Pasar Beringharjo (bahasa Jawa: ꦥꦱꦂꦧꦼꦫꦶꦁꦲꦂꦗ, translit. Pasar Beringharja) adalah salah satu pasar di Kota Yogyakarta yang terletak di Jalan Marga Mulya nomor 16, Yogyakarta[3].
Pasar Beringharjo adalah pasar tertua dengan nilai historis dan filosofis yang tidak dapat dipisahkan dengan Keraton Yogyakarta.[4]
Etimologi
Beringharjo memiliki makna harafiah hutan pohon beringin yang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi warga Yogyakarta.[5] Nama Beringharjo berasal dari kata "bering" dan "harjo". Pasar ini dahulu adalah sebuah hutan yang dikenal dengan nama Hutan Paberingan atau dikenal sebagai "bering". Sedangkan "harjo" berasal dari kata raharjo yang artinya sejahtera dengan harapan tempat ini menjadi baik dan membuat rakyat sejahtera.[6]
Ada pula yang mengartikan nama Beringharjo dari kata "jember" yang artinya basah atau lembab karena daerah ini dulunya adalah daerah rawa, "ring" yang artinya kering, dan "harjo" yang artinya indah dan bersih sehingga Beringharjo berarti daerah yang semula basah dan lembab kemudia menjadi kering dan bersih.[6]
Sejarah Berdirinya Pasar Beringharjo
Wilayah Pasar Beringharjo pada awalnya adalah hutan beringin.[7] Tidak lama setelah berdirinya Kraton Yogyakarta pada tahun 1758, wilayah pasar ini dijadikan tempat transaksiekonomi oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya.[8] Ratusan tahun kemudian pada tanggal 24 Maret tahun 1925, Keraton Yogyakarta menugaskan Nederlansch Indisch Beton Maatschappij (Perusahaan Beton Hindia Belanda) untuk membangun los-los pasar.[4] Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan dan yang lainnya menyusul secara bertahap.[7]
Nama Beringharjo diberikan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII bertakhta pada tanggal 24 Maret 1925. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan agar semua instansi di bawah naungan Kesultanan Yogyakarta menggunakan Bahasa Jawa.[4] Nama Beringharjo dipilih karena memiliki arti wilayah yang semula hutan beringin (bering) yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo).[4] Nama Beringharjo sendiri dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan beringin dan pohon beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang.[4]
Pasar Beringharjo memiliki nilai historis dan filosofis dengan Kraton Yogyakarta karena telah melewati tiga fase, yakni masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan.[4] Pembangunan Pasar Beringharjo merupakan salah satu bagian dari rancang bangun pola tata kota Kesultanan Yogyakarta yang disebut Catur Tunggal.[4] Pola tata kota ini mencakup empat hal yakni keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat transaksi ekonomi.[4]
Struktur Bangunan
Ciri khas bangunan Pasar Beringharjo dapat dilihat pada interior bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitekturkolonial dan tradisionalJawa.[4] Secara umum, pasar ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah yaitu bagian barat dan bagian timur.[8] Bangunan utama di bagian barat terdiri dari dua lantai, adapun bangunan yang kedua di bagian timur terdiri dari tiga lantai.[4] Pintu masuk utama pasar ini terletak di bagian barat, tepat menghadap Jalan Malioboro.[4] Pintu gerbang utama ini merupakan bangunan dengan ciri khas kolonial bertuliskan Pasar Beringharjo dengan aksara Latin dan aksara Jawa.[8]
Pada sisi kanan dan kiri pintu utama terdapat dua buah ruangan berukuran 2,5 x 3,5 meter yang digunakan untuk kantor pengelola pasar.[4] Pintu utama ini berhubungan langsung dengan jalan utama pasar yang dibangun lurus dari arah barat ke timur.[4] Lebar jalan utama di dalam pasar ini berkisar 2 meter dengan los-los terbuka di sisi kanan dan kiri.[4] Di samping pintu utama, terdapat pula pintu-pintu lain di bagian utara, timur, selatan dengan ukuran lebih kecil dibandingkan pintu utama.[4]
Pasar Beringharjo memiliki berbagai jenis batik mulai batik kain maupun sudah jadi pakaian, bahan katun hingga sutra.[7] Koleksi batik kain dijumpai di los pasar bagian barat sebelah utara.[7] Sementara koleksi pakaian batik dijumpai hampir di seluruh pasar bagian barat.[7] Selain pakaian batik, los pasar bagian barat juga menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun batik.[7] Selain itu juga dijumpai sandal dan tas di sekitar eskalator pasar bagian barat.[7]
Aneka rempah-rempah
Di lantai dua pasar bagian timur, merupakan pusat penjualan bahan dasar jamu Jawa dan rempah-rempah.[7] Bahan jamu yang dijual misalnya kunyit yang biasa dipakai untuk membuat kunyit asam dan temulawak yang dipakai untuk membuat jamu sangat pahit.[7] Rempah-rempah yang ditawarkan antara lain jahe (biasa diolah menjadi minuman ronde ataupun hanya dibakar, direbus dan dicampur gula batu) dan kayu (dipakai untuk memperkaya citarasa minuman seperti wedang jahe, kopi, teh dan kadang digunakan sebagai pengganti bubuk coklat pada cappucino).[7]
Aneka barang antik
Pasar Beringharjo juga menjadi tempat yang tepat untuk berburu barang antik.[7] Pusat penjualan barang antik terdapat di lantai 3 pasar bagian timur.[7] Di tempat itu, wisatawan bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-an yang bagian depannya memiliki mika sebatas hidung dan sebagainya.[7] Di lantai itu pula, wisatawan dapat memburu beberapa barang bekas berkualitas.[7] Berbagai macam barang bekas impor seperti sepatu, tas, dan pakaian dijual dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan kualitas yang masih baik.[7]
Aneka jajan pasar
Pasar Beringharjo menjual berbagai macam jajanan pasar khas Yogyakarta yang dikemas dengan cara tradisional.[9] Untuk mendapatkan harga yang sesuai, wisatawan bisa menawar harga jajanan pasar ini.[9]
Kue kipo
Kue kipo adalah makanan khas Kotagede yang terbuat dari tepung ketan dan dipanggang kecil-kecil.[9] Bahan dasarnya terbuat dari tepung ketan dan unti kelapa.[9] Kipo menjadi makanan khas karena proses pembuatannya tergolong unik.[9] Kue tidak dikukus tetapi dibakar di wajan tanah liat.[9]
Pecel urap
Di pelataran depan Pasar Beringharjo, wisatawan dapat mencicipi pecel urap yang disajikan dalam mangkuk dari daun pisang yang disebut pincuk.[9] Pecel ini berisi berbagai macam sayuran seperti bayam, tauge, sawi dan bumbu kacang.[9] Sedangkan pelengkapnya yakni tahu dan tempe bacem atau tempe gembus.[9]
Mendut dan mega mendhung
Makanan ini berbahan ketan yang berbentuk bulat, berwarna merah dan hijau yang disiram dengan kuah santan.[9] Makanan lain yakni mega mendhung, yaitu makanan kecil yang terbuat dari hunkue berwarna biru dan putih.[9]
Legomoro
Makanan ini terbuat dari beras ketan dan diisi daging yang dicacah.[9] Legomoro hampir mirip dengan lemper yang dibungkus daun pisang dan dikukus.[9]