Ogan Ilir berada di jalur lintas timur Sumatra dan pusat pemerintahannya terletak sekitar 35 km dari Kota Palembang. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir. Landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 37 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dan Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan yang disahkan pada 18 Desember 2003.[5]
Geografi
Secara geografis, istilah Ogan Ilir dikaitkan dengan keberadaan wilayahnya yang terletak di bagian hilir Sungai Ogan. Sungai Ogan merupakan satu dari sembilan sungai besar di wilayah Provinsi Sumatera Selatan atau disebut Batanghari Sembilan, yaitu: 1) Sungai Ogan; 2) Sungai Komering; 3) Sungai Lematang; 4) Sungai Kelingi; 5) Sungai Lakitan; 6) Sungai Rawas; 7) Sungai Rupit; 8) Sungai Batang Hari Leko; dan 9) sungai terbesar Sungai Musi.
Dari sudut pandang politik, Ogan Ilir sudah digunakan Pemerintahan KolonialBelanda untuk menyebut salah satu wilayah geografi dan administrasi yang berada dalam kekuasaan mereka. Dalam Regeering Almanak yang diterbitkan Belanda pada 1870, Ogan Ilir dan Belida merupakan zona ekonomi afdeeling yang langsung berada di bawah Keresidenan Palembang. Pada waktu itu, Keresidenan Palembang memiliki 9 afdeeling, yaitu:
Afdeeling Palembang
Afdeeling Tebing Tinggi
Afdeeling Lematang Ulu dan Lematang Ilir
Afdeeling Komering Ulu, Ogan Ulu dan Enim
Afdeeling Rawas
Afdeeling Musi Ilir
Afdeeling Ogan Ilir dan Belida
Afdeeling Komering Ilir
Afdeeling Iliran dan Banyuasin.
Pembagian wilayah afdeling ini mengalami beberapa kali perubahan. Pada 1872 terjadi peristiwa regrouping (penggabungan) dari 9 afdeeling menjadi 7 afdeeling. Pada 1878, dari 7 afdeeling menjadi 6 afdeeling. Pada 1918, sebagaimana termaktub dalam Staatblad 1918 Nomor 612 berubah lagi dari 6 afdeeling menjadi 4 afdeling, yaitu:
Afdeeling Hofdspaats Palembang (Kota Palembang dan sekitarnya)
Pada 1921, melalui Staatblad nomor 465 dan pada tahun 1930 melalui Staadblad nomor 352, Keresidenan Palembang di Sumatera Selatan diubah menjadi 3 afdeeling, yaitu:
Afdeeling Palembang Hilir di bawah seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Kota Palembang
Afdeeling Palembang Hulu di bawah seorang Asisten Residen berkedudukan di Lahat
Afdeeling Ogan dan Komering Ulu di bawah seorang Asisten Residen berkedudukan di Baturaja.
Pada waktu itu, Ogan Ilir tidak lagi sebagai Afdeling tetapi berubah menjadi Onder Afdeling Ogan Ilir yang pusat pemerintahannya berada di Tanjung Raja, tepatnya di tepian Sungai Ogan, dengan 19 (sembilan belas) pemerintahan marga, yakni:
13 Marga Pemerintahan, termasuk dalam Wilayah Kabupaten Ogan Ilir, yaitu:
Marga Pegagan Ilir Suku 1
Marga Rantau Alai
Marga Pegagan Ulu Suku 2
Marga Pegagan Ilir Suku 2
Marga Pemulutan
Marga Sakatiga
Marga Meranjat
Marga Burai
Marga Tanjung Batu
Marga Parit
Marga Muara Kuang
Marga Lubuk Keliat, dan
Marga Tambangan Kelekar
6 Marga Pemerintahan yang termasuk dalam Wilayah Kabupaten Muara Enim yaitu:
Marga Gelumbang
Marga Alai
Marga Lembak
Marga Kerta Mulia
Marga Lubai Suku 1
Marga Rambang Empat Suku
Marga dipimpin seorang Pesirah yang ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan langsung oleh rakyat mirip dengan pemilu yang disebut dengan Mancang. Pemerintahan marga membawahi beberapa pemerintahan dusun. Pemerintahan dusun dipimpin oleh seorang Kerio. Pada tahun 1983 sebutan DUSUN diganti dengan DESA dan sebutan MARGA dihapuskan.[6] Situasi ini merupakan imbas penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah yang dikeluarkan rezim Orde Baru yang berusaha menafikan kebhinekaan melalui strategi Jawanisasi.
Pada Januari 1939, Onder Afdeling Ogan Ilir dipimpin oleh A.V. Peggemeier.
Masa Kemerdekaan Indonesia (1945-sekarang)
Keberadaan Ogan Ilir sebagai satu kesatuan wilayah tersendiri telah ada sejak masa sebelum kemerdekaan, yaitu AfdelingOgan Ilir yang kemudian berbubah menjadi Onder AfdelingOgan Ilir. Pada waktu itu, wilayah Ogan Ilir berstatus sebagai wilayah Kewedanaan dengan ibu kota tetap berada di Tanjung Raja, meliputi marga-marga dalam Onder AfdelingOgan Ilir setelah dikurangi marga yang digabung ke Kabupaten Muara Enim. Setelah 17 Agustus 1945, bersama-sama dengan Onder Afdeling Komering Ilir, marga-marga dalam wilayah ini digabungkan dan bernaung dalam satu kabupaten yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir.[7]
Gagasan pembentukan Kabupaten Ogan Ilir sudah muncul sejak lama. Pada 1958, ide sudah disuarakan oleh para mahasiswa Ogan Ilir yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Ogan Ilir (IPOI) yang sedang menuntut di beragam perguruan tinggi di Kota Jogjakarta. Waktu itu, ketua IPOI adalah Dr. H. Ahmad Asof (desa Tanjung Raja), Dr. H. Hasan Zaini sebagai sekretaris (desa Kerinjing), dan Prof. Dr. Ki. Amri Yahya (desa Sukaraja) sebagai bendahara. Target gerakan pelajar dan mahasiswa ini hanya sebatas memindahkan ibu kota Kabupaten Ogan Komering Ilir dari Kayu Agung ke Tanjung Raja. Dewasa ini, IPOI menjelma menjadi Asrama KABOKI Jogjakarta dan Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa (IKPM) Sumatera Selatan Komisariat Bende Seguguk dan Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa (IKPM) Sumatera Selatan Komisariat Caram Seguguk.
Pada 2000, di pasca Reformasi 1998, rencana pembentukan Kabupaten Ogan Ilir mencuat kembali. Munculnya kembali rencana pemekaran kabupaten Ogan Ilir ini dipicu diskusi tidak sengaja dalam seminar tentang Tata Ruang Kecamatan Indralaya di kampus Universitas Sriwijaya yang turut dihadiri Pembantu Rektor I Universitas Sriwijaya, Dr. Mahyuddin, Sp. Og. Dalam pembahasan tata ruang ini disimpulkan rencana pembentukan Kota Indralaya sebagai Kota Satelit.[8] Dalam seminar itu, sesuai dengan keberadaannya sebagai Kota Satelit, pihak Universitas Sriwijaya meminta kepada Pemerintah Kabupaten OKI agar Kecamatan Indralaya mendapatkan perhatian lebih untuk menunjang aktivitas mahasiswa Universitas Sriwijaya di kampus baru mereka yang berlokasi di kawasan Indralaya (saat ini berada di Kecamatan Indralaya Utara). Tuntutan ini kemudian ditanggapi Drs. Abdul Rahman Rosyidi (Camat Indralaya) yang mewakili Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir yang mengatakan bahwa selama Indralaya berstatus kecamatan, maka sangat tidak mungkin ia mendapat perlakuan khusus dari Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir. Percepatan pembangunan, demikian diungkapkan Drs. Abdul Rahman Rosyidi, kawasan Indralaya untuk menopang kampus baru Universitas Sriwijaya hanya dilakukan jika Ogan Ilir menjadi kabupaten. Ide pemekaran kabupaten ini kemudian ditindak-lanjuti oleh beragam elemen masyarakat. Tentu saja, beberapa orang menolak pemekaran kabupaten Ogan Ilir.
Perjuangan pemekaran Ogan Ilir mandapat titik terang setelah melalui BAPPEDA Kabupaten Ogan Komering Ilir pada 2001 menganggarkan dana kegiatan Survey Potensi Wilayah Rencana Pemekaran Kabupaten OKI bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya. Sangat disayangkan, meskipun pihak Universitas Sriwijaya berhasil membuat skenario pemekaran (misalnya, Barat-Timur, Utara-Selatan, Ogan Ilir-Komering Ilir), tetapi mereka merekomendasikan untuk tidak memekarkan Kabupaten Ogan Ilir pada 2001. Mensikapi hasil riset yang diinisiasi pihak eksekutif ini, Ir. H. Mawardi Yahya yang waktu itu menjabat Ketua DPRD Ogan Komering Ilir mendorong ide pembentukan Kabupaten Ogan Ilir menjadi inisiatif legislatif. Langkah pertama yang ditempuh pihak legislatif adalah melaksanakan survey kelayakan pemekaran dengan menggandeng STPD Jatinangor. Sama seperti tim Universitas Sriwijaya, tim STPDN Jatinangor juga mengacu ke 7 kriteria pemekaran daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. Kesimpulan STPDN Jatinangor menegaskan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ilir sangat layak dimekarkan menjadi 2 kabupaten yakni Kabupaten Ogan Ilir dengan wilayah 6 kecamatan dan Kabupaten OKI induk dengan wilayah 12 kecamatan.
Berdasarkan hasil riset STPDN Jatinangor, DPRD Ogan Komering Ilir kemudian mengeluarkan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 2 September 2002 tentang Persetujuan atas usul Pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk pembentukan Kabupaten Ogan Ilir. Surat keputusan ini ditanda-tangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ir. H. Mawardi Yahya. Fakta inilah yang mendorong masyarakat Ogan Ilir memberi gelar Bapak Pemekaran Ogan Ilir kepada sosok Ir. H. Mawardi Yahya. Atas dasar surat keputusan ini, pihak legislatif dan eksekutif menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 22 Tahun 2002 tanggal 12 Agustus 2002 tentang Rekomendasi Pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Tahap selanjutnya adalah membawa usulan pemekaran kabupaten ini ke tingkat provinsi. Upaya pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir ini mendapat dukungan dari DPRD Provinsi Sumsel dengan Surat Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Selatan Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 11 September 2002 tentang Dukungan dan Persetujuan terhadap Rencana Pemekaran Kabupaten OKI di Provinsi Sumsel. Dukungan juga datang dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan keluarnya Surat Gubernur Sumsel Nomor 130/4081/i yang ditanda-tangani Ir. H. Syahrial Oesman. Berkas-berkas yang ada ini kemudian disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri RI dan DPR RI di Jakarta. Di saat yang bersamaan, beragam elemen masyarakat melakukan gerakan sosial untuk mendukung upaya pembentukan Kabupaten Ogan Ilir. Puncak gerakan sosial ini adalah rapat akbar masyarakat Ogan Ilir di Lapangan Polsek Indralaya yang dihadiri tim dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan anggota DPR RI. Rapat akbar ini menghasilkan Deklarasi Kebulatan Tekad masyarakat Ogan Ilir untuk membentuk Kabupaten Ogan Ilir.
Ketika masih bergabung dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir hingga awal terbentuknya Kabupaten Ogan Ilir, wilayah Ogan Ilir terdiri dari 6 kecamatan dan terdiri atas 161 desa/kelurahan, yaitu:
Kecamatan Indralaya, terdapat 28 desa
Kecamatan Tanjung Raja, terdapat 26 desa dan 3 kelurahan
Kecamatan Tanjung Batu, terdapat 31 desa
Kecamatan Muara Kuang, terdapat 27 desa
Kecamatan Pemulutan, terdapat 28 desa dan
Kecamatan Rantau Alai.terdapat 21 desa.
Pada awalnya kabupaten Ogan Ilir hanya memiliki 1 Sekolah menengah Pertama Negeri yaitu SMP 1 Indralaya, tanpa ada Sekolah Menengah Atas. Pembangunan SMA Negeri 1 Indralaya digagas oleh salah seorang putra daerah pensiunan POLRI Mayor Pol (Purn) H. Noengtjik A.Roni yang saat itu merupakan anggota DPRD OKI Fraksi ABRI POLRI, beliau juga sebagai salah satu penggagas berdirinya Masjid Raya Al-Muhajirin (sebelumnya sebuah langgar) melalui sumbangan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Saat ini almarhum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ogan Ilir.
Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan otonomi daerah secara penuh dan terpisah dari kabupaten induk (Kabupaten Ogan Komering Ilir) melalui Undang-Undang Nomor 37 tahun 2003 yang ditetapkan pada 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten OKU Timur, Kabupaten OKU Selatan dan Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Ogan Ilir diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri di Jakarta pada Tanggal 7 Januari 2004 bersama-sama dengan pembentukan 24 kabupaten/kota di Indonesia. Peresmian Kabupaten Ogan Ilir dilaksanakan di Aula Departemen Dalam Negeri Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 07 Jakarta Pusat oleh Menteri Dalam Negeri H. Moh. Ma'ruf dihadiri perwakilan 24 kabupaten/kota baru tersebut. Pada kesempatan peresmian Menteri Dalam Negeri RI berpesan agar pelaksanaan pemerintah kabupaten/kota pemekaran benar-benar berpihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki secara arif dan bijaksana.
Kabupaten Ogan Ilir memiliki 16 kecamatan, 14 kelurahan dan 227 desa (dari total 236 kecamatan, 386 kelurahan dan 2.853 desa di seluruh Sumatera Selatan). Pada akhir tahun 2023, jumlah penduduknya sebesar 439.469 jiwa dengan luas wilayahnya 2.302,86 kmยฒ dan sebaran penduduk 191 jiwa/kmยฒ.
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Ogan Ilir, adalah sebagai berikut:
Dari segi demografi penduduk Ogan Ilir Pada hasil sensus penduduk pertengahan tahun 2024 adalah 443.361 Jiwa yang terdiri atas 224.601 Jiwa Laki-laki, dan 218.760 Jiwa Perempuan, memiliki pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 1 persen per tahun, dan tingkat kepadatan sekitar 190 jiwa per kmยฒ.
Berdasarkan data tahun 2010*, sebagian besar penduduk Kabupaten Ogan Ilir adalah beretnis Pegagan, Ogan dan Penesak. Lainnya yaitu Belida, Jawa, Rambang dan suku lainnya. Keberagaman suku bangsa di Kabupaten Ogan Ilir memengaruhi perbedaan budaya dan adat istiadat masyarakat. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Ogan Ilir berdasarkan suku bangsa;