Museum Padepokan Sumber Karahayon atau Museum Sumber Karahayon (bahasa Jawa: ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦥꦣꦺꦥꦺꦴꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦸꦩ꧀ꦧꦼꦂꦏꦫꦲꦪꦺꦴꦤ꧀, translit. Musiyum Padhépokan Sumber Karahayon) adalah museum yang terletak di Padukuhan Tegal, Kalurahan Jambidan, Kapanéwon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum tersebut didirikan oleh Ki Wiryodikarso atau Mbah Pleret dan awalnya dikenal sebagai Padepokan Sumber Karahayon. Pada 1 Oktober 1980, bangunan itu dihibahkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul dan diterima oleh Bupati Bantul saat itu, R. Soetomo Mangkoesasmito. Museum tersebut saat ini dilestarikan oleh para anggota Yayasan Hondodento.
Asal-usul
Bangunan Museum Padepokan Sumber Karahayon terletak di Padukuhan Tegal, Kalurahan Jambidan, Kapanéwon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum ditetapkan menjadi salah satu museum oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, bangunan ini awalnya merupakan tempat tinggal dari Ki Wiryodikarso (lebih dikenal dengan nama Mbah Pleret) dan dikenal sebagai Padepokan Sumber Karahayon.[1][2] Pada 1 Oktober 1980, tempat tinggal beserta isinya itu lantas dihibahkan kepada Pemkab Bantul atas keinginannya sendiri dan diterima oleh Bupati Bantul saat itu, R. Soetomo Mangkoesasmito. Nama bangunan tersebut kemudian diubah menjadi Museum Padepokan Sumber Karahayon atau Museum Sumber Karahayon.[3]
Koleksi yang ada di museum ini adalah benda-benda bersejarah milik Wiryodikarso berupa patung, foto, mobil, pakaian, dan lain-lain.[4] Endang Sawitri, salah satu pengelola Museum Sumber Karahayon, menerangkan jika bangunan museum ini dilihat dari atas tampak seperti orang tidur, yang membujur dari barat ke timur dengan posisi miring menghadap ke selatan. Secara filosofis, bagian-bagian yang berada di dalam museum diibaratkan seperti buku, yaitu wujudnya dapat dibaca.[3]
Riwayat pendiri
Sawitri menjelaskan bahwa Wiryodikarso adalah salah satu pejuang nasional yang ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Dia lahir di Kampung Gebayanan, Kemantrèn Mantrijeron, Kota Yogyakarta pada 8 Januari 1904. Ketika remaja, dia menjadi anggota Vatvinder (Pramuka) Budi Utomo. Ketertarikannya di dunia politik lantas membawanya masuk ke Partai Nasional Indonesia (PNI). Sejak saat itu, dia mengikuti kursus-kursus politik yang diajarkan oleh Soekarno serta berteman akrab dengan Ali Sastroamidjojo dan Gatot Mangkoepradja. Pertemuan terakhirnya dengan Soekarno terjadi pada 1962 di Istana Negara.[3]
Wiryodikarso juga merupakan pendiri Yayasan Hondodento yang bergerak di bidang kebudayaan.[3] Yayasan ini dilindungi oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.[5] Tak hanya memugar Petilasan Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirto Kamandanu di Kediri,[6][7][8][9] yayasan itu juga rutin menggelar upacara labuhan di Pantai Parangkusumo.[10] Ritual tersebut merupakan wujud rasa syukur para anggotanya.[11]
Ritual tradisional ini dilaksanakan oleh Yayasan Hondodento bekerja sama dengan Karang Taruna Unit Krebet sebagai pelaku upacara. Labuhan tersebut pertama kali diadakan secara internal, khusus bagi keluarga besar Hondodento sejak tahun 1974.[12] Saat ini, Labuhan Hondodento menjadi agenda pariwisata tahunan di Bantul setiap tanggal 15 Sura, kalender Jawa.[13][14][15]
^Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul (2019). Kajian Length of Stay Kabupaten Bantul 2019 (Laporan Akhir)(PDF). Bantul: Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. hlm. 7. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2 Juni 2021. Diakses tanggal 31 Agustus 2019.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Tempo Publishing (2020). Menelusuri Kota Lama Kerajaan Majapahit. Jakarta: Tempo Publishing. hlm. 39. ISBN978-623-2625-63-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Quinn, George (2019). Bandit Saints of Java: How Java's Eccentric Saints are Challenging Fundamentalist Islam in Modern Indonesia. Selangor: Monsoon Books. ISBN978-191-2049-45-5.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Quinn, George (2021). Wali Berandal Tanah Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN978-602-4815-24-0.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Buku lama
Pengurus Pusat Yayasan Hondodento (1989). Loka Moksa Sang Prabu Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirtokamandanu. Yogyakarta: Yayasan Hondodento.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Pengurus Pusat Yayasan Hondodento (2004). Perjalanan Yayasan Hondodento. Yogyakarta: Kelompok Malam Seton (Yogyakarta).Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Yudoyono, Bambang (1984). Sang Prabu Sri Adji Djajabaja, 1135–1157. Yogyakarta: Karya Unipress.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)