Kelurahan ini memulai sejarahnya sebagai sebuah tanah partikelir dengan nama Tandjong West, yang terletak di sisi barat hulu Sungai Ciliwung (kawasan antara Jalan Poltangan Raya, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Outer Ring Road, dan Sungai Ciliwung). Pemilik pertama yang diketahui dari tanah partikelir Tandjong West adalah Jan Andries Duurkoop, yang membeli Tandjong West dari pemilik sebelumnya antara tahun 1760 dan 1780. Duurkoop lalu menugaskan Johannes Rach untuk merancang Landhuis Tandjong West, yang dilengkapi dengan menara gerbang setinggi 25 meter bergaya Baroque dan taman yang luas. Bangunan utamanya terdiri dari rumah utama yang diapit oleh sejumlah bangunan sayap, yang kemungkinan ditujukan untuk tamu, tipikal fitur Gaya Indies.[4]
Duurkoop memanfaatkan Tandjong West sebagai lahan peternakan, di mana ia memelihara sekitar 5.000 ekor sapi untuk memproduksi susu dan daging sapi untuk VOC di Batavia. Diketahui bahwa untuk pergi ke Batavia melalui Sungai Ciliwung memerlukan waktu sekitar 6 jam, sementara untuk kembali ke Tandjong West memerlukan waktu sekitar dua hari. Pada saat itu, Tandjong West dijuluki Oostvriesland, sesuai nama wilayah produsen susu di Eropa.[5] Tandjong West berada dekat dengan tanah partikelir lain, seperti Tandjong Oost, yang terletak 600 meter di timur Tandjong West, di sisi timur Sungai Ciliwung.[6]
Tandjong West diketahui kurang cocok untuk ditanami, sehingga dimanfaatkan sebagai lahan peternakan.
Duurkoop meninggal pada tahun 1792 dan kemungkinan dimakamkan di Tandjong West. Sementara nasib rumah kongsinya belum jelas. Istrinya, Johanna Adriana Christina Duurkoop, menikah kembali dengan Conraag Johnas dan pindah ke Jepang untuk tugas militer. Keduanya lalu kembali ke Batavia, dan Conraag akhirnya meninggal pada tahun 1803.[7] Tanah partikelir Tandjong West lalu diwariskan ke keturunan Johanna Adriana Christina pada tahun 1838.[8]
Abad ke-19
Pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda, di bawah kepemimpinan Daendels, mulai mengkonsolidasikan tanah partikelir di antara Batavia dan Buitenzorg. Ia memperkenalkan cara untuk mengoptimasi tanah menjadi lahan pertanian dengan memanfaatkan air dari Sungai Ciliwung. Di Tandjong West, sebuah bendungan pun dibangun untuk membuat Situ Babakan. Air yang terbendung lalu digunakan untuk mengirigasi lahan di sisi utaranya, seperti di Lenteng Agung dan Tanjung Barat, sehingga lahannya menjadi subur dan dapat ditanami.[6]
Pada tahun 1816, Kapten Quirijn Maurits Rudolph Ver Huell mengaku melihat Landhuis Tandjong West dari sisi timur Sungai Ciliwung saat mengunjungi Landhuis Tandjong Oost. Ver Huell mendeskripsikan bahwa "berdiri di tepi sungai, Landhuis Tanjong-West dikelilingi oleh kebun kelapa... di bawahnya terbentang padang rumput hijau yang indah, yang tertutup oleh banyaknya hewan ternak yang merumput, di sana-sini terdapat sekelompok pohon asam yang gelap - di latar depan, terdapat alam terkaya yang bisa dibayangkan".[6] Pengakuan Ver Huell tersebut pun mengindikasikan dekatnya jarak antara Landhuis Tandjong West dengan Landhuis Tandjong Oost.[6]
Pada tahun 1873, jalur rel Batavia-Buitenzorg resmi dibuka, sehingga mengubah moda transportasi utama di Tandjong West, dari sungai menjadi rel kereta api.[6]
Abad ke-20 - sekarang
Pada tahun 1901, di peta Lenteng Agung, rumah kongsi sebagaimana yang dideskripsikan oleh Ver Huell masih eksis, yakni terletak di dekat Landhuis Tandjong Oost. Peta tersebut mengindikasikan bahwa Landhuis Tandjong West terletak di ujung tenggara dari Jalan Poltangan Raya, yang bertemu dengan Jalan Nangka.[9]
Pada awal abad ke-20, tanah partikelir Tandjong West dimiliki oleh N. V. Landbouw Maatschappij Tandjong West, yang dipimpin oleh Tan Liok Tiauw.[10][11]
Pada tahun 1932, rumah kongsi beserta menara gerbangnya tidak lagi eksis, walaupun lansekap sebagaimana yang dideskripsikan oleh Ver Huell belum berubah.[12] Lahan bekas lokasi Landhuis Tandjong West sebagaimana yang digambarkan di peta tahun 1901 kini dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan digunakan sebagai lokasi Puskesmas Tanjung Barat. Kini, tidak ada lagi bekas Landhuis Tandjong West maupun lahan peternakannya yang masih tersisa.
Angkutan kota
Beberapa angkutan kota yang melewati kelurahan Tanjung Barat antara lain:
Kopaja: S 616 Cipedak-Blok M, S 606 Srengseng Sawah-Pasar Minggu, S 63 Depok-Blok M
Mayasari Bakti: Patas AC 81 Depok–Kalideres, Patas AC 82 Depok-Tanjung Priok, Patas AC 84 Depok-Pulo Gadung
Bianglala: Patas AC 102 Depok-Tanah Abang, Patas AC 143 Depok-Grogol
PPD: Patas P 43 Depok-Pasar Baru, Patas P 54 Depok-Grogol, Patas AC 15 Depok-Kota
Steady Safe: Patas AC 46 Depok-Tanah Abang, Patas AC 48 Depok-Grogol, Patas AC 86 Depok-Kota
Batavia Topographisch Bureau (1901). Lenteng Agoeng: herzien in het jaar 1900 [Lenteng Agung in 1900] (Peta). 1:20000 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Batavia Topographisch Bureau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-16. Diakses tanggal 2022-06-25.
van de Wall, V. I. (1932). Indische Landhuizen en Hun Geschiedenis [Indies Country Houses and Their History]. Batavia: Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen bij G. Kolff & Co.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Tanjung Barat.