Sahala Hamonangan Simatupang (7 Juli 1918 – 16 November 1992) adalah seorang politikus dan pegawai negeri sipil asal Indonesia yang pernah menjadi Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Direktur Jenderal PN Pos dan Telekomunikasi, Asisten Menteri untuk Urusan Pos, Giro, dan Telekomunikasi, Deputi Menteri Pos dan Telekomunikasi, serta Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan.
Masa kecil
Sahala Hamonangan Simatupang lahir pada tanggal 7 Juli 1918 di Sidikalang,[2] sebagai anak pertama dari Sutan Mangaraja Soaduan Simatupang dan Mina Boru Sidabutar. Namanya, Sahala Hamonangan, berarti "Wibawa Kemenangan" dalam bahasa Batak Toba.[3]
Sahala Hamonangan Simatupang pertama kali bersekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setara SMP) di Tarutung mulai tahun 1932 hingga 1935. Setelah lulus, ia pindah ke Batavia dan melanjutkan sekolahnya di Algemene Middelbare School (setara SMA) di Jakarta mulai tahun 1935 hingga 1938. Ia kemudian berkuliah di Akademi Pos, Telepon, dan Telegraf di Bandung mulai tanggal 5 November 1938 hingga tahun 1941.[2]
Di bidang telekomunikasi
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 1 Oktober 1945, Kantor Pos, Telepon, dan Telegraf pun dibentuk di Sumatra. Simatupang ditunjuk menjadi asisten Noermatias, Inspektur Daerah Pos, Telepon, dan Telegraf.[4] Setahun kemudian, Simatupang ditunjuk oleh partainya, Perchi, untuk mewakili Sumatra di Komite Nasional Indonesia Pusat.[5][6]
Setelah Revolusi Nasional Indonesia berakhir, Simatupang ditunjuk menjadi Kepala Inspeksi Pos dan Telegraf untuk Wilayah I, yang berkantor di Jakarta. Beberapa saat kemudian, pada tanggal 7 Februari 1952, Simatupang menggantikan M. Soedibjo yang telah pensiun sebagai Kepala Jawatan Administrasi [7]. Pasca Oesadi pensiun sebagai Kepala Jawatan Pos, Simatupang pun menempati jabatan tersebut mulai tanggal 1 Juli 1959.[8]
Pada tahun 1960, Simatupang ditunjuk menjadi pejabat sementara Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, menggantikan Raden Samdjoen. Selama menjabat, ia mencetuskan sistem pos multi layanan di Indonesia, yakni mengintegrasikan layanan giro ke layanan pos. Ia juga memulai konstruksi sistem jaringan gelombang mikro antara Jawa dan Bali, memperkenalkan perangkat elektromekanis dari Siemens, serta mengotomatisasi sistem telegraf dengan teleks.[2]
Pasca terbitnya peraturan yang membubarkan Jawatan Pos dan Telekomunikasi, sekaligus membentuk PN Pos dan Telekomunikasi pada tanggal 1 Januari 1962, Simatupang lalu ditunjuk sebagai Direktur Jenderal PN Pos dan Telekomunikasi pada tanggal 24 Mei 1963. Ia resmi dilantik oleh Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata, Djatikusumo, pada tanggal 27 Mei 1963. Pelantikan tersebut juga menandai berdirinya PN Pos dan Telekomunikasi.[9]
Pada tanggal 18 November 1965, Simatupang ditunjuk sebagai asisten Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata, Djatikusumo. Ia dilantik bersama lima asisten lain pada tanggal 18 November 1965.[10]
Pasca pembentukan Kabinet Dwikora II pada tanggal 24 Februari 1966, status Asisten Menteri untuk Urusan Pos dan Telekomunikasi ditingkatkan menjadi Menteri. Simatupang pun digantikan oleh Marsekal Udara Soerjadi Soerjadarma.[10] Status tersebut tidak bertahan lama, sebulan kemudian, kabinet tersebut dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Dwikora III. Status Menteri Pos dan Telekomunikasi pun diturunkan menjadi Deputi Menteri, dan Simatupang dilantik untuk menempati jabatan tersebut pada tanggal 31 Maret 1966.[11] Simatupang memegang jabatan tersebut selama tiga bulan hingga terbentuknya Kabinet Ampera pada tanggal 28 Juli 1966.[12]
Setahun kemudian, pada bulan Juni 1967, Simatupang ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan, menggantikan Muhammad Effendi Saleh.[13] Ia memegang jabatan tersebut hingga Juli 1968 dan digantikan oleh Sujono Suparto.[14]
Pengunduran diri hingga kematian
Setelah mengundurkan diri dari Departemen Perhubungan, Simatupang bekerja di Southeast Asian Agency for Regional Transport and Communication Development di Kuala Lumpur, Malaysia, mulai tahun 1972 hingga 1982. Ia juga merupakan pendiri dan komisioner dari Bumi Asih Group serta Presiden Direktur dari Bank Ina Perdana.[15]
Pada tahun 1991, Simatupang divonis menderita penyakit hati. Untuk menyembuhkan penyakit tersebut, pada tanggal 19 Agustus 1992, keluarganya membawa Simatupang ke Eindhoven, Belanda untuk menjalani operasi bypass arteri koroner. Walaupun penyakit tersebut berhasil disembuhkan, ia kemudian divonis menderita komplikasi ginjal sekembalinya di Indonesia.[15]
Simatupang akhirnya meninggal pada tanggal 16 November 1992 jam 04.50. Ia lalu dimakamkan di TPU Menteng Pulo pada tanggal 18 November 1992 jam 14.00.[15]
Kehidupan pribadi
Simatupang menikahi Siti Rukaya Hutapea. Keduanya memiliki empat anak.[15]