Kertas Kraft Aceh
PT Kertas Kraft Aceh (Persero) atau biasa disingkat menjadi KKA, adalah bekas badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang produksi kertas kraft. Perusahaan ini telah berhenti beroperasi sejak akhir tahun 2007 dan akhirnya dibubarkan pada tahun 2023.[2] SejarahPerusahaan ini didirikan sebagai bagian dari program swasembada kertas kraft yang merupakan bahan baku kantong semen. Perusahaan ini lalu resmi didirikan pada tanggal 21 Februari 1983 sebagai sebuah joint venture antara pemerintah Indonesia, Alas Helau, dan Georgia-Pacific dengan status Penanaman Modal Asing (PMA).[3] Pada tanggal 19 April 1985, status perusahaan ini diubah menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), karena Georgia-Pacific memutuskan untuk tidak lagi memegang saham perusahaan ini.[4] Sebanyak 96,67% saham perusahaan ini pun dipegang oleh pemerintah Indonesia, sementara sisanya dipegang oleh Alas Helau. Pada tahun 1985, perusahaan ini mulai membangun pabrik dengan kapasitas terpasang sebesar 135.000 ton per tahun di atas lahan seluas 219,2 hektar di dekat Lhokseumawe, Aceh Utara dengan investasi sebesar US$ 424.650.151. Pabrik tersebut lalu mulai dioperasikan pada tahun 1989 dan mulai berproduksi secara komersial pada tahun 1990. Pada tanggal 31 Desember 2007, perusahaan ini menghentikan kegiatan produksinya karena ketiadaan bahan baku pinus dan bahan bakar gas dengan jumlah yang memadai dan harga yang wajar.[5][6] Selain itu, perusahaan ini juga memiliki beban utang dengan jumlah yang sangat besar, sehingga membuat perusahaan ini kesulitan untuk mengambil pinjaman maupun mencari mitra strategis.[7] Pada tanggal 29 September 2011, Kementerian BUMN memutuskan bahwa perusahaan ini akan beroperasi kembali dengan dukungan dana restrukturisasi dan revitalisasi dari BUMN lain. Keputusan tersebut adalah tindak lanjut dari surat pernyataan minat yang telah ditandatangani pada tanggal 13 Desember 2010 oleh lima BUMN, yakni Semen Gresik, Bukit Asam, Perhutani, Perusahaan Pengelola Aset, dan perusahaan ini.[8] Pada tanggal 7 September 2012, PLN dan perusahaan ini mulai membahas rencana pengoperasian pembangkit listrik milik perusahaan ini untuk memasok listrik ke PLN.[9] Pada tanggal 10 September 2012, perusahaan ini pun mengundang PJB Services untuk membantu perusahaan ini dalam melakukan kajian agar pembangkit listrik yang dimiliki oleh perusahaan ini dapat dioperasikan secara optimal dan berkesinambungan. Pada tahun 2014, pembangkit listrik milik perusahaan ini mulai memasok listrik ke PLN.[10] Dengan dua unit turbin uap, pembangkit listrik milik perusahaan ini dapat memasok listrik sebesar 20 hingga 24 MW. Pada tahun 2015 dan 2016, Presiden Joko Widodo yang dulu pernah bekerja di perusahaan ini mengungkapkan bahwa ia ingin agar perusahaan ini beroperasi kembali.[11][12] Ketua Komisi B DPRK Aceh Utara, Fauzi, juga mengatakan bahwa peluang perusahaan ini untuk beroperasi kembali sangatlah besar.[13] Pada akhir tahun 2015, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, menandatangani nota kesepahaman dengan Floresta Pte Ltd asal Singapura untuk menghidupkan kembali perusahaan ini. Namun, jika pemerintah pusat tidak mengizinkan perusahaan ini dikelola oleh pemerintah Aceh, maka nota kesepahaman tersebut akan batal dengan sendirinya.[14] Pada bulan April 2023, pemerintah pusat resmi membubarkan perusahaan ini.[2] BisnisBahan bakuPerusahaan ini dulu menggunakan kayu pinus sebagai bahan baku, karena karakteristik kayu pinus yang berserat panjang cocok untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini. Ada dua jenis kayu pinus yang digunakan oleh perusahaan ini, yaitu jenis Merkusi (berasal dari hutan di Aceh dan Sumatera Utara) serta jenis Radiata (berasal dari Australia dan Selandia Baru). Untuk sekitar 4,2 ton bahan baku kayu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1 ton kertas kraft. Sejak didirikan, perusahaan ini mendapat pasokan bahan baku dari PT Tusam Hutani Lestari[15] yang 60% sahamnya dipegang oleh PT Alas Helau, sementara sisanya dipegang oleh Inhutani berdasarkan kontrak jangka panjang. PT Tusam Hutani Lestari menguasai Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 97.000 hektar di Aceh. Perusahaan ini memperkirakan bahwa kebutuhan bahan baku kayu sebesar 400.000 ton per tahun dapat dipenuhi dengan asumsi bahwa setiap hektar lahan dapat menghasilkan sekitar 200 ton kayu per hektar. Pasokan bahan baku kayu dari PT Tusam Hutani Lestari ke perusahaan ini kemudian mengalami gangguan seiring dengan berbagai permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan izin tebang menyusul dikeluarkannya Moratorium Logging di Aceh pada bulan Juni 2007,[16] tingginya jumlah pungutan tidak resmi, dan krisis finansial Asia 1997. Mesin pemrosesMesin-mesin yang dulu digunakan oleh perusahaan ini untuk memproduksi kertas kantong semen dan sejenisnya menggunakan sistem produksi satu lini, dengan kapasitas Jumbo Roll 280 dan maksimum dipotong menjadi 7 ukuran Shipping Roll. Kebutuhan airKebutuhan air untuk kegiatan pabrik dan sarana penunjang lainnya dulu mencapai 430 liter per detik. Air diambil dari Danau Laut Tawar yang mengalir melalui Krueng Peusangan. Di pinggir Krueng Peusangan, dibangun tempat pengambilan dan penampungan air serta pengendapan lumpur, untuk selanjutnya air diproses di unit pengolahan air. Air yang sudah diolah kemudian dialirkan melalui pipa ke pabrik. Penanggulangan limbahSejak awal, perusahaan ini telah mengantisipasi masalah pencemaran terhadap lingkungan pabrik dengan mempersiapkan sarana penanggulangan limbah yang meliputi:
Hasil produksiProduk yang dulu dihasilkan oleh perusahaan ini adalah kertas kantong semen jenis Multiwall Regular (MWR) dan Multiwall Extensible (MWX). MWX memiliki kekuatan tarik (stretch) yang lebih baik, sementara MWR memiliki ketahanan sobek yang lebih kuat. MWX cocok untuk kantong semen dengan model lem (paste), sedangkan MWR cocok untuk model jahit. Spesifikasi gramatur kertas yang sudah diproduksi adalah 70,75 dan 80 gsm (gram per square meter). Selain kantong semen, perusahaan ini dulu juga dapat memproduksi Kraft Liner Board (kertas pelapis kardus) dengan gramatur di bawah 160 gsm. Kertas siap jual dikemas dalam bentuk gulungan/roll dengan diameter gulungan antara 40-45 inci dan diameter inti sebesar 3 inci. Masing-masing gulungan memiliki berat antara 680–750 kg. Ukuran standar untuk lebar gulungan kertas adalah 40 inci. Sebagian besar hasil produksi perusahaan ini dulu adalah untuk memenuhi permintaan pelanggan dalam negeri, sedangkan sisanya untuk diekspor. Kompleks perumahanPerusahaan ini memiliki sebuah kompleks perumahan yang letaknya tidak jauh dari pabrik. Perumahan tersebut dikhususkan untuk ditinggali oleh karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap. Di dalam kompleks perumahan tersebut terdapat 350 unit rumah, serta beberapa fasilitas penunjang, seperti sekolah, masjid, klinik, supermarket, lapangan sepak bola, dan wisma. Pagar komplek perumahan tersebut telah roboh, sehingga mengakibatkan sejumlah aset perusahaan ini hilang. Galeri
Catatan Kaki
Pranala luar
|