Rekayasa Industri
PT Rekayasa Industri atau biasa disingkat menjadi Rekind, adalah anak usaha dari Pupuk Indonesia yang berbisnis di bidang EPCC. Melalui anak usahanya, mulai tahun 2018, Rekind juga mengoperasikan sebuah PLTU di Mamuju yang berkapasitas 2×25 MW.[2][3] SejarahPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1981 saat Direktur Jenderal Industri Kimia Dasar, Hartarto menggagas pendirian perusahaan yang bergerak di bisnis EPC, dan akhirnya perusahaan ini resmi didirikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 12 Agustus 1981.[4] Setahun kemudian, perusahaan ini mulai terlibat dalam pembangunan Pabrik Pupuk Iskandar Muda 1 sebagai bagian dari proses transfer teknologi EPC dari kontraktor asing. Pada tahun 1986, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan Pabrik Pupuk Kalimantan Timur III yang dirancang dapat memproduksi amonia sebanyak 1.000 ton/hari dan urea sebanyak 1.725 ton/hari. Pada tahun 1990, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan Pabrik Pupuk Sriwidjaja 1B. Pada tahun yang sama, perusahaan ini juga ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan Pabrik Semen Tonasa IV yang dapat memproduksi semen sebanyak 8.000 ton/hari dan pembangunan kubah penyimpanan klinker berkapasitas 80.000 ton. Proyek tersebut akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1994, dan Pabrik Semen Tonasa IV pun menjadi pabrik semen pertama di Indonesia yang menggunakan kubah untuk menyimpan klinker. Pada tahun 1990 juga, perusahaan ini mulai terlibat dalam proyek pembangunan pabrik pupuk di Bintulu, Malaysia. Pada tahun 1993, perusahaan ini berekspansi ke bisnis panas bumi dengan terlibat dalam proyek pembangunan PLTP Gunung Salak yang berkapasitas 2×55 MW milik UNOCAL Geothermal of Indonesia Ltd. Pada tahun 1995, pemerintah resmi menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke Pupuk Sriwidjaja, sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding BUMN yang bergerak di bidang produksi pupuk. Pada tahun 2002, perusahaan ini mulai mengerjakan proyek pembangunan fasilitas pemurnian karbon dioksida di Subang milik Pertamina, yang akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 2003. Selain menjadi kontraktor EPC, perusahaan ini juga menyediakan layanan operasi dan pemeliharaan untuk fasilitas tersebut. Pada tahun 2003, perusahaan ini mulai mengerjakan proyek EPC pertamanya di luar Indonesia, yakni proyek pembangunan pabrik pupuk NPK di Kedah, Malaysia. Proyek tersebut akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 2004. Setahun kemudian, perusahaan ini berhasil menyelesaikan Proyek Langit Biru Balongan milik Pertamina. Pada tahun 2006, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan PLTP Kamojang Unit 4. Pada tahun 2007, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan jalur pipa gas bawah laut sepanjang 168 kilometer dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat. Pada tahun 2009, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan Lube Oil Blending Plant (LOBP) milik Pertamina di Gresik. Pada tahun 2011, perusahaan ini berhasil menyelesaikan proyek pembangunan pabrik prill amonium nitrat berkapasitas 300.000 metrik ton per tahun milik PT Kaltim Nitrat Indonesia. Pada tahun 2012, perusahaan ini berhasil menyelesaikan proyek CNG for Peaking Generation milik PLN. Proyek tersebut bertujuan untuk memasok gas alam terkompresi ke PLTMG Sei Gelam di Jambi. Pada tahun yang sama, perusahaan ini juga ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan Pabrik Pupuk Sriwidjaja 2B. Pada tahun 2016, perusahaan ini berhasil menyelesaikan pembangunan Pabrik Gula Glenmore di Banyuwangi. Pada tahun 2017, bersama JGC Corporation dan JGC Indonesia, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor utama untuk proyek pembangunan fasilitas pemrosesan gas di Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) milik Pertamina EP Cepu. Fasilitas tersebut akan digunakan untuk memproduksi gas bersih yang akan dikirim ke PLN melalui jalur pipa gas sepanjang 11,5 km milik Pertamina Gas. Fasilitas tersebut dirancang dapat menghasilkan gas bersih sebanyak 171,8 MMSCFD per tahun. Pada tahun 2018, bersama tiga perusahaan lain, Rekind ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek Inside Battery Limit (ISBL) dan Outside Battery Limit (OSBL), yang merupakan salah satu bagian dari rencana induk pengembangan kilang minyak milik Pertamina di Balikpapan. Proyek tersebut ditujukan untuk memungkinkan kilang minyak di Balikpapan untuk mengolah residu menjadi BBM berkualitas tinggi, meningkatkan kualitas bahan bakar diesel / solar dengan mengurangi kandungan sulfur, meningkatkan kualitas bensin agar lebih ramah lingkungan, dan menghasilkan BBM beroktan tinggi. Pada tahun 2018 juga, perusahaan ini ditunjuk sebagai kontraktor EPC untuk proyek pembangunan PLTP Rantau Dedap berkapasitas 98,4 MW di Sumatera Selatan. PLTP Rantau Dedap akan dioperasikan oleh sebuah perusahaan patungan yang dimiliki oleh Engie, Supreme Energy, Marubeni Corporation, dan Tohoku Electric Power. Pada tahun 2019, perusahaan ini berhasil menyelesaikan proyek pembangunan PLTP Muara Laboh tahap 1 yang berkapasitas 85 MW di Solok Selatan, Sumatera Barat. PLTP tersebut dioperasikan oleh PT Supreme Energy Muara Laboh (SEML), yang dimiliki oleh Supreme Energy, Engie, dan Sumitomo Corporation. Selain mengerjakan proyek EPC, perusahaan ini juga berinvestasi pada proyek pembangunan jalur pipa gas Cirebon-Semarang.[2][3] Proyek besarBerikut ini sejumlah proyek besar yang pernah dikerjakan oleh Rekind[2]:
Pranala luar
Referensi
|