Yitzhak Shamir dengarkanⓘ (Bahasa Ibrani: יִצְחָק שָׁמִיר) (15 Oktober 1915 – 30 Juni 2012) adalah Perdana Menteri Israel pada 1983 hingga 1984 dan menjabat kembali pada 1986 - 1992.
Lahir di Rozana, Polandia (kini Ruzhany, Belorusia) dengan nama Icchak Jaziernicki, Ia menyelesaikan Sekolah Menengah Ibrani Bialystok dan seorang anggota pergerakan pemuda Zionis Betar Vladimir Jabotinsky. Pada usia 20, ia tak menyelesaikan studi hukumnya di Warsawa untuk pergi ke Mandat Inggris untuk Palestina, di mana ia mendaftar pada Universitas Ibrani Yerusalem.
Segera setelah itu, ia menjadi anggota Irgun Zvai Leumi (Organisasi Militer Nasional Etzel) dan, pada 1940, mengikuti Avraham Stern ke dalam Lohamei Herut Yisrael (Para Pejuang untuk Kebebasan Israel). Pada tahun berikutnya ia kerja sama dengan Jerman Nazi dalam rangka melawan Britania Raya (Bar Zohar dalam bukunya Ben-Gurion:Nabi Bersenjata). Akibatnya, tahun itu juga, ia dipenjara oleh otoritas Inggris. Pada 1943, ia kabur dari kamp penahanan dan menjadi satu dari pemimpin terpenting Lehi. Selama masa ini, Lehi bertanggung jawab untuk pembunuhan Menteri Jajahan Inggris untuk Timur Tengah, Lord Moyne pada 1944; percobaan pembunuhan untuk Harold MacMichael, Komisaris Besar Mandat Inggris atas Palestina pada tahun yang sama (Kushner, 2002, p. 348).
Shamir menjadi pemimpin utama operasi Lehi sampai 1946, di mana ia ditawan lagi oleh Inggris dan dibuang di kamp tahanan di Eritrea. Pada 1947, ia kabur dari kamp itu, menuju koloni Prancis yang berdekatan yakni Jibuti, dan belakangan mendanai suaka politik di Prancis. Saat kembali ke Palestina, ia melanjutkan komando Lehi sampai dibubarkan pada 1949.
Awal pagi 9 April 1948, grup teroris Irgun (dikepalai Menachem Begin) dan Geng Stern (dikepalai Yitzhak Shamir) menyerang Deir Yassin, kota berpenghuni lebih dari 750 tempat tinggal warga Palestina. Desa itu direncanakan diberikan PBB pada Negara Yahudi itu; memiliki reputasi yang tenang. Namun terletak pada koridor daerah yang tinggi antara Tel Aviv dan Jerusalem, dan menurut Rencana Dalet, akan dihancurkan dan penduduknya diungsikan.
Seluruh lebih dari 100 lelaki, wanita, dan anak-anak secara sistematis dibunuh. 53 anak yatim piatu dibuang di sekitar Kota Tua di mana mereka ditemukan Miss Hind Husseini dan dibawa ke belakang American Colony Hotel ke rumahnya yang menjadi panti asuhan Dar El-Tifl El-Arabi. Lihat pula:Pembantaian Deir Yassin
Yitzhak Shamir juga bertanggung jawab untuk pembunuhan Wakil PBB di Timteng 1948, Pangeran Folke Bernadotte yang, walaupun ia telah menjamin pembebasan 21.000 tahanan dari kamp konsentrasi pada PD II, dipandang Shamir dan konco-konconya sebagai anti-Zionis dan "agen yang nyata dari musuh Inggris." (Gazi, 2002, p. 32).
Setelah mengatur beberapa perusahaan dagang, Shamir menjadi anggota dinas keamanan Israel pada pertengahan 1950-an. Ia kembali kepada aktivitas dagang pribadi pada pertengahan 1960-an, di mana ia aktif pada kampanye untuk membebaskan Yahudi Uni Soviet dan menjadi anggota gerakan Herut Menachem Begin, yang berkembang dalam Partai Likud.
Shamir sendiri, karena terpengaruh paham Zionisme, ia menyebut bangsa Palestina sebagai bangsa yang baru turun dari pohon (Yedioth Ahronoth, 1975). Masuk Knesset pada 1973 sebagai anggota Likud, Shamir menjadi Komite Urusan dan Pertahanan Asing dan Komite Pengawas Keuangan Negara. Pada pemilihan kembali pada tahun 1977, ia menjadi pembicara, yang pada kapasitas itu ia mengetuai kunjungan bersejarah Presiden Mesir Anwar Sadat dan debat tentang pakta perdamaian dengan Mesir.
Menyusul pengunduran diri Moshe Dayan, Shamir menjadi anggota Kabinet Begin sebagai Menteri Luar Negeri pada Maret 1980, dan tetap pada posisi itu sampai pemilihan 1981. Ia memandu perundingan pada plakat pakta proses "normalisasi" dengan Mesir, dan memprakarsai kontak diplomatik dengan sejumlah negara Afrika yang telah memutuskan hubungan dengan Yerusalem selama Perang Yom Kippur. Menyusul Serangan Israel atas Libanon 1982, Shamir memimpin perundingan dengan Libanon yang memimpin pada persetujuan perdamaian 1983 (tak pernah disahkan pemerintahan Libanon).
Pada Oktober 1983, Shamir menggantikan Menachem Begin sebagai perdana menteri. Menyusul pemilihan 1984, ia menjadi Wakil Perdana Menteri dan Kementrian Luar Negeri pada Pemerintahan Persatuan Nasional.
Bersama dengan Menteri Pertahanan Moshe Arens, Shamir bersama Presiden Amerika Serikat Ronald Wilson Reagan dan Sekretaris Pertahanan Caspar Weinberger membentuk kerangka kerja sama strategis Amerika Serikat-Israel dan Persetujuan Perdagangan Bebas AS-Israel. Dalam pertengahan periode, Shamir kembali kepada jabatan perdana menteri, berputar posisi dengan pemimpin Buruh Shimon Peres.
Menyusul pemilihan 1988, Shamir kembali membentuk Pemerintahan Persatuan Nasional dengan Buruh, tetapi tanpa unsur "perputaran" dari pendahulunya. Pemerintahan ini jatuh pada 1990 suara ketakpercayaan dalam Knesset, tetapi, menyusul jalan buntu berkepanjangan, Shamir menggantikan dalam membentuk pemerintahan koalisi sempit.
Pada Mei 1991, Shamir memerintahkan pertolongan udara pada ribuan Yahudi Ethiopia, dengan nama sandi "Operasi Solomon." Pada September 1991, ia mewakili Israel pada Konferensi Perdamaian Madrid yang menghasilkan perundingan langsung dengan Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina.
Kalah pada pemilihan 1992, Shamir meletakkan jabatan dari kepemimpinan partai dan istirahat dari Knesset pada 1996. Kemudian ia menghilang dari agenda publik Israel.
Nama Shamir muncul kembali dalam berita Israel pada 2004 saat permintaan keluarganya untuk pendanaan khusus dari pemerintah untuk perawatannya di rumah sakit ditolak. Pejabat bendahara prihatin akan hal itu di tengah melemahnya ekonomi Israel. Juga, mereka mengusulkan pensiun negara mesti digunakan utnuk perawatannya.
Ia meninggal pada tahun 2012 akibat penyakit Alzheimer.
Kutipan
- "Saya menangis tersedu-sedu ketika melihat penduduk kampung Lebanon, sembari membawa bendera Hizbullah, meluapkan kegembiraan mereka atas apa yang telah mereka capai, dan atas kekalahan memalukan yang menimpa kita. Saya termasuk generasi yang yakin bahwa Israel tidak pantas hidup di wilayah Timur Tengah dengan menampakkan kelemahan di hadapan musuh-musuhnya. Akan tetapi, tampaknya kita telah melalui periode ini. Dan kita harus banyak bersiap diri, menghadi munculnya kelemahan-kelemahan lainnya." (2000; pada saat Israel mundur dari Libanon Selatan pada 5 Juni 2000.)