Penutupan Terusan Suez terjadi pada tanggal 6 Juni 1967, tak lama setelah dimulainya Perang Enam Hari atau Perang Arab-Israel Ketiga. Israel mengebom sebagian besar lapangan terbang Mesir dan kemudian memasuki dan menduduki Semenanjung Sinai, sampai ke Terusan Suez, selama 15 tahun. Gamal Abdul Nasir, pemimpin Mesir pada saat itu, sedang bersekutu dengan Uni Soviet dan telah menutup Terusan Suez sebelumnya dari Oktober 1956 hingga Maret 1957 selama Krisis Suez, ketika ia menasionalisasi Terusan Suez dari para investor Prancis dan Inggris. Minyak yang melalui Terusan Suez menyumbang 60% dari konsumsi minyak Italia, 39% dari Prancis, dan 25% dari total konsumsi minyak Inggris pada tahun 1966 sebelum terusan tersebut ditutup selama 8 tahun. Terusan dibuka kembali pada bulan Juni 1975[1] setelah Operasi Pembersihan Terusan Suez dari ranjau dan puing-puing pada tahun 1974.[2][3][4]
Embargo minyak
Pada bulan Oktober 1973, Perang Yom Kippur dimulai ketika Mesir menyeberangi Terusan Suez dalam Operasi Badr[5] yang berakhir dengan gagalnya upaya untuk merebut kembali Semenanjung Sinai dari Israel. Hal ini mengakibatkan negara-negara OAPEC memangkas produksi minyak dan melakukan embargo ekspor minyak ke Amerika Serikat dan negara-negara lain yang mendukung Israel, ketika Richard Nixon meminta dana sebesar 2,2 miliar dolar AS untuk mendukung Israel dalam Perang Yom Kippur pada tanggal 19 Oktober 1973. Embargo ini hanya berlangsung selama beberapa bulan hingga Januari 1974, namun harga minyak tetap tinggi bahkan setelah embargo dicabut.[6]