Pertamina Gas Negara
PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (dengan logo baru Pertamina Gas Negara) merupakan Sub-Holding Gas Pertamina yang bergerak di bidang gas alam. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2021, perusahaan ini memiliki pipa distribusi gas alam sepanjang 5.703 kilometer dan pipa transmisi gas alam sepanjang 5.073 kilometer yang terutama terletak di Jawa dan Sumatra.[2][3] SejarahPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1863 dengan nama NV Nederlandsch-Indische Gasmaatschappij (NIGM). Pada tahun 1879, NIGM mulai mengoperasikan pabrik gas berbasis kokas di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1950, setelah berekspansi ke bisnis pembangkitan listrik, NIGM mengubah namanya menjadi NV Overzeese Gas en Elektriciteitsmaatschappij (OGEM). Pada tahun 1959, pemerintah Indonesia menasionalisasi aset-aset pembangkitan listrik dan produksi gas yang ada di Indonesia, termasuk milik OGEM.[4] Pada tahun 1961, pemerintah pun membentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) untuk mengelola aset-aset tersebut.[5] Pada tahun 1965, bisnis produksi gas dari BPU PLN dipisah menjadi sebuah perusahaan negara (PN) dengan nama PN Perusahaan Gas Negara.[6] Pada tahun 1974, perusahaan ini beralih menyalurkan gas alam, tidak lagi menyalurkan gas berbasis kokas. Pada tahun 1984, status perusahaan ini diubah menjadi perusahaan umum (Perum). Pada tahun 1994, status perusahaan ini kembali diubah menjadi persero.[7] Pada tahun 1998, perusahaan ini berhasil menyelesaikan pembangunan pipa transmisi gas alam ruas Grissik-Duri. Pada tahun 2002, perusahaan ini pun mendirikan PT Transportasi Gas Indonesia (Transgasindo) untuk mengoperasikan pipa transmisi tersebut. Pada tahun 2003, perusahaan ini berhasil menyelesaikan pembangunan pipa transmisi gas alam ruas Grissik-Batam-Singapura. Pipa transmisi tersebut kemudian juga dioperasikan oleh Transgasindo. Pada bulan Desember 2003, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Pada bulan Oktober 2007, perusahaan ini berhasil menyelesaikan pembangunan pipa transmisi gas alam South Sumatera-West Java yang terdiri dari SSWJ I (ruas Stasiun Penerima Gas Pagardewa-Bojonegara) dan SSWJ II (ruas Grissik-Muara Bekasi). Pada tahun 2007 juga, perusahaan ini mendirikan PT PGAS Telekomunikasi Nusantara untuk mengoperasikan dan memelihara jaringan kabel serat optik yang dibangun dalam rangka pengoperasian SCADA untuk menjaga keandalan transmisi gas alam di ruas Grissik-Batam-Singapura. Pada tahun 2009, perusahaan ini mendirikan PT PGAS Solution untuk berbisnis di bidang EPC serta operasi dan pemeliharaan. Setahun kemudian, bersama Pertamina, perusahaan ini juga mendirikan PT Nusantara Regas untuk berbisnis di bidang regasifikasi gas alam. Pada tahun 2011, perusahaan ini membentuk PT Saka Energi Indonesia dan PT Gagas Energi Indonesia masing-masing untuk berbisnis di bidang hulu dan hilir gas alam. Setahun kemudian, perusahaan ini juga membentuk PT PGN LNG Indonesia untuk berbisnis di bidang pengadaan dan regasifikasi LNG. Pada tahun 2014, perusahaan ini membentuk PT Permata Graha Nusantara untuk berbisnis di bidang manajemen aset, penyediaan tenaga kerja, dan manajemen fasilitas. Pada bulan Agustus 2015, melalui PT Kalimantan Jawa Gas, perusahaan ini berhasil menyelesaikan pembangunan pipa transmisi gas alam Kalija I sepanjang 210 kilometer dari Blok Kepodang ke PLTG Tambak Lorok di Semarang.[2][3] Pada bulan April 2018, pemerintah resmi menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke Pertamina sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding BUMN yang bergerak di bidang minyak dan gas.[8] Pada bulan Desember 2018, perusahaan ini pun mengambil alih mayoritas saham PT Pertamina Gas yang sebelumnya dipegang oleh Pertamina. Pada bulan Desember 2021, perusahaan ini mengumumkan bahwa mereka akan mulai berbisnis dengan nama "Pertamina Gas Negara" untuk menegaskan statusnya sebagai bagian dari Pertamina.[9] BisnisSampai akhir tahun 2019, bisnis PGN dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama. Pertama yaitu distribusi dan niaga gas bumi, kedua transmisi gas bumi, dan terakhir lifting minyak dan gas bumi (upstream). Kegiatan usaha distribusi dan transmisi gas bumi adalah penyumbang terbesar bagi pendapatan perusahaan sedangkan lifting minyak gas bumi hanya menyumbang 10,3 juta barel oil ekuivalen (MMBOE).[10] Untuk mengawasi kegiatan operasional transmisi dan distribusi, PGN membagi bisnisnya menjadi empat fokus masing-masing:
PGN juga memiliki bisnis di sektor gas alam cair (LNG), dimana perseroan memiliki satu unit penyimpanan dan regasifikasi LNG terapung bernama FSRU Lampung. FSRU Lampung selesai dibangun pada tahun 2014 oleh perusahaan asal Norwegia, Hoegh LNG, dimana PGN menyewa FSRU Lampung kepada Hoegh LNG selama 20 tahun sejak dioperasikan dengan biaya sewa kurang lebih 200 ribu US dolar per hari.[11] FSRU Lampung memiliki kapasitas penyimpanan LNG sebanyak 170.000 M3 dengan kemampuan regasifikasi 240 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Akan tetapi, sampai pada akhir tahun 2014, FSRU Lampung hanya menyalurkan 2 kargo LNG dan 1 kargo pada tahun 2015. Rendahnya utilisasi FSRU Lampung dikarenakan PLN sebagai pelanggan utama tidak mencapai kesepakatan dengan PGN dalam penentuan harga sewa FSRU Lampung pada kontrak lanjutan. Sampai tahun 2019, PLN hanya menggunakan FSRU Lampung jika permintaan gas untuk pembangkit mengalami kenaikan tajam dan tidak bisa diladeni oleh infrastruktur yang ada. Dalam rapat dengar pendapat pada tanggal 14 Maret 2018 dengan Komisi VII DPR RI, Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan persoalan FSRU Lampung menyebabkan laba PGN turun tajam menjadi 143,1 juta dolar AS pada tahun 2017, jika dibandingkan dengan laba tahun 2012 yang mencapai 838 juta dolar AS.[12] Distribusi gas bumiPGN mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km, menyuplai gas bumi ke pembangkit listrik, industri, usaha komersial termasuk restoran, hotel dan rumah sakit, serta rumah tangga di wilayah-wilayah yang paling padat penduduknya di Indonesia. PGN mendapatkan keuntungan dari penjualan gas kepada konsumen. Kantor Area PGN di Indonesia
Transmisi gas bumiJalur pipa transmisi gas bumi PGN terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima pembeli. PGN menerima Toll Fee untuk pengiriman gas sesuai dengan Perjanjian Transportasi Gas (GTA: Gas Transportation Agreement) yang berlaku selama 10-20 tahun. Anak perusahaanPGN memiliki anak perusahaan sebagai berikut:
Sebagai subholding gas di internal Pertamina, PGN juga mengkoordinasikan PT Nusantara Regas yang berbisnis di bidang terminal penyimpanan dan regasifikasi terapung. SahamSaham PGN memiliki kode PGAS. Pemerintah melakukan penjualan saham perdana PGN pada 5 Desember 2003 seiring dengan gencarnya privatisasi BUMN di Indonesia. PGN memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) kepada masyarakat sebanyak 1.296.296.000 dengan nilai nominal Rp. 500,- per saham dengan harga penawaran Rp. 1.500,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Desember 2003. Pada pertengahan Januari 2007, informasi keterlambatan komersialisasi gas via pipa transmisi SSWJ dari manajemen PGN menjadi penyebab utama anjloknya harga saham BUMN itu hingga sebesar 23% dalam satu hari. Sentimen negatif di pasar modal itu berkaitan dengan kecurigaan bahwa PGN dan pemerintah menutup-nutupi keterlambatan proyek tersebut yang harusnya sudah operasi pada Desember 2006, tetapi tertunda hingga Januari 2007 dan tertunda lagi hingga Maret.[14] Akibatnya PGN dikenakan denda oleh Pertamina sebesar US$ 15.000 per hari sejak 1 November 2006.[15] Pada tahun 2011, komposisi saham pemerintah mencapai 57% dan sisanya publik sebanyak 43%.[16] Sejarah pencatatan saham
Referensi
Pranala luar
|