses tanggal 2017-05-03.
^Saptariani, Nani (2008). Menepis kabut halimun: rangkaian bunga rampai pengelolaan sumberdaya alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 15. ISBN9789794616628.