Inalum
PT Indonesia Asahan Aluminium atau biasa disingkat menjadi Inalum, adalah bagian dari MIND ID yang bergerak di bidang produksi aluminium. Hingga akhir tahun 2021, perusahaan ini adalah satu-satunya produsen aluminium di Indonesia, dengan kapasitas produksi mencapai 250.000 ton per tahun.[2][3] SejarahPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1972 saat pemerintah Indonesia berencana membangun sebuah PLTA untuk memanfaatkan aliran Sungai Asahan. Pemerintah lalu menunjuk Nippon Koei asal Jepang untuk melakukan studi kelayakan. Nippon Koei kemudian menyimpulkan bahwa aliran Sungai Asahan layak untuk dimanfaatkan membangkitkan listrik. Pada tanggal 7 Juli 1975 di Tokyo, pemerintah Indonesia pun meneken perjanjian induk dengan 12 perusahaan asal Jepang, yakni Sumitomo Chemical, Sumitomo Corporation, Nippon Light Metal, C. Itoh & Co., Nissho Iwai, Nichimen, Showa Denko, Marubeni, Mitsubishi Chemical, Mitsubishi Corporation, Mitsui Aluminium, dan Mitsui & Co. untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan aluminium di Asahan yang kemudian disebut sebagai "Proyek Asahan". Sebagai wahana untuk berinvestasi pada perusahaan yang akan mengelola PLTA dan pabrik peleburan aluminium, pada tanggal 25 November 1975, pemerintah Jepang (melalui Japan Bank for International Cooperation) dan 12 perusahaan tersebut mendirikan Nippon Asahan Aluminium Co, Ltd. dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 6 Januari 1976, Nippon Asahan Aluminium dan pemerintah Indonesia resmi mendirikan perusahaan ini untuk mengelola PLTA dan pabrik peleburan aluminium. Nippon Asahan Aluminium awalnya memegang 90% saham perusahaan ini, sementara pemerintah memegang sisanya. Pada tahun 1976, pemerintah juga membentuk Otorita Asahan untuk memastikan kelancaran Proyek Asahan,[4] karena investasi awal yang dikeluarkan untuk Proyek Asahan mencapai 411 miliar yen. Pada tahun 1978, Nippon Asahan Aluminium mengurangi kepemilikan sahamnya di perusahaan ini menjadi 75%, sehingga pemerintah dapat memegang sisanya. Pada tahun 1987, Nippon Asahan Aluminium kembali mengurangi kepemilikan sahamnya di peusaahan ini menjadi 58,87%. Pada tanggal 1 November 2013, sesuai perjanjian induk yang diteken pada tahun 1975, pemerintah Indonesia memutus kontrak dengan Nippon Asahan Aluminium, sehingga pada tanggal 9 Desember 2013, seluruh saham perusahaan ini resmi dipegang oleh pemerintah Indonesia. Pada tanggal 21 April 2014, pemerintah pun menetapkan perusahaan ini sebagai sebuah persero.[5] Pada bulan November 2017, pemerintah menyerahkan mayoritas saham Aneka Tambang, Bukit Asam, dan Timah ke perusahaan ini sebagai bagian dari upaya untuk membentuk holding BUMN yang bergerak di industri pertambangan.[6] Pada pertengahan tahun 2018, pemerintah membubarkan Otorita Asahan, karena pengembangan PLTA dan pabrik peleburan aluminium di Asahan telah selesai.[7] Pada akhir tahun 2018, perusahaan ini resmi memegang 51,23% saham PT Freeport Indonesia,[8] yang mana 25% di antaranya dipegang melalui PT Indonesia Papua Metal & Mineral (IPMM).[9] Sebanyak 40% saham IPMM rencananya akan dilepas ke BUMD setempat.[8] Pada tahun 2019, perusahaan ini meluncurkan "MIND ID" sebagai identitas dari holding BUMN industri pertambangan.[10] Pada bulan Juli 2020, perusahaan ini membeli 100% saham Indometal Corporation (Asia Pacific) Pte. Ltd. yang sebelumnya dipegang oleh Timah. Nama perusahaan tersebut kemudian diubah menjadi MIND ID Trading Pte. Ltd. Pada bulan Oktober 2020, perusahaan ini resmi memegang 20% saham PT Vale Indonesia Tbk. Pada tahun 2021, bersama Aneka Tambang, Pertamina, dan PLN, perusahaan ini mendirikan PT Industri Baterai Indonesia untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.[2][3] Pada bulan Desember 2022, agar perusahaan ini dapat fokus berbisnis di bidang produksi aluminium, pemerintah menarik kembali mayoritas saham Aneka Tambang, Bukit Asam, Freeport Indonesia, dan Timah yang dipegang oleh perusahaan ini.[11] Pemerintah kemudian menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke Mineral Industri Indonesia yang sengaja didirikan sebagai induk holding BUMN industri pertambangan.[12] Infrastruktur utama dan penunjangPLTAInalum membangun dan mengoperasikan PLTA yang terdiri dari stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga yang terkenal dengan nama Asahan 2 yang terletak di Paritohan, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Stasiun pembangkit ini dioperasikan dengan memanfaatkan air Sungai Asahan yang mengalirkan air danau Toba ke Selat Malaka. Produksi listrik dari kedua PLTA sangat bergantung pada jumlah permukaan air danau Toba. Pembangunan PLTA dimulai pada tanggal 9 Juni 1978. Pembangunan stasiun pembangkit listrik bawah tanah Siguragura dimulai pada tanggal 7 April 1980 dan diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto dalam acara Peletakan Batu Pertama yang diselenggarakan dengan tata cara adat Jepang dan tradisi lokal. Pembangunan seluruh PLTA memakan waktu 5 tahun dan diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma pada tangagl 7 Juni 1983. Total kapasitas produksi tetap mencapai 426 MW dan output puncak 513 MW. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk pabrik peleburan di Kuala Tanjung.[13] PLTA TanggaBendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam) yang terletak di Tangga dan berfungsi untuk membendung air yang telah dipakai PLTA Siguragura untuk dimanfaatkan kembali pada PLTA Tangga. Bendungan ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia. Stasiun Pembangkit Tangga memiliki 4 unit Generator. Total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 223 MW. Tipe bendungan ini adalah beton massa berbentuk busur dengan ketinggian 82 meter.[14] PLTA SiguraguraBendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam) terletak di Simorea dan berfungsi sebagai sumber air yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik Siguragura. Air yang ditampung di bendungan ini dimanfaatkan Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station) yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia. Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter.[15] Peleburan aluminiumInalum memulai pembangunan pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di atas area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, kira-kira 110 km dari kota Medan, Ibu kota Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 6 Juli 1979 dan tahap I operasi dimulai pada tanggal 20 Januari 1982. Pembangunan ini diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto yang didampingi oleh 12 Menteri Kabinet Pembangunan II. Operasi pot pertama dilakukan pada tanggal 15 Februari 1982 dan Maret 1982, aluminium ingot pertama berhasil dicetak. Pabrik peleburan dengan kapasitas produksi sebesar 225.000 ton aluminium per tahun ini dibangun menghadap Selat Malaka. Pada tanggal 14 Oktober 1982, Inalum memulai pengiriman aluminium ingot menuju Jepang dengan kapal Ocean Prima yang memuat 4.800 ton meninggalkan Kuala Tanjung dan Inalum menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor aluminium di dunia. Produksi satu juta ton berhasil dicapai pada tanggal 8 Februari 1988, kedua juta ton pada 2 Juni 1993, ketiga juta ton pada 12 Desember 1997, ke empat juta ton pada 16 Desember 2003 dan ke lima juta ton pada 11 Januari 2008. Produk Inalum diserap industri menjadi komoditas bahan baku industri hilir seperti ekstrusi, kabel dan lembaran aluminium. Kualitas produk Inalum adalah 99.70% dan 99.90%. Pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung bergerak dalam bidang mereduksi alumina menjadi aluminium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama. Pabrik ini memiliki 3 pabrik utama, pabrik Karbon, pabrik Reduksi, dan pabrik Penuangan serta fasilitas pendukung lainnya.[16] Perkembangan usahaSejak diambil alih kepemilikannya dari konsorsium investor Jepang pada tanggal 9 Desember 2013, Indonesia Asahan Aluminium terus mengembangkan usahanya dibidang peleburan aluminium dengan mewujudkan beberapa rencana strategis baru seperti: Pembangunan Indonesia Kayan AluminiumPadatnya aktivitas peleburan dan produksi aluminium di Sumatera Utara, mendorong Inalum untuk berekspansi dengan mengisi Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan di Kalimantan Utara dengan membangun kawasan pabrik pemurnian, peleburan dan produksi berbahan baku alumina di dengan didirikannya pabrik Aluminium Alloy berkapasitas 300.000 Ton pertahun, Billet berkapasitas 100.000 Ton, Wire Rod berkapasitas 100.000 Ton dan Smelter Grade Alumina berkapasitas 1.000.000 Ton yang didukung dengan adanya PLTA Sungai Kayan yang berkapasitas 500 MW. Pembangunan akan mengintegrasikan pengembangan dan pengelolaan infrastruktur utama dan penunjang dari instalasi pembangkit, transmisi kelistrikan hingga pabrik pemurnian, peleburan dan produksi aluminium. Ekspansi diambil setelah perusahaan menemukan potensi besar terkait hasil penambangan bauksit yang signifikan untuk diolah oleh Inalum, sebagai langkah perusahaan peleburan aluminium terbesar di Indonesia tersebut untuk menjadi perusahaan yang bertaraf global dan kompetitif di pasar Internasional, sekaligus sebagai langkah menuju target produksi 1.000.000 Ton Aluminium pada tahun 2025.[17] Pembangunan PLTU Kuala TanjungRampungnya studi kelayakan pembangunan PLTU Kuala Tanjung 2x350 MW di Kuala Tanjung menjadi kesempatan besar bagi Inalum untuk menunjang kegiatan produksi yang terus ditingkatkan dari 250.000 Ton Aluminium hingga 500.000 Ton pada tahun 2021. Inalum juga menyampaikan bahwa Inalum akan membuka tender bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengadakan kerjasama dalam pembangunan PLTU tersebut dengan menggunaka skema Built-Own-Operate-Transfer atau dengan skema terdekat lainnya. Secara teknis, Inalum menyampaikan bahwa harga kesesuaian yang diinginkan berada disekitar 4 sen Dolar AS/KWH sesuai kalkulasi produksi listrik PLTA.[18] Program CSRKomitmen Inalum dalam melaksanakan TJSL diwujudkan dalam berbagai kegiatan CSR yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, pemberdayaan masyarakat, maupun bantuan khusus. Program Desa Binaan Baru Bara Bersama Lubuk Cuik (BABE LUCU)Pada 2020, INALUM meresmikan Program Desa Binaan BABE LUCU atau Baru Bara Bersama Lubuk Cuik di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. BABE LUCU merupakan salah satu program peningkatan perekonomian masyarakat di Kab. Batu Bara melalui Swasembada Cabai serta kemandirian masyarakat di sekitar Perusahaan yang kebetulan merupakan lumbung cabai Sumut.[19] Capaian kinerja program di Desa Lubuk Cuik terus meningkat. Hal ini terlihat dari penghasilan para petani setempat yang menghasilkan akumulasi ekonomi hingga Rp42,6 miliar per tahun dan mendukung aktivitas produktif ekonomi lebih dari 400 petani cabai. Program Pelatihan Persiapan Ujian Sertifikasi Guru di SumutPada tanggal 14 Oktober 2022, PT INALUM (Persero) melaksanakan Program Pelatihan Persiapan Ujian Sertifikasi Guru kepada 194 peserta yang merupakan guru dari 34 Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Program Pelatihan Persiapan Ujian Sertifikasi Guru ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan melalui peningkatan kompetensi guru, dan juga membantu meningkatkan kesejahteraan guru melalui pemberian bantuan dan pelatihan sertifikasi yang akan menambah penghasilan guru.[20] Sosialisasi Penanganan Stunting di Kawasan OperasionalDalam menyambut Hari Anak Nasional 2023, INALUM melakukan sejumlah kegiatan dalam pencegahan stunting dengan mengangkat tema "INALUM Lakukan Sosialisasi Penanganan Stunting di Kawasan Operasional". Di Kabupaten Batu Bara, INALUM melakukan penanganan stunting terhadap 30 balita stunting yang berasal dari 30 keluarga di kawasan operasional INALUM, yaitu Desa Kuala Indah dan Desa Kuala Tanjung.[21] Di Paritohan Kabupaten Toba, INALUM melakukan pemeriksaan pencegahan stunting kepada 150 anak. Selain itu, program pencegahan juga dilakukan kepada 100 peserta terdiri dari masyarakat, kader pencegahan stunting dari sekolah SD sampai dengan SMA di Pintu Pohan Meranti. Penghargaan
Referensi
|