Tempe gembus adalah salah satu makanan tradisional yang merupakan hasil fermentasi ampas tahu oleh kapang tempeRhizopus spp.[1][2][3] Tempe gembus belum dikenal orang sebelum terjadinya Perang Dunia II, dan baru mulai dimakan penduduk di Pulau Jawa sekitar tahun 1943 ketika persediaan makanan di perdesaan mulai menipis.[1]
Ampas tahu, yakni sisa bahan padat dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu, umumnya dimanfaatkan sebagai pakanternak, pakan ikan,[1] atau untuk membersihkan lantai rumah.[4] Di Banyumas, tempe ini juga dikenal dengan nama tèmpé gajês; sedangkan di Surabaya dan sekitarnya, sebutannya adalah tèmpé mènjés.
Bahan pembuatan tempe gembus biasanya adalah ampas tahu yang telah dimasak dan didinginkan,[1][4] meskipun ada pula yang menggunakan bahan-bahan yang lain.[5] Kapang yang digunakan dalam fermentasi terutama adalah kapang atau ragitempeRhizopus oligosporus dan Rh. arrhizus.[1]
Ampas tahu yang telah dikurangi kadar airnya dan dicampuri dengan kapang tempe itu kemudian difermentasikan. Tempe gembus dihasilkan lebih kurang 20 jam setelah inokulasi dilakukan; dan paling baik untuk dikonsumsi hingga umur 28 jam.[1] Setelah 44 jam[1] hingga 48 jam,[4] tempe mulai berbau tengik amoniak, tanda bahwa telah terjadi penguraian protein.[1]
Kandungan gizi
Meskipun berasal dari sisa pembuatan makanan, tempe gembus masih mengandung cukup kadar gizi. Namun demikian, dibandingkan dengan tempe kedelai, tempe gembus memiliki kadar protein dan lemak yang lebih rendah, kandungan energi yang hanya sekitar setengahnya, tetapi dengan kadar serat makanan yang lebih tinggi.[3]
Tempe gembus juga memiliki kandungan jenis-jenis asam amino yang sama dengan tempe kedelai, namun dengan kadar yang jauh lebih kecil. Di samping itu tempe gembus mengandung asam-asam lemak esensial, di antaranya asam linoleat (21,51%), asam lemak tak jenuh oleat (16.72%) dan linolenat (1.82%).[3] Tempe gembus juga mempunyai kandungan senyawa isoflavon berupa daidzein dan genistein. Kadar daidzein dan genistein tertinggi didapati pada tempe gembus hasil fermentasi hari ke-3, yaitu berturut-turut sebesar 9,868 µg/g dan 3,480 µg/g.[4]
Proses fermentasi tempe ini boleh dikatakan tidak mengubah nilai gizi yang dikandung ampas tahu, akan tetapi proses ini telah mengubah tampilan dan rasa ampas tahu yang semula tidak menarik dan tidak enak dimakan.[1]
Masakan
Tempe gembus digemari sebagian penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur karena rasanya yang cukup enak. Serupa dengan tempe kedelai umumnya, tempe gembus biasa digoreng atau dimasak dengan sayuran dan cabai. Di Jawa Timur, tempe ini juga dikenal sebagai tempe menjes.
Catatan kaki
^ abcdefghiGandjar, I. & Dewi S. Slamet. 1972. "Tempe gembus hasil fermentasi ampas tahu." Penelitian Gizi dan Makanan2: 70-9Diarsipkan 2016-02-01 di Wayback Machine.
^Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
^ abcSulchan, M. & Endang N.W. 2007. "Nilai gizi dan komposisi asam amino tempe gembus serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tikus." Majalah Kedokteran Indonesiav. 57(3): 80-5,[pranala nonaktif permanen] Maret 2007.
^ abcdKusumaningsih, T., S.R.D. Ariani, & W. Agustina. 2006. "Profil kandungan daidzein dan genistein pada tempe gembus selama proses fermentasi." J. Alchemy, Vol. 5(1): 45-53,[pranala nonaktif permanen] Maret 2006. ISSN 1412-4092