Di bawah Hukum Dasar Israel, Olmert hanya merupakan Perdana Menteri Interim Israel (berbeda dengan Perdana Menteri Sementara Israel) sejak 14 April 2006 sampai 4 Mei 2006.[1]
Pada tahun 2003 Olmert terpilih kembali sebagai anggota Knesset (sebelumnya pernah menjabat delapan kali), dan menjadi menteri kabinet dan perdana menteri sementara dalam pemerintahan Perdana Menteri Ariel Sharon. Tanggal 4 Januari 2006, setelah Sharon mengalami stroke hemoragik, Olmert mulai mengambil alih kekuasaan jabatan Perdana Menteri. Olmert membawa Kadima menang pemilu Maret 2006 (dua bulan setelah Sharon menderita stroke), dan terus menjabat sebagai Perdana Menteri Sementara. Pada tanggal 14 April, dua minggu setelah pemilu, Sharon dinyatakan tidak mampu menjabat secara permanen, sehingga Olmert sah menjadi Perdana Menteri Interim.
Sepanjang masa pemerintahannya, Olmert dituduh korupsi. Menghadapi tantangan kepemimpinan Kadima dari Menteri Luar Negeri Tzipi Livni, pada tanggal 30 Juli 2008, Olmert mengumumkan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai ketua partai dan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri setelah ketua baru Kadima terpilih. Livni memenangkan pemilihan dan langsung membentuk pemerintahan baru pada September 2008. Upaya Livni membentuk pemerintahan baru tidak berhasil dan menjadwalkan pemilu pada Februari 2009. Tanggal 20 Februari, Presiden IsraelShimon Peres memilih Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri baru dan memintanya membentuk pemerintahan koalisi, karena tidak ada kemenangan jelas dalam pemilu tersebut. Netanyahu menggantikan Olmert pada 31 Maret 2009.
Pada masa kanak-kanaknya, Olmert menjadi anggota Organisasi Pemuda Beitar dan menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya sering kali masuk daftar hitam dan mengalami diskriminasi karena mereka berafiliasi dengan Herut, oposisi partai Mapai yang berkuasa. Namun, pada tahun 1970-an hal ini tidak lagi begitu berpengaruh terhadap karier seseorang seperti yang terjadi pada 1950-an, dan Olmert berhasil membuka praktik pengacara yang sukses di Yerusalem bersama rekannya.
Olmert telah menikah dan mempunyai empat orang anak. Selama puluhan tahun ia menjadi penggemar setia klub sepak bola Beitar Jerusalem.
Karier politik
Tahun 1973, Olmert terpilih menjadi anggota Parlemen Israel (Knesset) pada usia 28 tahun, dan terpilih kembali selama tujuh kali berturut-turut. Sebelumnya, ia mengabdikan diri pada Angkatan Bela Diri (Angkatan Bersenjata) Israel sebagai perwira di satuan Infantri Golani. Ia menjadi Menteri tanpa jabatan yang bertanggung jawab atas urusan minoritas (1988-1990) dan sebagai Menteri Kesehatan (1990-1992). Antara tahun 1981-1988, ia menjadi anggota Komite Urusan Luar Negeri dan juga duduk dalam Komite Keuangan, Pendidikan, dan Anggaran Pertahanan.
Pada tahun 1970-an Olmert tersangkut skandal pencemaran yang melibatkan sejumlah pengusaha terkenal Yerusalem, kejahatan terorganisasi, anggota parlemen yang korup dan Jenderal purnawirawan Rechavam Ze'evi. Masalah ini didokumentasikan dalam laporan wartawan investigatif Aryeh Avneri, Ha'tvusa pada 1992. Setelah tuntutan pencemaran Ze'evi ini, Olmert konon meminta dana dari Perbendaharaan Likud untuk dana pembelaannya, meskipun para pengacaranya berasal dari biro hukumnya sendiri. Hal ini dapat disimpulkan sebagai penyogokan. Semua tuduhan terhadap Olmert akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
Pada periode 1993-2003, Ehud Olmert menjabat sebagai Wali kota Yerusalem selama dua masa jabatan. Ia adalah anggota pertama dari Likud ataupun partai-partai pendahulunya yang memegang jabatan ini. Selama masa jabatannya, ia memusatkan perhatiannya dalam memulai dan memajukan proyek-proyek besar di kota itu, pembangunan dan perbaikan sistem pendidikan dan pembangunan infrastruktur jalan raya. Ia juga memimpin pembangunan sistem kereta ringan di Yerusalem dan investasi dalam jumlah jutaan shekel dalam pembangunan transportasi massal untuk kota itu.
Sebagian pengecamnya mencatat bahwa Olmert menempatkan banyak aktivis Likud dalam berbagai posisi di pemerintahan kota Yerusalem pada masa jabatannya sebagai wali kota. Berbagai kasus pembangunan perumahan ilegal baik oleh perusahaan-perusahaan Arab maupun Yahudi berlanjut selama masa jabatan Olmert. Gejala ini telah melanda kota itu hingga sekarang.
Ehud Olmert terpilih sebagai anggota Knesset ke-16 pada Januari 2003. Ia menjadi kepala kampanye pemilihan untuk Partai Likud selama pemilu, dan kemudian menjadi perunding utama dalam perjanjian koalisi. Setelah pemilu ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri dan Menteri Industri, Perdagangan dan Perburuhan. Sejak 2003-2004, ia juga menjabat sebagai Menteri Komunikasi.
Pada 7 Agustus2005, Olmert diangkat menjadi penjabat Menteri Keuangan, menggantikan Benjamin Netanyahu, yang mengundurkan diri sebagai protes terhadap rencana pemisahan diri sepihak Israel 2004|Rencana penarikan mundur Israel]] dari Jalur Gaza. Olmert, yang semula menentang penarikan mundur dari tanah yang direbut pada Perang Enam Hari dan yang memberikan suara menolak Perjanjian Damai Camp David pada 1978, adalah pendukung vokal penarikan mundur dari Gaza. Setelah pengangkatannya, Olmert berkata:
"Saya menentang Menachem Begin. Saya katakan padanya, itu adalah kesalahan yang historis, betapa berbahayanya kesepakatan itu, dan seterusnya, dan seterusnya. Sekarang saya menyesal bahwa ia sudah tiada sehingga saya tidak dapat secara terbuka mengakui kebijaksanaannya dan kesalahan saya. Dia benar dan saya keliru. Syukurlah kami menarik diri dari Sinai."
Salah satu topik yang merusakkan posisi Olmert di antara sebagian besar pendukung Likud, lebih daripada yang dapat diterima oleh para pejabat politik, adalah perubahan pemikirannya sehubungan dengan konsesi teritorial.
Pada masa jabatan kedua PM Ariel Sharon, Olmert menjadi wakil perdana menteri dan banyak orang memandangnya sebagai tangan kanan Sharon. Ia adalah pendukung vokal kebijakan pemerintah dan merupakan sekutu paling penting Sharon dalam rencana pemisahan diri sepihak September 2005. Ketika Sharon mengumumkan bahwa ia meninggalkan Likud untuk membentuk partai baru, Kadima, Olmert adalah salah satu orang pertama yang bergabung dengannya.
Penjabat Perdana Menteri
Pada 4 Januari 2006, Olmert menjadi Penjabat Perdana Menteri Israel setelah Ariel Sharon mengalami stroke yang parah. Salah satu keputusannya yang pertama adalah melanjutkan pemilu yang dijadwalkan 28 Maret.
Mengingat sejumlah laporan yang menyatakan bahwa Sharon kemungkinan tidak akan pulih untuk melanjutkan pekerjaannya, Olmert dianggap paling besar kemungkinannya untuk memimpin Kadima dalam pemilu. Di bawah hukum Israel, Olmert dapat melanjutkan sebagai Penjabat Perdana Menteri sselama 100 hari dan sesudah itu seorang Perdana Menteri yang permanen harus dipilih. Namun pemilu ini akan berlangsung dalam batas waktu 100 hari itu. Bila para dokter menyatakan bahwa Sharon tidak akan mampu melanjutkan jabatannya, partai Kadima akan memilih seorang pengganti. Secara hukum hanya satu dari lima anggota Kadima di dalam Kabinet yang dapat dipilih sebagai Perdana Menteri sebelum pemilu. Karena empat anggota kabinet lainnya dari Kadima telah berjanji mendukung Olmert, hampir dapat dipastikan bahwa ia akan menggantikan Sharon, kecuali terjadi hal-hal lain yang tidak terduga.
Pada hari-hari setelah stroke itu, Olmert telah bertemu dengan Shimon Peres dan para pendukung Sharon lainnya untuk berusaha meyakinkan mereka agar tetap bergabung dengan Kadima, dan bukan kembali ke Likud atau, dalam hal Peres, ke Partai Buruh. Peres telah mengumumkan dukungannya untuk Olmert, dan sejauh ini belum ada laporan tentang anggota Kadima lainnya di Knesset yang kembali ke Likud.
Pemilu 2006, menjadi Perdana Menteri
Pada pemilu untuk Knesset ke-17 pada 28 Maret, partai Kadima memperoleh 29 kursi. Hasil ini bukan seperti yang diharapkan, tetapi Kadima tetap merupakan partai dengan kursi terbanyak di Knesset dan dengan demikian mendapatkan hak pertama untuk membentuk koalisi. Dalam pidato kemenangannya, Olmert berjanji untuk menjadikan Israel negara yang adil, kuat, damai, dan makmur, menghargai hak-hak kaum minoritas, mementingkan pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta terutama sekali berjuang untuk mencapai perdamaian yang kekal dan pasti dengan bangsa Palestina. Olmert menyatakan bahwa sebagaimana Israel bersedia berkompromi untuk perdamaian, ia mengharapkan bangsa Palestina pun harus fleksibel dengan posisi mereka. Ia menyatakan bahwa bila Otoritas Palestina, yang kini dipimpin Hamas, menolak mengakui Negara Israel, maka Israel "akan menentukan nasibnya di tangannya sendiri" dan secara langsung menyiratkan aksi sepihak. Masa depan pemerintahan koalisi ini sebagian besar tergantung pada niat baik partai-partai lain untuk bekerja sama dengan perdana menteri yang baru terpilih.
Pada 11 April2006, Kabinet Israel menunjuk Olmert sebagai Perdana Menteri Sementara, yang berlaku mulai 14 April, kecuali bila kesehatan Sharon membaik. Pada 14 April2006 Sharon dinyatakan "berhalangan tetap" karena telah dirawat di rumah sakit selama 100 hari. Ini berarti sejak hari itu juga Olmert secara resmi menjadi Perdana Menteri israel, menggantikan Sharon.
Pada 28 Juni2006, tiga kelompok milisi Hizbullah menculik seorang anggota pasukan Israel dengan tuntutan agar Israel melepaskan seribu orang tahanan Palestina. Olmert memerintahkan pembalasan dengan serangan-serangan ke Lebanon selatan, dengan tujuan bukan saja untuk membebaskan anggota pasukannya yang ditawan Hizbullah, melainkan untuk menghabisi kekuatan Hizbullah yang selama ini dianggap mengganggu keamanan Israel.
Tindakan Israel menuai berbagai kecaman dari banyak pemimpin negara di seluruh dunia, kecuali Presiden George W. Bush dari Amerika Serikat yang tetap mendukung penyerangan tersebut. Kecaman-kecaman berdatangan terutama karena banyak sekali sasaran-sasaran sipil dan warga sipil Lebanon sendiri yang menjadi korban.
Pasukan-pasukan Hizbullah membalas serangan Israel dengan tembakan-tembakan roket yang jauh menghantam wilayah Israel. Akibatnya, Olmert dikecam habis-habisan oleh rakyatnya sendiri. Setelah penyerangan ke Lebanon dihentikan, Olmert akhirnya terpaksa menyerah terhadap desakan untuk melakukan penyelidikan atas kelemahan-kelemahan pertahanan Israel yang menyebabkan Hizbullah mampu melancarkan serangan balik yang hebat.