Prof. Ir. Wreksodiningrat |
---|
Prof. Ir. KRMT Wreksodiningrat |
Lahir | R.M. Radete (kecil); R.M. Notodiningrat (dewasa) (1888-08-22)22 Agustus 1888 Yogyakarta |
---|
Meninggal | 9 Oktober 1969(1969-10-09) (umur 81) Yogyakarta |
---|
Kebangsaan | Indonesia |
---|
Pekerjaan | Insinyur, dosen |
---|
|
Prof. Ir. Wreksodiningrat (dikenal sebagai Notodinigrat; 22 Agustus 1888 – 09 Oktober 1969) adalah seorang insinyur teknik sipil pertama Indonesia [1]. Prof. Wreksodiningrat sebagai Ketua STT Bandung di Yogyakarta 1947 - 1949.
Kemudian diangkat sebagai Ketua Fakultit Technik Universitit Negeri Gadjah Mada, mulai 19 Desember 1949 - 1951. Ia lulus dari TH Delft, Belanda pada tahun 1918.[2] Bersama dengan beberapa tokoh bumiputera yang melanjutkan kuliah di Negeri Belanda di antaranya adalah Mohammad Hatta – sarjana ekonomi lulusan Nederland Handelshoogeschool (kini menjadi Universitas Erasmus Rotterdam); Sam Ratulangi - sarjana dan Doktor matematika pertama Indonesia lulusan Vrije Universiteit van Amsterdam.
Riwayat Hidup
Wreksodiningrat lahir di Yogyakarta, 22 Agustus 1888[3] dari ayah yang bernama KPH Notodirojo (Putra Sri Paku Alam V) dan Ibu yang bernama R.A. Muktionowati (Cucu Sri Paku Alam II)[1]. Nama kecil Wreksodiningrat yaitu Raden Mas Radete dan nama dewasanya Raden Mas Notodiningrat. Sedangkan nama atau gelar dari Keraton Kasunanan yaitu Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Wreksodiningrat[1].
Wreksodiningrat lahir di Puro Pakualaman dan sampai tingkat SMA tinggal di Puro Pakualaman. Riwayat pendidikannya yaitu:
- Sekolah Dasar di Sekolah Rendah Ketiga, Bintaran, Yogyakarta (1896-1898);
- Sekolah Rendah kesatu, Jln. Kampement, Yogyakarta (1898-1900);
- Sekolah Rendah kesatu, B.Karang Bidara, Semarang (1900-1903);
- Pada waktu SMA bersekolah di Sekolah H.B.S. Semarang (1903-1908);
- Technische Hogeschoole Van Delft, Civieltnsinjoer (1908-1912 dan 1916-1918).[3]
Setelah lulus, ia menjadi insinyur di Lands Openbare Werken (Pekerjaan Umum) pada bagian irigasi afdeling Serayu, Purworejo. Kemudian pada tahun 1924 mendapat tugas baru dalam irigasi dan pembuatan jalan di Pulau Lombok. Dan pada tahun 1933, ia mendapat wewenang yang lebih luas yaitu sebagai insinyur djawatan gedung - gedung negeri daerah Yogyakarta dan Surakarta. Ia kemudian ditunjuk menjadi kepala kantor Air Minum di Surakarta pada tahun 1940, dimana kemudian pada beberapa tahun setelahnya ia diminta menjabat posisi kepala Kantor Pekerjaan Umum di Surakarta. Keberhasilannya sebagai kepala Kantor Pekerjaan Umum di Surakarta mendapatkan perhatian dari Pemerintah Republik Indonesia, hingga ia diangkat menjadi Sekretaris Jendral Pekerjaan Umum dan Tenaga.[1]
Selain itu ia juga banyak berperan dalam pendidikan, dapat dilihat jasanya dalam mendirikan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM).[4] Pada tahun 1945, STT Bandoeng mengungsi ke Yogyakarta karena adanya perang, Wreksodiningrat memimpin STT Bandoeng pada 1 Maret 1947. Dimana STT Bandoeng kemudian berubah menjadi STT Jogjakarta. Hingga pada 20 Mei 1949, Wreksodiningrat diundang sebagai pemimpin STT Jogjakarta untuk mengikuti rapat persiapan pendirian Universitas Gadjah Mada di Kepatihan. Dimana rapat dipimpin oleh Prof. Soetopo dan dihadiri oleh Sultan Hamengkubuwono IX, Prof.Dr. Prijono, Prof.Dr. Sardjito, Prof.Ir. Harjono dan lain-lain[5].
Setelah STT Jogjakarta bergabung ke dalam UGM, Wreksodiningrat kemudian diangkat menjadi dosen, ketua dan Guru Besar bidang Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM. Ia juga menjadi anggota senat pertama, anggota dewan kurator pertama UGM dan panitia penaksir harga tanah untuk pembangunan gedung pusat UGM[5].
Wreksodiningrat wafat di Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1969 dan dimakamkan di Astana Girigondo, Wates, Kulon Progo.
Perjuangan & Karya
Pada saat masih menjadi mahasiswa di Delft, Belanda, ia bertemu dengan kurang lebih 30 mahasiswa Indonesia lainnya.[6] Wreksodiningrat ikut dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) di Belanda. Ia menjadi salah satu pengurus dalam perhimpunan tersebut yaitu menjadi sekretaris. Indische Vereeniging yaitu organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908 untuk sebagai sebuah perkumpulan kebudayaan dan pentas menyebarkan ide-ide baru[6].
Sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara masuk, pada 1913 mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging ini memasuki kancah politik.
Dalam pelaksanaan perjuangannya Wreksodiningrat memberi pengarahan-pengarahan kepada mahasiswa-mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Mereka tidak hanya berasal dari Fakultas Teknik, tetapi berasal dari beberapa Fakultas, misalnya dari Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran. Ia memberi pengarahan bagaimana caranya menghancurkan jembatan dengan sekali ledakan pada titik-titik tertentu. Jembatan-jembatan yang diledakkan antara lain:[2]
- Jembatan Luk Ulo di Kebumen, jembatan ini berasal dari batu/belum beton;
- Jembatan Baja di sekitar Kebumen;
- Jembatan Kemit Gombong (1948).
Ilmu-ilmunya diwujudkan dalam bentuk karya yaitu membangun [1][2]:
- Jembatan Serayu, Jembatan Bantar Kulonprogo dan Jembatan Gawan Sragen;
- Trowongan Ijo Gombong;
- Jaringan Air Bersih di pemakaman Imogiri;
- Stadion Sriwedari, Surakarta;
- Tembok Keliling di Makam Imogiri;
- Pintu gerbang (gapura) makam Paku Buwono X di Imogiri;
- Pelabuhan di Amsterdam setelah menyelesaikan studi di Negeri Kincir Angin (Belanda)
Jembatan
Untuk mengenang jasa Prof. Ir. Wreksodiningrat dalam kontribusinya dibidang teknik sipil dan masa perjuangan kemerdekaan, Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum membangun jembatan Wreksodiningrat untuk menghubungkan Jl. Nyi Tjondrolukito (d/h: Jl. Monjali) dan UGM (Jl. Kaliurang). Jembatan dibangun diatas sungai code, dimana terdiri atas 4 lajur dengan konstruksi pelengkung beton bertulang, panjang 145 meter dan lebar 15,5 meter.[7] Jembatan ini memiliki 2 pilar pada sisi barat dan sisi timur dengan didukung oleh fondasi bore pile. Jembatan yang dibangun sejak Oktober 2007 dan selesai pada November 2008 ini telah menelan dana Rp 24,2 miliar yang berasal dari dana APBN tahun 2007 dan 2008.[7]
Saat ini area dibawah jembatan Prof. Ir. Wreksodiningrat telah menjadi salah satu tempat untuk menikmati keindahan sungai Code dan kegiatan seni seperti Jogja River Week 2015[8] atau Pergelaran Busana "Code: Underbridge in Fashion".[9]
Referensi