Seperti halnya dengan Candi Sambisari yang berjarak tidak jauh, candi ini ditemukan terletak tiga sampai tujuh meter di bawah permukaan tanah; kemungkinan besar karena tertimbun lahargunung Merapi yang diduga kuat meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kira-kira tahun 1006). Karena jenis tanah yang berada di sekitar candi terdiri dari 13 lapisan yang berbeda, maka kemungkinan besar bahwa candi ini tertimbun lahar dalam beberapa kali letusan (13 kali).
Bagian bangunan induk Candi Kedulan ditemukan pada tanggal 24 November 1993 secara tidak sengaja oleh penambang pasir di lahan gersang yang merupakan tanah bengkok di Desa Tirtomartani.[1][2] Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak SPSP Prambanan (sekarang BPCB DIY) diketahui bahwa 85% batuan candi asli masih dapat ditemukan meskipun dalam kondisi berserakan. Hal ini mendorong pihak berwenang untuk segera melakukan pemugaran (restorasi).
Restorasi
Pada tahun 2003 di lokasi penggalian ditemukan dua prasasti yang ditulis dalam aksara Jawa kuna dan bahasa Jawa kuna, yang masing-masing kemudian dinamakan prasasti Pananggaran dan prasasti Sumundul.[3] Keduanya bertanggal 15 Agustus 868. Isi tulisan keduanya mengenai pembebasan pajak tanah di "Desa Pananggaran" dan "Desa Parhyangan" untuk pembuatan bendungan dan irigasi serta pendirian bangunan suci bernama "Tigaharyyan" oleh penguasa Kerajaan Mataram Kuno. Pada tahun 2015 ditemukan kembali satu buah prasasti yang ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno yang berangka tahun 900 Masehi. Prasasti yang bertanggal 30 Maret 900 ini kemudian dinamakan prasasti Tlu Ron ("Tiga Daun").[3] Isinya tentang perbaikan bendungan dan tanah perdikan bagi bangunan suci "Tiga Ron". Dari sini, dapat diduga bahwa nama bangunan ini pada masanya adalah Parhyanan i Tigaharyyan ("tempat suci di Tigadaun", menurut prasasti Pananggaran) atau Parahyanan Haji i Tlu Ron ("tempat suci kerajaan di Tigadaun", menurut prasasti Tlu Ron).[4][5]
Pemugaran candi utama diselesaikan tanggal 1 November 2019 dengan memakan anggaran sekitar 1,5 milyar rupiah dan ditandai dengan peletakan kemuncak candi oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Hilmar Farid, Bupati Sleman Sri Purnomo, dengan disaksikan oleh Kepala BPCB DIY, Ari Setyastuti.[6] Pemugaran candi perwara dilakukan pada tahun 2020.
Arsitektur Candi
Arsitektur dari candi ini terlihat mirip seperti gaya Candi Sambisari. Candi yang mempunyai hiasan berupa relief mulut kala (raksasa) dengan taring bawah ini pertama kali ditemukan di tengah sawah pada tahun 1993 oleh para pencari pasir yang mengeduk pasir untuk bahan bangunan. Berkebalikan dengan candi Sambisari, candi utama menghadap ke timur (tangga masuk pada sisi timur), dengan tiga candi perwara (pengawal) di hadapannya. Di dalam bangunan candi terdapat yoni dan lingga berukuran cukup besar yang masih utuh. Dinding sisi selatan, barat, dan utara berturut-turut memiliki relung yang ditempati arca Rsi Agastya, Dewa Ganesha, dan Batari Durga.
Dalam kaitan dengan rencana pembuatan jalan bebas hambatan (Jalan Tol Yogya-Solo), sempat muncul kekhawatiran bahwa trase (jalur) lebuh raya tersebut akan berdampak pada kompleks candi.[7]
Panorama Candi Kedulan, diambil dari sudut barat laut (keadaan Februari 2019).
^Yogyakarta, Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi D. I. (2019-03-08). "Menguak Jati Diri Candi Kedulan yang Sebenarnya". Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-15.