Jalur dari Stasiun Jakarta Kota hingga Stasiun Cicurug merupakan segmen yang sudah digandakan. Jalur ini memiliki percabangan di Citayam menuju Nambo.
Jalur ini berkali-kali mendapat musibah, antara lain di Terowongan Lampegan pada ruas Sukabumi-Cianjur,[1] dan pada tanggal 21 November 2012 di antara Stasiun Citayam dan Stasiun Cilebut di lintas Manggarai-Bogor.[2] Selanjutnya, juga longsor di Ciranjang, Cianjur hingga rel menggantung.[3] Terdapat pula insiden pencurian rel untuk persiapan pembangunan jalur ganda Bogor–Sukabumi yang berada di km 20+600 Lintas Cigombong–Cicurug.[4]
Sejarah
Jakarta Kota–Manggarai/Bukit Duri–Bogor (Buitenzorg)
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) adalah perusahaan kereta api komersial pertama di Hindia Belanda, yang dibentuk pada tanggal 27 Agustus 1863, menurut akta notaris Amya Esser di Amsterdam.[5] Perusahaan ini rencananya akan mengoperasikan kereta api di seluruh wilayah Hindia Belanda. Jalur pertamanya sendiri adalah Samarang–Vorstenlanden (dimulai dari segmen pertama Samarang–Tangoeng, 10 Agustus 1867). Dalam buku de Spoorweg Samarang–Vorstenlanden karya J.P. de Bordes (dirut NIS), disebutkan bahwa jalur ini merupakan bagian dari konsesi pembangunan dua jalur kereta api oleh NIS, yaitu Samarang–Vorstenlanden dan Batavia–Buitenzorg.[6] Untuk jalur kereta api Batavia–Buitenzorg ini ternyata memakan biaya sebesar ƒ3.370.000,00.[7]
Pembangunan jalur ini mengalami kendala karena masalah keuangan. Proyek ini sempat terhenti pada 1870, yaitu pada pengerjaan gelombang pertama. Pekerjaan ini dimulai dari 15 Oktober 1869 sampai Februari 1870 dimana selama kurun waktu itu jalur sepanjang 7.590 m untuk bagian Kleine Boom, Meester Cornelis sejauh 13.087 m, dan jalur sepanjang 18.730 m untuk bagian Bogor selesai dikerjakan. Pekerjaan kedua baru bisa dilaksanakan pada Juni 1870 hingga Juni 1871, yaitu jalur di Bogor sepanjang sekitar 9.270 m. Selanjutnya, pada Juni 1871 hingga Januari 1873 barulah seluruh proyek pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg selesai, termasuk jalur Weltevreden–Meester Cornelis NIS (Stasiun Bukit Duri) sampai ke Buitenzorg.[9]
Pada awalnya, trase jalur kereta api ini lurus melewati Bukit Duri (depo KRL). Sejak diakuisisi oleh Staatsspoorwegen pada tahun 1913 dan dibangunnya stasiun baru Manggarai per 1 Mei 1918, jalurnya sedikit bergeser ke timur hingga kembali ke trase lama, sedangkan Stasiun Meester Cornelis NIS diubah menjadi depo lokomotif.[10]
Stasiun di jalur ini kebanyakan masih aktif, dengan pengecualian Stasiun Kleine Boom (ditutup pada tahun 1883), Stasiun Meester Cornelis NIS (ditutup pada tahun 1918), Stasiun Dierentuin (ditutup pada tahun 1926), dan Stasiun Batavia (ditutup pada tahun 1929). Kemudian disusul Stasiun Kebonsirih, Stasiun Pegangsaan (ditutup pada tahun 1981), dan Stasiun Pondok Terong (ditutup pada tahun 1996).
Bogor–Padalarang
Bogor–Padalarang dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS), meneruskan tugas NIS dalam membangun jalur kereta apinya. Berawal dari evaluasi oleh P.P. van Bosse di hadapan Parlemen Belanda pada November 1873 terkait kinerja Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).[11][12] Dalam proposalnya, NIS mengalami defisit suntikan modal semenjak beroperasinya dua jalur kereta api yang dibangun tersebut. Bahkan perusahaan ini berkali-kali terancam bangkrut.[11] Selain itu, pihak Pemerintah Kolonial mengakui bahwa gunung di selatan Jawa memiliki kontur yang curam dan membutuhkan biaya sangat besar untuk menaklukkannya. Penetapan trase ini mengharuskan Pemerintah turun tangan membangun jalur kereta api tersebut dan dibentuklah perusahaan yang kemudian dikenal dengan nama Staatsspoorwegen Nederlandsch-Indië (Perusahaan Kereta Api Negara Hindia Belanda). Perusahaan ini berdiri pada tanggal 6 April 1875 berdasarkan pengukuhan staatsblad tersebut.[12][13]
Jalur ini menjadi jalur kereta api ketiga yang dibangun oleh SS, setelah Surabaya–Pasuruan (16 Mei 1878) dan Surabaya–Malang (20 Juli 1879). Jalur ini sebenarnya juga sepaket dengan jalur Surabaya–Sidoarjo–Mojokerto–Kertosono–Solo (1882–1884) karena dibangun untuk mewujudkan hubungan Jakarta–Surabaya melalui jalur selatan. Pada tanggal 17 Mei 1884, Bogor–Padalarang telah tersambung dengan kereta api.[14]
Terdapat terowongan legendaris di jalur ini, yang juga merupakan terowongan kereta api pertama di Indonesia, Terowongan Lampegan. Terowongan di sebelah barat Stasiun Lampegan ini memiliki konstruksi yang sangat berbeda dengan terowongan lainnya di Indonesia, antara lain penampangnya yang cenderung oval, bukan lingkaran. Hal ini menyebabkan sebaran beban yang diampu oleh terowongan ini lebih berat bila dibandingkan dengan penampang lingkaran.
Keadaan saat ini
Pada tahun 2001, Terowongan Lampegan runtuh.[15] Akibatnya, kereta api Cianjuran tidak dapat memasuki terowongan dan tertahan hingga Stasiun Lampegan saja (sebelumnya melayani Bandung–Bogor pp). Lama tidak beroperasi, terowongan ini sudah dapat dioperasikan pada tahun 2010, dengan renovasi penampang dalam dari yang semula oval menjadi kotak.
Pada tanggal 13 Desember 2008, kereta api Bumi Geulis yang melayani Bogor–Sukabumi, p.p, dioperasikan. Dalam catatan yang pernah ada, kereta api Bumi Geulis turut mendukung slot jalur kereta api Bogor–Sukabumi–Cianjur–Bandung yang saat itu masih sedikit layanannya.[16] Karena mesin KRD ini rusak, KRD ini dihentikan operasinya semenjak 18 Desember 2012.[17] Otomatis, halte yang hanya cukup untuk menampung satu rangkaian KRD (Cijambe dan Ciomas) juga dinonaktifkan.
Ketersediaan suku cadang untuk lokomotif diesel hidraulis BB301 dan BB304 untuk KA Cianjuran kini sudah langka karena usianya yang sudah cukup tua untuk dijalankan, serta ketidaktersediaan subsidi PSO dari Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.[18] Pada akibatnya jalur kereta api Cianjur–Padalarang menganggur lama.
Pada tanggal 9 November 2013, kereta api Pangrango mulai beroperasi untuk rute Bogor–Sukabumi, p.p. Akan tetapi, perjalanan kereta apinya tidak diberhentikan di halte Cijambe dan Ciomas lantaran panjang peron yang tidak cukup. Untuk mempersiapkannya, jalurnya kemudian di-upgrade dengan mengganti relnya menjadi R54 dengan bantalan beton agar dapat didaki oleh lokomotif CC206 yang cukup berat.[19] Di segmen Sukabumi–Cianjur disediakan kereta api Siliwangi. Kereta api ini diresmikan pada tanggal 8 Februari 2014, yang dalam operasional hari ke-2 dan ke-3-nya, anjlok di Lampegan.[20] Pada hari ke-2 operasional, KA ini menabrak dinding Terowongan Lampegan.[21] Memang, penampang terowongan yang oval ini menyebabkan ruang bebasnya menjadi sangat sempit untuk dimensi standar kereta penumpang Indonesia sekarang, mengingat pada zaman kolonial terowongan itu didesain untuk kereta yang berdimensi kecil.
Pada Februari 2014, PT KAI sempat merencanakan mengoperasikan kereta api Kian Santang pada Maret 2014, tetapi diundur lagi, dan akhirnya gagal beroperasi pada tahun 2015 karena permasalahan teknis prasarana yang dianggap tidak layak operasi. Padahal, stasiun-stasiun di lintas ini juga sempat menjalani renovasi untuk menyambutnya.[22][23][24]
Jalur Cianjur–Padalarang merupakan jalur semiaktif karena hanya lori, dresin, dan kereta inspeksi saja yang dapat melewati jalur ini. Untuk menyatukan kembali hubungan Cianjur–Padalarang, Direktorat Jenderal Perkeretaapian memutuskan meng-upgrade jalur kereta api ini. Untuk tahap pertama, jalur yang di-upgrade adalah Cianjur– Ciranjang.[25]
Proses reaktivasi segmen Cianjur-Ciranjang sudah rampung sejak tanggal 30 Juli 2019. Adapun Stasiun Ciranjang kini sudah direnovasi total dan memasang papan nama stasiun terbaru versi 2017. Kereta api Siliwangi juga diperpanjang rutenya sampai ke Stasiun Ciranjang yang sebelumnya hanya sampai Cianjur.[26] Meskipun demikian, Stasiun Maleber dan Stasiun Selajambe tidak ikut diaktifkan kembali.
Proses reaktivasi segmen Ciranjang-Cipatat sudah rampung sejak bulan Agustus 2020 dan sudah beroperasi sejak 21 September 2020. Sehingga perjalanan Kereta api Siliwangi kembali diperpanjang rutenya sampai ke Stasiun Cipatat. Stasiun yang beroperasi di segmen ini hanya Stasiun Cipeuyeum dan Stasiun Cipatat. Sedangkan Stasiun Rajamandala tidak dioperasikan meskipun stasiun tersebut sudah direaktivasi dan dirombak.
Untuk tahap ketiga, jalur yang direaktivasi adalah segmen Cipatat-Tagog Apu-Padalarang. Jalur ini rencananya akan direnovasi total dan akan segera direaktivasi kembali setelah segmen Ciranjang-Cipatat beroperasi dengan trase terbaru antara Tagog Apu dan Sasaksaat.
Untuk saat ini petak Stasiun Bogor Paledang hingga Cicurug sudah digandakan, menyusul petak Cicurug hingga Stasiun Sukabumi. Selain itu, tiga stasiun nonaktif di petak tersebut juga akan kembali diaktifkan. Saat ini Stasiun Ciomas masih dalam tahap reaktivasi, menyusul nantinya Stasiun Cijambe dan Stasiun Pondok Leungsir juga akan bernasib sama seperti Ciomas. Saat proses penggandaan jalur, terdapat insiden pencurian rel di km 20+600 Lintas Cigombong–Cicurug. Pada 23 Maret 2021, polisi menetapkan 5 tersangka dan menjeratnya dengan pasal 363 KUHP tentang pencurian dan ancaman hukuman 6 tahun penjara.[4]
Rencana jalur kereta api Jonggol–Cianjur
Pada awal dekade 1990-an, Departemen Perhubungan pernah merencanakan pembangunan rel cabang dari Cianjur ke Jonggol terhubung langsung dengan jaringan rel lingkar luar Jabodetabek dari Parungpanjang sampai Sungai Lagoa melewati Citayam dan Cikarang. Salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi beban kemacetan di sekitar Jonggol. Krisis finansial Asia 1997 membuat rencana ini berhenti di tengah jalan dan belum terealisasi sampai sekarang.[27]
km 9+890 lintas Jakarta Kota–Bogor km 6+026 lintas Tanah Abang–Manggarai km 0+010 lintas Manggarai–Jatinegara km 0+000 lintas Manggarai–Depo KRL Bukit Duri
Percabangan menuju Nambo dibuka mulai tahun 1997. Pada awalnya jalur tersebut rencananya akan dibuat jalur lingkar dari Parungpanjang menuju Sungai Lagoa melewati Jonggol kemudian Cikarang, tetapi ditunda karena krisis finansial di Asia pada tahun 1997. Saat ini jalur tersebut sudah dielektrifikasi dan resmi beroperasi kembali mulai 1 April 2015.[29]
^"Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij". Diakses tanggal 25 Agustus 2017. In 1913 the NIS took over the 3' 6" gauge 56 kms line from Batavia (Jakarta) to Buitenzorg (Bogor), which had been opened in 1873 by the Batavia-Buitenzorg Spoorweg Maatschappij (BBzSM).
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.