Roosseno lahir di Madiun pada tanggal 2 Agustus1908 dari pasangan Raden Roostamadji Soemodiwiryo dan Raden Rara Endran Soemodilogo. Pada usia 8 tahun ibunya meninggal dunia dan kemudian Ia memiliki ibu tiri yang merupakan puteri keraton Yogya dari Keluarga Hamengkubuwana VI sehingga dari situ ia mendapat tambahan nama Suryohadikusumo.[5]
Ia Masuk sekolah dasar di Ngawi dan selanjutnya meneruskan sekolahnya di Madiun dan Yogyakarta hingga lulus sekolah menengah atas (AMS B). Ada satu pengalaman yang berkesan bagi Roosseno ketika menempuh bangku pendidikan AMS B yaitu saat dirinya berhasil memperbaiki mesin penggiling jalan/ stoom. Karena keberhasilan itu, Ia dimotivasi gurunya yaitu Ir. Swaan untuk menjadi seorang insinyur.[6]
Pada tahun 1928 melanjutkan kuliahnya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB). Ketika Ia masuk THS Bandung, Ia sangat termotivasi oleh mitos bahwa orang kulit putih lebih cocok menjadi ahli ilmu pasti dan insinyur sementara orang kulit bewarna hanya cocok untuk melamun. Ia berhasil membalikkan dongeng tersebut dan lulus pada bulan Mei 1932 dengan predikat cum laude dari sembilan calon insinyur yang ada serta satu-satunya pribumi. Pada bulan Juli 1932 Ir. Rosseno menikah dengan Raden Ayu Oentari.[5]
Karier
Ia mengawali karier dengan berwiraswasta di Bandung dengan mendirikan Biro Insinyur Roosseno dan Soekarno (Presiden pertama RI) di Jalan Banceuy pada tahun 1933. Roosseno kemudian tercatat sebagai seorang di antara pendiri Fakultas TeknikUniversitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, tanggal 1 April 1944 Roosseno diangkat menjadi Guru Besar (Kyodju) dalam bidang Ilmu Beton di Bandung Kogyo Daigaku (Sekolah Tinggi Teknik yang didirikan pemerintah pendudukan Jepang di lokasi TH Bandung yang ditutup tahun 1942).[7]
Pada bulan Agustus 1945 (20/27-??) hari Senin di ruang Aula Barat Bandung Kogyo Daigaku (sekarang ITB) dilakukan timbang terima Bandung Kogyo Daigaku dari bala tentara Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia. Suatu kelompok insinyur Indonesia yang bercita-cita: Soenaryo, Soewandi Notokoesoemo, Abidin, dan Roosseno mengambil alih Kogyo Daigaku dari bala tentara Jepang kepada Republik Indonesia yang baru hidup 1 minggu.[note 1] Segera sesudah itu perguruan tinggi teknik dibuka kembali dengan nama Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung) di bawah pimpinan Prof. Ir. Roosseno.
Pada bulan November 1945 STT Bandung dipindahkan ke Yogyakarta dengan sebutan STT Bandung di Yogya, dan atas usaha Ir. Wreksodiningrat pada 17 Februari 1946 dibuka kembali dengan ketua Prof. Ir. R. Roosseno.[8]:27 Roosseno memimpin sekolah tersebut hingga kemudian diganti oleh Prof. Ir. Wreksodiningrat pada tanggal 1 Maret 1947.[9]:88
Pada tanggal 1 September 1948 ia diangkat menjadi guru besar luar biasa konstruksi beton bertulang di Faculteit van Technische Wetenschap Universiteit van Indonesie te Bandoeng (sejak tahun 1959 menjadi ITB) ditandai dengan pembacaan orasi ilmiah inagurasinya yang berjudul "Vormgeving en minimum materiaalverbruik in gewapend betonDiarsipkan 2014-09-14 di Wayback Machine." pada tanggal 26 Maret 1949.[10] Dengan demikian ia merupakan profesor pribumi pertama di jurusan teknik sipil ITB. Pada tahun 1948, Rooseno pindah ke Jakarta dan mendirikan Kantor Consulting Engineer.
Pasca Revolusi Fisik (1950-1996)
Setelah penyerahan kedaulatan kemerdekaan, Ia kemudian bergabung dalam Partai Indonesia Raya pada tahun 1950-an dan pernah tiga kali menjabat menteri diantaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dan Menteri Perhubungan. Selama masa itu, Ia tetap aktif di pendidikan dan menjadi guru besar ITB dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) dan juga sebagai Direktur Sekolah Tinggi Teknik Nasional (STTN) di Jakarta.
Ia juga dikenal aktif mengajar sebagai dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) terutama di Departemen Teknik Sipil.[11]
Selain itu sebagai ahli beton bertulang, Rooseno telah banyak menangani berbagai proyek penting, seperti jembatan, pelabuhan, gedung, dan hotel bertingkat. Ia telah menulis tidak kurang dari 33 karya dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Belanda, dan juga merampungkan autobiografinya. Di kalangan perbetonan internasional, Roosseno menjadi anggota International Association for Bridge and Structural Engineering (IBSE), Zurich dan Federation International de Precontreinte (FIP). Di Indonesia, Roosseno mengetuai Tim Rehabilitasi Candi Borobudur, Badan Penasihat Teknis Pembangunan (BPTP) DKI dan Gabungan Pelaksana Nasional Seluruh Indonesia (Gapensi) yang beranggotakan lebih dari 30.000 pemborong. Selain itu Rooseno juga menjadi Direktur di tiga perusahaan: Biro Insinyur Exakta NV, Freyssinet Indonesia Ltd dan Biro Oktroi Patent Roosseno.
Pada tahun 2022, Fakultas Teknik UGM akan meluncurkan bangunan baru yang sebelumnya berdiri KPFT (Kantor Pusat Fakultas Teknik). Bangunan tersebut akan diberi nama SGLC (Smart and Green Learning Center) Prof. Roosseno Soerjohadikoesoemo.[12]
^Dari pidato pengukuhan Doktor Honoris Causa di ITB tanggal 25 Maret 1977. Tentang tanggal timbang terima Bandung Kogyo Daigaku, hari Senin terdekat setelah tanggal 17 Agustus 1945 adalah tanggal 20 (selisih 3 hari) dan tanggal 27 (selisih 10 hari), kemungkinan besar timbang terima dilaksanakan pada salah satu tanggal tersebut.