Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi.
Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Lempeng Sunda). Pulau ini memiliki rangkaian pegunungan di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tetapi di pulau ini hampir tidak ada aktivitas vulkanik. Sungai Mahakam berawal dari Gunung Cemaru (1.681 m) di bagian tengah Pulau Kalimantan, kemudian memotong satuan pra-tersier di sebelah timur Gunung Batuayan (1.652 m) dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai (Kutai basin). Bagian tengah daerah pengalirannya melewati dataran rendah dengan danau-danau berhutan rawa. Di bagian tengah ini, daerah aliran Sungai Mahakam dipisahkan dengan daerah aliran sungai Barito di sebelahnya oleh perbukitan yang tingginya kurang dari 500 m. Setelah daerah tersebut, Sungai Mahakam memotong antiklin Samarinda dan mengalir ke Delta Mahakam yang menyerupai kipas yang membentang pada landas laut dengan basis sekitar 65 km dan radius sekitar 30 km.
Pada Atlas Kalimantan Timur (Voss, 1983) digambarkan bahwa di sebelah hulu dari Long Iram (daerah aliran sungai Mahakam bagian hulu) sungai ini mengalir pada batuan tersier. Antara Long Iram dan Muara Kaman (daerah aliran sungai bagian tengah) sungai ini mengalir pada batuan alluviumkuarter, sementara di antara Muara Kaman hingga ke hilir termasuk di Delta Mahakam, kembali ditemukan batuan tersier.
Iklim
Daerah aliran Sungai Mahakam terletak di sekitar garis katulistiwa. Menurut klasifikasi iklim Koppen, daerah ini memiliki tipe Af (hutan hujan tropis) dengan suhu terendah ≥18oC dan curah hujan pada bulan terkering pada tahun normal ≥60 mm.[5] Transfer massa dan energi di daerah tropis terjadi melalui sirkulasi udara umum yang dikenal sebagai Sel Hadley. Pola hujan pada daerah tropis ini ditentukan oleh pola angin atmosferik skala besar yang dapat diamati dengan beberapa cara di atmosfer. Sirkulasi ini membawa kelembapan ke udara, menyebabkan hujan di daerah sekitar khatulistiwa, sementara pada tepi sabuk tropis lebih kering.[6] Dalam sirkulasi ini, evaporasi berlangsung secara intensif di sekitar khatulistiwa pada pusat tekanan rendah yang disebut Zona Konvergensi Antartropis (ITCZ), ditandai dengan akumulasi awan di daerah ini. ITCZ bergerak/berpindah seiring dengan gerak semu matahari di antara zona garis lintang 23,5o Utara dan 23,5o Selatan, sehingga posisinya selalu berubah sesuai gerak semu ini.
ITCZ menyebabkan adanya fenomena muson Indo-Australia yang memengaruhi iklim regional termasuk di daerah aliran sungai Mahakam. Pada bulan-bulan Desember, Januari, Februari (musim dingin di belahan bumi utara) konsentrasi tekanan tinggi di Asia dan tekanan rendah di Australia menyebabkan berhembusnya angin Barat (muson Barat). Pada bulan-bulan Juni, Juli, Agustus konsentrasi tekanan rendah di Asia (musim panas di belahan bumi utara) dan konsentrasi tekanan tinggi di Australia menyebabkan angin Timur bertiup di Indonesia (angin muson Timur). Sirkulasi udara global dan iklim regional di atas menyebabkan daerah aliran sungai Mahakam yang terletak di sekitar garis khatulistiwa memiliki pola hujan dengan dua puncak curah hujan (bimodal) yang umumnya terjadi pada bulan Desember dan Mei. Hal ini karena ITCZ melewati katulistiwa dua kali dalam setahun, dari belahan bumi utara pada bulan September dan dari belahan bumi selatan pada bulan Maret.
Ekologi
Mahakam dan sepanjang daerah aliran sungainya memiliki nilai ekologis penting. Sebanyak 147 spesies ikan asli Mahakam telah teridentifikasi. Mahakam juga merupakan habitat Pesut mahakam (Orcaella brevirostris) yang merupakan spesies yang terancam punah yang dimasukkan pada Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).[1] Daerah aliran Sungai Mahakam juga merupakan habitat dan tempat berkembang biak sekitar 298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies endemik yaitu: Borneo Dusky Mannikin (Lonchura fuscans), Borneo Whistler (Pachycephala hypoxantha), Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri), Bornean Blue-flycatcher (Cyornis superbus) dan Bornean Bristlehead (Pityriasis gymnocephala).
Sebuah kelompok penelitian ([2]Diarsipkan 2011-05-29 di Wayback Machine.): "Upsetting the balance in the Mahakam Delta: past, present and future impacts of sea-level rise, climate change, upstream controls and human intervention on sediment and mangrove dynamics" melakukan penelitian secara luas di Mahakam. Kelompok penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor eksternal seperti kenaikan muka air laut, perubahan iklim, sedimen dari hulu dan pengaruh manusia terhadap perkembangan delta Mahakam pada masa lalu, saat ini, dan pada masa yang akan datang dalam berbagai skala waktu.
Danau-danau Mahakam
Terdapat sekitar 76 danau tersebar di daerah aliran Sungai Mahakam dan sekitar 30 danau terletak di daerah Mahakam bagian tengah termasuk tiga danau utamanya (Danau Jempang 15.000 Ha; Danau Semayang 13.000 Ha; Danau Melintang 11.000 Ha).[7] Tinggi muka air danau danau ini berfluktuasi sesuai musim dari 0,5 m – 1 m selama musim kering hingga tujuh meter pada musim hujan. Danau-danau di Mahakam dan sekitarnya berperan sebagai perangkap sedimen yang terkandung dalam air yang mengalir ke danau-danau tersebut yang diketahui semakin dangkal pada saat ini, kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan masukan sedimen yang berasal dari daerah tangkapannya.[3]Diarsipkan 2012-02-25 di Wayback Machine.
Aspek sosial
Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan petani, sebagai sumber air, dan prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang. Di lembah sungai inilah tempat berkembangnya kerajaan Kutai. Sejarah Kutai terbagi dalam dua periode yaitu Kutai Martadipura (sekitar tahun 350-400) dan Kutai Kartanegara (sekitar tahun 1300). Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu yang didirikan oleh Mulawarman sebagai raja pertamanya di Muara Kaman, yang tercatat sebagai kerajaan tertua di Indonesia.[8] Kutai Kartanegara didirikan oleh pemukim dari Jawa di Kutai Lama di dekat muara Sungai Mahakam. Pada sekitar tahun 1565, Islam menyebar secara luas di Kutai Kartanegara terutama atas usaha ulama yang berasal dari Minangkabau, Tunggang Parangan dan Ri Bandang.[9]
Suku Dayak merupakan suku asli Kalimantan disamping suku Kutai dan Banjar. Sejak sekitar tahun 1970-an program transmigrasi dimulai di Kalimantan Timur terutama berlokasi dekat Sungai Mahakam. Transmigrasi bertujuan untuk memindahkan penduduk dari pulau-pulau berpeduduk padat, Jawa, Bali, dan Madura, untuk meningkatkan produksi pertanian di luar pulau tersebut. Hingga tahun 1973, sekitar 26% daerah pertanian di Kalimantan Timur digarap oleh transmigran.[10]
Sebagai tambahan, sungai Mahakam juga memiliki karakter unik. Kebanyakan permukiman berada di muara sungai. Ada tiga pembagian nama untuk muara ini.
^ abcZailani, Akhmad (penyusun),Zulfakar (editor), Ali Fitri Noor (editor) (2005), Buku Melawan Banjir, Upaya Pemerintah Kota Samarinda Mencegah Banjir di "Kota Air", diterbitkan Pemkot Samarinda-Sultan Pustaka.Samarinda.ISBN 979-793-4775-3.
^Peel, M.C., B. L. Finlayson, and T. A. McMahon, 2007. Updated world map of the Koppen-Geiger climate classification. Hydrol. Earth Syst. Sci., 11, 1633–1644.
^Seidel, D.J., Qiang Fu, William J. Randel & Thomas J. Reichler, 2008. Widening of the tropical belt in a changing climateNature Geoscience 1, 21 - 24, Published online: 2 December 2007, doi:10.1038/ngeo.2007.38
^Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2002. Master Plan Sungai Mahakam. Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Prasarana Wilayah
^Allan J. & Muller K., 1988. The Times Travel Library: East Kalimantan, Ed. By P. Zach, Times Editions.
^Babcock, 1986 dalam Stadtmueller T., 1990. Soil erosion in East Kalimantan, Indonesia. Proceedings of the Fiji Symposium Research Needs and Applications to Reduce Erosion and Sedimentation in Tropical Steeplands, June 1990: IAHS-AISH Publ. No.192,1990.