Purwakarta berasal dari suku kata "purwa" yang artinya permulaan dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Pemberian nama Purwakarta dilakukan setelah kepindahan ibu kota Kabupaten Purwakarta dari Wanayasa ke Sindang Kasih pada tahun 1834. Peristiwa kepindahan ibu kota kabupaten ini setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Juli dengan melakukan napak tilas tengah malam dari Wanayasa ke Sindang Kasih.[butuh rujukan]
Sejarah
Masa Kerajaan Islam
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 SultanMataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.[butuh rujukan]
Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda:"Karawaan").
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (bupati) di Karawang pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Raden Adipati Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris.[butuh rujukan]
Masa pemerintahan kolonial Belanda
Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur JendralVan Der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu kota kabupaten di Wanayasa.[butuh rujukan]
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Keresidenan, Pendopo, Masjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya.
Masa setelah Kemerdekaan
Kabupaten Karawang dengan ibu kota Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Kabupaten Purwakarta berada pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.
Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi jumlah penduduk tahun 2009) dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,28% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 425.129 jiwa.
Topografi
Berdasarkan data BPS Kab. Purwakarta,[6] wilayah Kab. Purwakarta berdasarkan relief buminya dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Wilayah Pegunungan. Wilayah ini terletak di tenggara dengan ketinggian 1.100 sd 2.036 M DPL, meliputi 29,73% dari total luas wilayah.
Wilayah Perbukitan dan Danau. Wilayah ini terletak di barat laut dengan ketinggian 500 sd 1.000 M DPL, meliputi 33,8% dari total luas wilayah.
Wilayah Daratan. Wilayah ini terletak di utara dengan ketinggian 35 sd 499 M DPL, meliputi 36,47% dari total luas wilayah.
Geologi dan hidrologi
Kondisi geologi daerah Purwakarta terdiri dari batuan sedimen klastik, berupa batu gamping (kapur), batu lempung, batu pasir dan batuan vulkanik seperti tuf, breksi vulkanik, batuan beku terobosan, batu lempung napalan, konglomerat dan napal. Untuk jenis batuan beku terobosan meliputi andesit, diorite, vetrofir, basal dan gabro. Batuan ini umumnya bertebaran di bagian barat daya wilayah Kabupaten Purwakarta. Jenis Batuan napal atau batu pasir kuarsam merupakan batuan yang tertua di wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebarannya terdapat di tepi Bendungan Jatiluhur (Bendungan Ir. H Djuanda).[butuh rujukan]
Sedangkan batu lempung yang usianya lebih muda (miosen) tersebar di sekitar wilayah barat laut dan bagian timur Kabupaten Purwakarta berikut endapan bekas gunung api tua yang berasal dari gunung Burangrang dan Gunung Sunda, yaitu berupa tuf, lava andesit basalitis, breksi vulkanik dan lahar. Pada bagian permukaan batuan itu terdapat endapan hasil erupsi gunung api muda yang meliputi batu pasir, lahar, lapili, breksi lava basal, aglomerat tufan, pasir tufa, lapili dan laca scoria.
Berdasarkan kondisi dan jenis batuan di atas, maka di wilayah Kabupaten Purwakarta terdapat kandungan geologi berupa batu kali batu andesit, batu gamping (kapur), tanah lempung, pasir, pasir kuarsa, pasir batu (sirtu), tras, fosfat, barit dan batu gips. Sebagian besar jenis tanah adalah tanah latosol dan sebagian kecil adalah tanah aluvial, andosol, grumosol, litosol, podsolik dan regosol. Berdasarkan potensi yang dipaparkan di atas telah mendorong munculnya kegiatan pertambangan di Kabupaten Purwakarta.
Purwakarta berada pada cekungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan kemiringan 0-40% dan DAS Cilamaya. Hal itu sangat berpengaruh pada hidrologi dan sistem drainase daerah Purwakarta. Pada cekungan itu dibangun Bendungan Ir. H. Djuanda di Jatiluhur (7.757 ha.) dan Cirata (1.182 ha.), yang berfungsi sebagai "flow control", irigasi, pembangkit tenaga listrik, juga sebagai sumber air minum DKI Jakarta. Luas kedua bendungan tersebut setara dengan 9,19% luas wilayah Kabupaten Purwakarta. Pembanguan bendungan tersebut dimungkinkan oleh keberadaan sejumlah sungai.
Berdasarkan Basis Data Lingkungan Hidup, sungai-sungai di Kabupaten Purwakarta adalah (1) Sungai Cilamaya yang merupakan Induk Sungai (orde 1 di DAS) dengan panjang 62 Km, lebar rata-rata 30 m, dan debit air 366 m3/detik. Sungai Cilamaya ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu antara lain: Sungai Ciracas, Sungai Cijambe, Sungai Cisaat, Sungai Cibongas, Sungai Cilandak, dll. (2) Sungai Cikao, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang sungai 45 Km, lebar 40 m. Sungai Cikao terdiri dari beberap[a sungai orde 2 DAS, yaitu antara lain: Sungai Cigintung, Sungai Cigadung, Sungai Cikembang, Sungai Cicadas, Sungai Cigajah, Sungai Cisitu, Sungai Cibingbin, Sungai Cigorogoy, Sungai Ciledug, Sungai Citajur, Sungai Cigalugur, Sungai Cinangka, dll. (3) Sungai Cilangkap, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 16 Km, lebar 4 m. Sungai ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu Sungai Cioray dan Sungai Cijalu. (4) Sungai Ciampel yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang 14 Km dan lebar sungai 4 m. Sungai Ciampel ini mempunayi orde 2 di DAS, yaitu Sungai Cikapuk, Sungai Sumurbeunying, Sungai Cilabuh, Sungai Ciwaru dan Sungai Cikantong.[butuh rujukan]
Iklim
Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22 °C–28 °C dan zona dengan suhu berkisar 17 °C–26 °C.
Kabupaten Purwakarta memiliki 17 kecamatan, 9 kelurahan dan 183 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 912.708 jiwa dengan luas wilayah 825,74 km² dan sebaran penduduk 1.105 jiwa/km².[11][12]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Purwakarta, adalah sebagai berikut:
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta ditambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabupaten Purwakarta memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Saat itu, Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan.[14] tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.
Berdasarkan perkembangan selanjutnya, pada tahun 1989, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasti Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.
Demografi
Seperti pada umumnya masyarakat yang berdomisili di bagian tengah Jawa Barat, pola kehidupan masyarakat Kabupaten Purwakarta didominasi oleh kultur budaya Sunda. Sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat Purwakarta banyak dipengaruhi oleh budaya asing. Namun demikian, budaya masyarakat pada dasarnya tetap bernuansa budaya Sunda dan nilai-nilai agama, terutama agama Islam. Mayoritas penduduk Kabupaten Purwakarta adalah pemeluk Islam.
Suku bangsa
Penduduk kabupaten Purwakarta didominasi oleh suku Sunda. Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Sunda di kabupaten Purwakarta sebanyak 639.900 jiwa atau 96,50 % dari total penduduk 699.443 jiwa. Sementara penduduk dari suku lainnya sebagian besar adalah orang Jawa, diikuti orang Betawi, kemudian Batak, Minangkabau, Cirebon, Tionghoa dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Purwakarta berdasarkan suku bangsa menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000;[15]
Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha. yang terletak ±9 km dari kota Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik seperti: dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawanremaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga ahli.
Waduk Cirata, dengan luas 62 km² berada pada ketinggian 223mdpl dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra IndustriKeramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600mdpl dengan luas 7ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang.
Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas.
Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ±3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750mdpl.
Badega Gunung Parang adalah objek wisata alam yang menyediakan sarana untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada ketinggian 983mdpl.
Gua Jepang berlokasi ±28 km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian sekitar 700mdpl, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkih, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat persembunyian.
Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong ±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650mdpl dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
Wisata via Ferrata Wisata panjat tebing dengan menaiki tangga besi yang dilengkapi alat pengaman khusus bernama lanyard double system, dengan adanya teknik mendaki seperti via Ferrata ini memungkinkan semua orang dapat memanjat Tebing parang tanpa mempunyai kemampuan khusus, Berada di Tebing Parang, Pasanggrahan, Bojong, Purwakarta.
Desa Wisata Sajuta Batu, terletak di Pasanggrahan, Tegalwaru, Purwakarta, salah satu tujuan wisata alam di Purwakarta, dengan suasana khas pedesaan Purwakarta. terdapat berbagai jenis objek wisata tersedia, antaralain, wisata rekreasi dengan jelajah desa dan kampung dengan suguhan panorama alam yang masih asli, wisata mancing, wisata ziarah dan trekking, panjat tebing di Gunung Parang (Gunung batu andesit terbesar di Indonesia) dan menelusuri cerita rakyat Jonggrang Kalapitung di Gunung Bongkok, menelusuri Gua Bolong Gunung Parang serta terdapat sarana bumi perkemahan dan area off road di Gunung Salasih.
Wisata budaya
Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati Purwakarta.
Gedung Keresidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan K.K. Singawinata.
Masjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Masjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan antara lain gerabah, terakota dan porselen.
Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri.
MakamRA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal tahun 1827, dia merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa.
Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal pada tahun 1856 terletak di belakang Masjid Agung Purwakarta. Dia adalah merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum (Paimbaran Masjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
Makam Mama Sempur adalah makam Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri Makam keramat Sempur adalah Makam Mama Sempur, Dia adalah seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered, 14 km dari kota Purwakarta.
Makam Mama Sindangpanon adalah makam K.H. Zain As-Syu'ari atau sering di sebut Mama Sindangpanon, berlokasi di Desa Sindangpanon Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta.
Wisata buatan
Taman Sri Baduga, yang dikenal juga dengan sebutan Situ Buleud, adalah sebuah danau buatan seluas 4 hektar yang berbentuk bulat dan terletak di tengah Kota Purwakarta. Situ Buleud merupakan salah satu landmark ikonik Purwakarta. Menurut cerita, pada zaman dahulu, Situ Buleud digunakan sebagai tempat "pangguyangan" (mandi atau berendam) badak. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, danau ini diubah fungsinya menjadi tempat peristirahatan. Saat ini Air mancur Taman Sri Baduga, yang menjadi ikon baru Purwakarta, disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Air Mancur Wings of Time yang berada di Singapura. Air mancur ini diklaim sebagai air mancur terbesar di Indonesia, dengan aliran air yang menghubungkan bagian utara hingga selatan taman. Di tengah danau, terdapat empat patung harimau dan satu patung Sri Baduga Maharaja, yang menambah keindahan dan keunikan Taman Sri Baduga.
Yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, banyak juga terdapat rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng, ayam bakar (bakakak), lengkap dengan sambal dadakan.
Soto ini dinamakan Soto Sadang, karena memang lokasi awalnya terletak di Sadang, Purwakarta. Tepatnya di persimpangan jalan raya menuju Jakarta dengan rel kereta api. Tapi semenjak dibangunnya jalan layang, rumah makan ini pindah ke arah kota Purwakarta, yaitu di Jalan Veteran.
Oleh-oleh
Simping. Makanan ini bentuknya berupa lembaran pipih, bundar tipis, biasanya berwarna putih, dan rasanya gurih. Terbuat dari tepung beras yang diberi beberapa bumbu.
Browyeum (Brownies Peuyeum). Oleh-oleh ini adalah hasil inovasi dari peuyeum bendul yang di padukan dengan brownies, sehingga menghasilkan cita rasa yang khas, dan dapat diperoleh di Perum Bukit Panorama Indah, belakang Polres Kab. Purwakarta.
Terminal Bayangan Cikopo merupakan salah satu terminal bayangan yang ada di Purwakarta yang dekat dengan Exit Tol Cikampek. Terminal ini bermula di sadang, tepatnya di perempatan lalu lintas sadang yang terintegrasi dengan Exit Tol Sadang. Sejak dibangunnya Mall Sadang Terminal Square (STS), seluruh angkutan moda berpindah dekat dengan Exit Tol Cikampek.
Terminal Sadang
Terminal Sadang merupakan terminal terpenting yang berada di Purwakarta, bahkan sebelum adanya Tol Sadang dan Tol Cipularang. Terminal sadang ini lokasi sangat strategis serta berada tidak jauh dengan pusat kota dan Stasiun Sadang. Sejak didirikannya Mall Sadang Terminal Square (STS) pada 14 Oktober 2005[16] dan beroperasinya Tol Sadang[17], terminal sadang ini tidak beroperasi kembali dan angkutan moda berpindah ke Exit Tol Cikampek yang berada di Desa Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta
Terminal Simpang (Aktif)
Terminal Simpang merupakan terminal penumpang tipe C dan merupakan terminal khusus angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan. Berada di Komplek Pasar Simpang
Angkutan Umum
Di Kabupaten Purwakarta untuk sarana angkutan umum dilayani oleh angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan. Berikut adalah daftar trayek angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan di Kabupaten Purwakarta:
Cilangkap - Jl. Taman Pahlawan - Jl. Sudirman - Jl. KK Singawinata - Jl. Kapten Halim - Simpang - Jl. Kapten Halim - Jl. Basuki Rahmat - Jl. Jend. Ahmad Yani - Jl. Ibrahim Singadilaga - Pasar Leuwi Panjang - Jl. Kolam Renang - Jl. Taman Pahlawan - Cilangkap
Ciganea - Kembang Kuning - Babakan Cikao (Pertigaan Indorama dan Jatiluhur)
11
Ciganea - Jatiluhur
Merah - Hitam
Kesehatan
Purwakarta merupakan salah satu daerah yang rawan terjangkit wabah demam berdarah dengue.[butuh rujukan] Catatan Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa, di tahun 2022, terdapat 73 kasus DBD di bulan Januari,[18] 23 kasus di bulan Maret,[19] 35 kasus di bulan April,[19] 51 kasus di bulan Mei,[19] dan 12 kasus di bulan Agustus.[18]