Ngasem atau Pasar Ngasem (bahasa Jawa: ꦥꦱꦂꦔꦱꦺꦩ꧀) adalah pasar yang dulunya menyediakan hewan peliharaan, khususnya burung yang terbesar di Yogyakarta.[1] Saat ini Pasar Ngasem sudah tak lagi menjual burung, tetapi menjual produk konsumen.
Masyarakat Jawa tak lepas dari tradisi dan kepercayaan.[2] Merunut akar budaya Jawa, seorang pria tergolong berhasil apabila telah memiliki 5 hal utama, yaitu Wisma (rumah), istri (wanita), turangga (kuda), curiga (keris), dan burung peliharaan (kukila).[2] Kukila adalah alasan bagi seorang pria Jawa untuk memelihara burung sehingga pasar burung menjadi suatu tempat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Jawa.[2]
Menurut sejarahnya, kawasan Pasar Ngasem dahulunya merupakan danau yang sering digunakan Sultan Hamengku Buwono II berpelesir sambil melihat-lihat keindahan keraton dari luar benteng.[3] Namun, sekian waktu berjalan danau tersebut beralih fungsi menjadi perkampungan dan di tengah-tengah kampung tersebut menjadi sebuah pasar yang khusus menjual burung.[3] Keradaan Pasar Ngasem sendiri juga bisa memberikan info penting tentang apa yang dianggap bergengsi pada masa kerajaan dahulu.[3]
Pasar Ngasem konon telah ada sejak tahun 1809.[4] Hal tersebut dibuktikan dengan sebuah foto yang menunjukkan Pasar Ngasem dengan barang dagangan utamanya berupa burung.[4] Kemudian sekitar tahun 1960-an, pasar ini semakin identik dengan burung setelah pedagang burung dari Pasar Beringharjo dipindahkan ke tempat ini.[4] Bukan hal mengherankan bila banyak turis menyebut pasar ini dengan bird market karena areal perdagangan burung sepertiga dari luas pasar.[4]
Perayaan
Pada tahun 2013, Festival Kesenian Yogyakarta yang biasanya dilaksanakan di Benteng Vredeburg dipindahkan di Pasar Ngasem.[5] Kompi Setyoko yang merupakan ketua dari Komunitas Kampoeng Boedaja Taman Sari menyatakan bahwa hampir semua mahasiswa di Institut Seni Indonesia pasti pernah membuat lukisan tentang Pasar Ngasem.[6] Bambang Sukono, mantan alumni Akademi Seni Rupa Indonesia membenarkan pernayataan Kompi.[6] Kartika Affandi yang merupakan putri dari pelukis Affandi menyatakan bahwa pada tahun 1970-an, ia dan ayahnya sering berkunjung ke Pasar Ngasem untuk melukis.[6] Namun demikian, seiring membludaknya pengunjung, Kartika menganggap Pasar Ngasem kehilangan nilai artistiknya.[6] Saking ramainya, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Burung Ngasem, Konsep Giyatmo berani mengklaim satu-satunya pasar burung yang dikunjungi turis hanyalah Pasar Ngasem.[6]
Relokasi
Pada 22 Maret 2010, Pasar Ngasem direlokasi ke Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta atau Pasty yang berlokasi di Jalan Bantul, Dongkelan, Kota Yogyakarta.[6] Proses relokasi berlangsung meriah dengan adanya Kirab Budaya yang diikuti oleh 287 pedagang.[7] Relokasi pasar terpaksa dilaksanakan oleh Pemerintah Kotamadya Yogyakarta demi menjaga suasana jual beli yang kondusif sekaligus upaya preventif menjaga objek wisata Taman Sari.[8]
Rujukan
^"Pasar Burung". Tiket.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-17. Diakses tanggal 3 Mei 2014.