Perbatasan semua wilayah ini dibiarkan kabur, "akan ditentukan oleh negara Sekutu Utama", dan diresmikan empat tahun kemudian. Keputusan konferensi ini diperkuat oleh Perjanjian Sèvres (Bab VII, Pasal 94-97). Karena Turki menolak perjanjian ini, keputusan konferensi terkait mandat Palestina disahkan oleh Dewan Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Juli 1922.
Latar belakang
Pada pertemuan "Dewan Empat" tahun 1919, Perdana Menteri Britania Raya Lloyd George menyatakan bahwa Korespondensi McMahon-Hussein merupakan kewajiban perjanjian, dan kesepakatan bersama Hussein merupakan dasar bagi Perjanjian Sykes-Picot yang mengusulkan negara Arab merdeka atau konfederasi negara merdeka.[1] Bulan Juli 1919, parlemen Suriah Raya tidak mau mengakui klaim Prancis atas wilayah Suriah.[2]
Tanggal 30 September 1918, pendukung Pemberontakan Arab di Damaskus mendeklarasikan pemerintahan yang tunduk pada syarif Makkah, sosok yang dijuluki "Raja Bangsa Arab" oleh berbagai pemuka agama dan tokoh masyarakat di Makkah.[3] Tanggal 6 Januari 1920, Pangeran Faisal membuat kesepakatan dengan Perdana Menteri Prancis Clemenceau yang mengakui "hak bangsa Suriah membentuk pemerintahan sendiri sebagai bangsa yang merdeka".[4]Kongres Pan-Suriah di Damaskus mendeklarasikan negara merdeka bernama Suriah pada tanggal 8 Maret 1920.[5] Negara baru ini mencakup Suriah, Palestina, Lebanon, dan sebagian Mesopotamia utara yang dicadangkan oleh Perjanjian Sykes-Picot untuk sebuah negara Arab merdeka atau konfederasi negara merdeka. Raja Faisal diangkat sebagai kepala negara. Pada saat yang sama, Pangeran Zeid, saudara Faisal, diangkat sebagai gubernur Mesopotamia.
Stein, Leonard (1961). The Balfour Declaration. London: Valentine Mitchell.
"Conferees Depart from San Remo", New York Times, April 28, 1920, Wednesday. "CONFEREES DEPART FROM SAN REMO; Millerand Receives Ovation from Italians on His Homeward Journey. RESULTS PLEASE GERMANS; Berlin Liberal Papers Rejoice at Decision to Invite Chancellor to Spa Conference."