Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Prancis. (September 2017)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
Lihat versi terjemahan mesin dari artikel bahasa Prancis.
Terjemahan mesin Google adalah titik awal yang berguna untuk terjemahan, tapi penerjemah harus merevisi kesalahan yang diperlukan dan meyakinkan bahwa hasil terjemahan tersebut akurat, bukan hanya salin-tempel teks hasil terjemahan mesin ke dalam Wikipedia bahasa Indonesia.
Jangan menerjemahkan teks yang berkualitas rendah atau tidak dapat diandalkan. Jika memungkinkan, pastikan kebenaran teks dengan referensi yang diberikan dalam artikel bahasa asing.
Edith Stein (nama biara: Teresa Benedicta a Cruce, OCD), atau dikenal sebagai St. Teresa Benedikta dari Salib, 12 Oktober 1891 – 9 Agustus 1942, adalah seorang filsuf Yahudi Jerman yang berpindah keyakinan ke iman Katolik dan menjadi seorang biarawatiKarmelit Tak Berkasut (O.C.D.). Ia dikanonisasi sebagai martir dan orang kudus (santa) Gereja Katolik.
Ia dilahirkan dalam suatu keluarga Yahudi yang taat, namun ia menjadi seorang ateis pada masa remajanya. Karena tergerak oleh tragedi-tragedi yang terjadi selama Perang Dunia I, pada tahun 1915 ia menempuh studi untuk menjadi seorang asisten perawat dan berkarya di suatu rumah sakit yang khusus menangani penyakit menular. Setelah menyelesaikan tesis doktoralnya dari Universitas Göttingen pada tahun 1916, yang menjadikannya seorang doktor filsafat dengan predikat summa cum laude, ia diterima sebagai asisten pengajar di Universitas Freiburg.
Setelah membaca karya-karya dari pembaharu Ordo Karmel, yaitu St. Teresa dari Ávila, ia menjadi tertarik dengan iman Katolik. Ia dibaptis dalam Gereja Katolik Roma pada tanggal 1 Januari 1922. Ketika itu ia ingin menjadi seorang biarawati Karmelit Tak Berkasut, namun dihalangi oleh para pembimbing rohaninya. Ia kemudian mengajar di suatu program pendidikan Katolik di Speyer. Akibat dari disyaratkannya "sertifikat Arya" bagi para pegawai negeri sipil oleh pemerintah Nazi pada bulan April 1933, sebagai bagian dari Undang-Undang Pemulihan Layanan Sipil Profesional, ia harus berhenti dari jabatan mengajarnya.
Ia akhirnya memasuki biara Karmelit Tak Berkasut di Köln (Cologne) pada bulan Oktober 1933, menerima jubah biara tarekat tersebut sebagai seorang novis pada bulan April 1934, dan mengambil nama biara Teresa Benedikta dari Salib. Pada tahun 1938, ia dan Rosa saudara perempuannya, yang juga seorang konver Katolik seperti dirinya dan menjadi seorang suster sekular (ordo ketiga Karmel, yang menangani kebutuhan masyarakat di luar biara), dikirim ke biara Karmel di Echt, Belanda, demi keselamatan mereka. Kendati Nazi menginvasi negara tersebut pada tahun 1940, mereka tidak mengalami gangguan hingga ditangkapnya mereka oleh Nazi pada tanggal 2 Agustus 1942. Ia dan Rosa dikirim ke kamp konsentrasi Auschwitz, tempat mereka meninggal dunia di kamar gas pada tanggal 9 Agustus 1942.
Kehidupan awal
Stein dilahirkan di Breslau (sekarang Wrocław, Polandia), di Schlesien (Silesia), dalam suatu keluarga Yahudi yang taat. Ia adalah anak bungsu dari 11 bersaudara dan kelahirannya bertepatan dengan Yom Kippur, hari yang paling suci dalam kalender Yahudi, menjadikannya seorang anak kesayangan ibunya.[4] Ia dipandang sebagai seorang anak yang sangat berbakat yang senang belajar, dalam suatu rumah tempat ibunya mendorong pemikiran kritis, dan ia sangat mengagumi keyakinan religius ibunya yang kuat. Namun, pada masa remajanya, Stein beralih menjadi seorang ateis.
Meski ayahnya meninggal dunia saat Stein masih muda, ibunya yang menjadi janda bertekad untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh kepada anak-anaknya dan karenanya mengirim Stein untuk menempuh pendidikan di Universitas Breslau (juga dikenal sebagai "Schlesische Friedrich-Wilhelms-Universität").
Pada bulan April 1913, Stein tiba di Göttingen dalam rangka studi untuk semester musim panas dengan Edmund Husserl. Pada akhir musim panas tersebut, Edith telah memutuskan untuk meraih gelar sebagai filsuf di bawah bimbingan Husserl dan memilih "Empati" sebagai topik tesisnya. Studinya mengalami gangguan pada bulan Juli 1914 karena pecahnya Perang Dunia I. Ia kemudian melayani sebagai seorang perawat relawan Palang Merah pada masa perang dalam suatu rumah sakit khusus penyakit menular di Märisch-Weisskirchen pada tahun 1915. Pada tahun 1916, Stein pindah ke Freiburg untuk menyelesaikan disertasinya tentang Empati. Sesaat sebelum ia menerima gelarnya, ia setuju untuk menjadi asisten Husserl. Setelah disertasinya yang berjudul Zum Problem der Einfühlung (Tentang Masalah Empati) disetujui pada tanggal 3 Agustus 1916, yang menjadikannya seorang doktor filsafat dengan predikat summa cum laude,[5] ia mulai bekerja secara independen sebagai asisten Husserl. Dalam tesisnya pada tahun 2007, "The Philosophical Contributions of Edith Stein",[6] John C. Wilhelmsson berpendapat bahwa Stein memberikan pengaruh yang signifikan pada karya tulis Husserl selama periode ini. Stein kemudian menjadi seorang pengajar di Universitas Freiburg, tempat ia bekerja sebagai asisten pengajar dari Husserl, yang telah pindah ke institusi tersebut. Karena ia adalah seorang wanita, Husserl tidak memberikan dukungan baginya ketika ia menyerahkan tesis kualifikasinya (habilitationsschrift, satu prasyarat untuk mendapatkan jabatan akademik) ke Universitas Freiburg pada tahun 1918. Tesisnya yang lain, Psychische Kausalität (Kausalitas Psikis),[7] yang diserahkan ke Universitas Göttingen pada tahun berikutnya, juga ditolak.
Stein sebelumnya telah mengenal iman Katolik dari sejumlah karya tulis dan temannya, namun, baru setelah ia membaca autobiografi (Riwayat Hidup) Santa Teresa dari Avila—seorang mistikus dari Spanyol—saat liburan musim panas tahun 1921 di Bad Bergzabern, ia membulatkan tekadnya untuk menjadi Katolik. Ia dibaptis pada tanggal 1 Januari 1922, dan disarankan oleh para pembimbing rohaninya untuk tidak segera memasuki kehidupan religius. Stein lalu mendapat posisi mengajar di sekolah yang dikelola oleh para biarawati Dominikan di Speyer dari tahun 1923 sampai 1931. Selama di sana, ia menerjemahkan De Veritate (Tentang Kebenaran) karya Santo Thomas Aquinas ke dalam bahasa Jerman, membiasakan diri dengan filsafat Katolik pada umumnya, dan berupaya untuk menjembatani fenomenologi dari mantan gurunya (Husserl) dengan Thomisme. Ia mengunjungi Husserl dan Heidegger di Freiburg pada bulan April 1929, bulan yang sama dengan pidato sambutan Heidegger kepada Husserl pada ulang tahunnya yang ke-70. Pada tahun 1932, ia menjadi seorang pengajar di suatu institusi yang berafiliasi dengan Gereja Katolik, yaitu Institut Pedagogi Ilmiah di Münster, tetapi undang-undang antisemit yang disahkan oleh pemerintah Nazi memaksanya untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut pada tahun 1933. Dalam sebuah surat kepada Paus Pius XI pada bulan April 1933, ia mengecam rezim Nazi dan memohon kepada sang paus agar secara terbuka mengecam rezim tersebut "untuk menghentikan penyalahgunaan nama Kristus ini".
Sebagai seorang putri bangsa Yahudi yang, karena rahmat Allah, selama sebelas tahun terakhir juga telah menjadi seorang putri Gereja Katolik, saya berani berbicara kepada Bapa Kekristenan mengenai apa yang menindas jutaan orang Jerman. Selama berminggu-minggu kita telah melihat perbuatan-perbuatan yang dilakukan di Jerman yang mengolok-olok rasa keadilan dan kemanusiaan, serta kasih akan sesama. Selama bertahun-tahun para pemimpin Sosialisme Nasional telah memberitakan kebencian terhadap orang-orang Yahudi. ... Tetapi, bagaimanapun, tanggung jawabnya tentu terletak pada orang-orang yang membawa mereka ke titik ini dan juga pada orang-orang yang tetap diam dalam menghadapi kejadian tesebut.
Segala sesuatu yang terjadi dan terus terjadi setiap hari bermula dengan suatu pemerintahan yang menyebut dirinya 'Kristen'. Selama berminggu-minggu tidak hanya orang-orang Yahudi tetapi juga ribuan umat Katolik yang setia di Jerman, dan, saya percaya, di seluruh dunia, telah menunggu dan berharap agar Gereja Kristus mengangkat suaranya untuk menghentikan penyalahgunaan nama Kristus ini. Bukankah pemberhalaan ras dan kekuasaan pemerintah yang diulang-ulang ke dalam kesadaran publik melalui radio ini [merupakan] penyesatan secara terbuka? Bukankah usaha untuk memusnahkan darah Yahudi [merupakan] suatu penyalahgunaan terhadap kemanusiaan tersuci dari Juruselamat kita, dari Perawan yang paling terberkati dan para rasul? Bukankah semua ini benar-benar bertentangan dengan tingkah laku Tuhan dan Juruselamat kita, yang bahkan di atas kayu salib masih berdoa bagi para penganiaya-Nya? Dan bukankah ini suatu tanda hitam dalam catatan Tahun Suci yang dimaksudkan untuk tahun perdamaian dan rekonsiliasi ini? Kita semua, yang adalah putra putri Gereja yang setia dan yang melihat kondisi di Jerman dengan mata terbuka, khawatir akan yang terburuk bagi wibawa Gereja apabila kesunyian terus berlanjut.
Dikatakan bahwa suratnya tidak mendapat jawaban dan tidak diketahui secara pasti apakah Paus Pius XI sempat membacanya.[8] Bagaimanapun, pada tahun 1937, Sri Paus mengeluarkan satu ensiklik yang ditulis dalam bahasa Jerman, Mit brennender Sorge (Dengan Kekhawatiran yang Mendalam), yang di dalamnya ia mengkritik Nazisme, mencantumkan pelanggaran-pelanggaran terhadap Konkordat antara Jerman dengan Gereja yang ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 20 Juli 1933, dan mengutuk antisemitisme.
Biarawati Karmelit Tak Berkasut dan martir
Stein memasuki biara St. Maria vom Frieden (Maria Bunda Perdamaian) di Köln (Cologne) pada tahun 1933 dan mengambil nama biara Teresa Benedikta dari Salib. Di sana ia menulis buku metafisika karyanya yang berjudul Endliches und ewiges Sein (Keberadaan Terbatas dan Kekal), yang berupaya memadukan filsafat-filsafat dari St. Thomas Aquinas, Duns Scotus, dan Husserl.
Untuk menghindari ancaman Nazi yang terus meningkat, tarekatnya memindahkan Stein dan Rosa saudara perempuannya, yang juga seorang konver Katolik seperti dirinya dan seorang suster sekular ordo ketiga Karmel, ke biara Karmelit Tak Berkasut di Echt, Belanda. Di sana ia menulis Studie über Joannes a Cruce: Kreuzeswissenschaft (Studi tentang Yohanes dari Salib: Ilmu Salib). Dalam surat wasiatnya tertanggal 6 Juni 1939, ia menulis: "Saya memohon kepada Tuhan untuk mengambil kehidupan saya dan kematian saya ... demi segala keprihatinan dari hati kudus Yesus dan Maria serta Gereja yang kudus, terutama demi kelanjutan Tarekat kita yang kudus, khususnya biara-biara Karmel di Köln dan Echt, sebagai pendamaian bagi ketidakpercayaan Bangsa Yahudi, dan supaya Tuhan kelak diterima oleh bangsa-Nya sendiri dan kerajaan-Nya kelak datang dalam kemuliaan, demi keselamatan Jerman dan kedamaian dunia, [dan] akhirnya demi semua orang yang saya kasihi, yang masih hidup [di dunia ini] ataupun yang telah meninggal dunia, dan demi segala yang Allah berikan kepada saya: supaya tidak satu satupun dari mereka dibiarkan tersesat."
Pemindahan Stein ke Echt mendorongnya untuk lebih bertumbuh dalam kesalehan dan bahkan lebih taat akan Regula Karmel. Setelah jabatan mengajarnya dicabut melalui pemberlakuan Undang-Undang Pemulihan Layanan Sipil Profesional beberapa tahun silam, Stein dengan cepat beralih secara bertahap ke dalam peranan pengajar di biara di Echt, mengajar bahasa Latin dan filsafat kepada sesamanya biarawati dan para murid di dalam komunitasnya.[9]
Sejak sebelum pendudukan Nazi di Belanda, Stein telah meyakini bahwa ia tidak akan bertahan hidup melewati masa perang, dan bahkan ia menulis kepada priorin atau kepala biaranya agar diizinkan untuk "mempersembahkan dirinya kepada hati Yesus sebagai suatu kurban pendamaian bagi perdamaian sejati" dan membuat suatu wasiat. Para biarawati sesamanya kelak mengisahkan bagaimana Stein mulai "secara diam-diam melatih diri untuk hidup dalam kamp konsentrasi, dengan menanggung kedinginan dan kelaparan", setelah invasi Nazi ke Belanda pada bulan Mei 1940.[9]
Pada akhirnya, keamanannya di Belanda terancam. Konferensi Uskup Belanda mengeluarkan suatu pernyataan terbuka yang dibacakan di semua gereja di seluruh negeri pada tanggal 20 Juli 1942, yang mengutuk rasisme Nazi. Dalam satu tanggapan balasan pada tanggal 26 Juli 1942, Arthur Seyss-Inquart sebagai Reichskommissar Belanda memerintahkan penangkapan semua orang Yahudi yang beralih keyakinan yang sampai saat itu dibiarkan tetap hidup. Bersama dengan 243 orang Yahudi yang telah dibaptis yang tinggal di Belanda, Stein ditangkap oleh SS pada tanggal 2 Agustus 1942. Stein dan Rosa saudara perempuannya dipenjarakan di kamp konsentrasi Amersfoort dan Westerbork sebelum dideportasi ke Auschwitz. Seorang petugas Belanda di Westerbork dilaporkan sangat terkesan dengan keteguhan iman dan ketenangannya,[10] sehingga ia menawarkan kepada Stein suatu rencana pelarian. Stein dengan tegas menolak tawarannya, dengan menyatakan, "Apabila seseorang campur tangan pada titik ini dan mengambil kesempatan darinya untuk senasib sepenanggungan dengan para saudara dan saudarinya, itu akan menjadi pemusnahan secara menyeluruh."[9]
Pada pagi hari tanggal 7 Agustus 1942, 987 orang Yahudi dideportasi ke kamp konsentrasi Auschwitz. Kemungkinan tanggal 9 Agustus 1942 adalah hari Suster Teresa Benedikta dari Salib, saudara perempuannya, dan banyak orang dari bangsanya, terbunuh dalam suatu kamar gas massal.[4][11]
Peninggalan dan penghormatan
Edith Stein dibeatifikasi sebagai martir pada tanggal 1 Mei 1987 di Köln, Jerman, oleh Paus Yohanes Paulus II, dan dikanonisasi oleh paus yang sama 11 tahun kemudian pada tanggal 11 Oktober 1998 di Kota Vatikan. Mukjizat yang menjadi dasar kanonisasinya adalah kesembuhan Benedicta McCarthy, seorang gadis kecil yang menelan sejumlah besar parasetamol (asetaminofen), yang membuatnya mengalami nekrosis hati. Ayah sang gadis, Pastor Emmanuel Charles McCarthy, seorang imam dari Gereja Katolik Yunani Melkit, segera memanggil para kerabatnya dan berdoa memohon perantaraan Beata Teresa.[12]
Tak lama kemudian, para perawat di unit perawatan intensif (ICU) melihatnya duduk dalam keadaan sehat sepenuhnya. Dokter Ronald Kleinman, spesialis pediatrik di Massachusetts General Hospital di Boston yang merawat gadis itu, memberi kesaksian tentang pemulihannya di hadapan tribunal Gereja, dengan menyatakan: "Saya bersedia mengatakan bahwa itu ajaib."[12] McCarthy kemudian hadir dalam misa kanonisasi Beata Teresa.
Filsuf Alasdair MacIntyre menerbitkan sebuah buku pada tahun 2006 yang berjudul Edith Stein: A Philosophical Prologue, 1913-1922, yang di dalamnya ia mengontraskan St. Teresa yang menjalani hidup berdasarkan filosofi pribadinya sendiri dengan Martin Heidegger, yang tindakan-tindakannya selama era Nazi, menurut MacIntyre, mengindikasikan suatu pribadi yang mendua ("bifurcation of personality", "bifurkasi kepribadian").[17]
Dramawan Arthur Giron menulis Edith Stein, sebuah drama yang terinspirasi oleh kehidupan St. Teresa. Drama tersebut dibuat di Pittsburgh Public Theater pada tahun 1988.[18]
Pada tahun 2008, sebuah stolperstein memorial (disebut kamienie pamięci dalam bahasa Polandia) ditempatkan di dekat rumah masa kecil St. Teresa di 38 ul. Nowowiejska (dahulu Michaelisstrasse) di Wrocław.
Pada tahun 2009, patung kepalanya ditempatkan di Walhalla di dekat Regensburg, Jerman. Pada bulan Juni 2009, International Association for the Study of the Philosophy of Edith Stein (IASPES) didirikan, dan mengadakan konferensi internasional pertamanya di Maynooth University, Irlandia, dalam rangka memajukan tulisan-tulisan filosofis dari St. Teresa.[19]
Pada tanggal 6 Juni 2014, hari peringatan D-Day yang ke-70, sebuah bel yang didedikasikan untuknya dinamai oleh Pangeran Charles di Katedral Bayeux.
St. Edith Stein pada suatu relief karya Heinrich Schreiber di Gereja Bunda Maria di Wittenberg, Jerman
Patung dekat gereja tempat pembaptisannya di Bad Bergzabern dengan inskripsi tanggapannya: Secretum meum mihi
Karya tulis yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
Life in a Jewish Family: Her Unfinished Autobiographical Account, diterjemahkan oleh Suster Josephine Koeppel, O.C.D., dari The Collected Works of Edith Stein, Volume 1, ICS Publications, 1986
On the Problem of Empathy, diterjemahkan oleh Waltraut Stein, dari The Collected Works of Edith Stein, Volume 3, ICS Publications, 1989
Essays on Woman, diterjemahkan oleh Freda Mary Oben, 1996
The Hidden Life, diterjemahkan oleh Suster Josephine Koeppel, O.C.D., 1993[20]
The Science of the Cross, diterjemahkan oleh Suster Josephine Koeppel, O.C.D. The Collected Works of Edith Stein, Volume Six, 1983, 2002, 2011, ICS Publications
Knowledge and Faith
Finite and Eternal Being: An Attempt to an Ascent to the Meaning of Being
Philosophy of Psychology and the Humanities, diterjemahkan oleh Mary Catharine Baseheart, S.C.N., dan Marianne Sawicki, 2000
An Investigation Concerning the State, diterjemahkan oleh Marianne Sawicki, 2006, ICS Publications
Potency and Act, Studies Toward a Philosophy of Being, diterjemahkan oleh Walter Redmond, dari The Collected Works of Edith Stein, Volume Eleven, 1998, 2005, 2009, ICS Publications
^ abc(Inggris) Mosley, J. (2006). The Ultimate Sacrifice. In Edith Stein: Modern Saint and Martyr (pp. 43-52). Mahwah, N.J.: HiddenSpring.
^(Inggris) Garcia, Laura (June 6, 1997). "Edith Stein Convert, Nun, Martyr". Catholic Education Resource Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-12. Diakses tanggal December 3, 2014.
^(Inggris) Scaperlanda, María Ruiz (2001). Edith Stein: St. Teresia Benedicta of the Cross. Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor Press. hlm. 154.
^ ab(Inggris) "Jewish-born nun gassed by Nazis is declared saint; Prayer to Edith Stein sparked tot's 'miraculous' recovery". The Toronto Star. May 24, 1997. hlm. A22.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
^(Inggris) Stein, Edith; Lebech, Mette, Translator; McDonnell, Cyril, Issue Editor; Kelly, Thomas A. F. (2007). "Martin Heidegger's Existential Philosophy"(PDF). MAYNOOTH PHILOSOPHICAL PAPERS: An Anthology of Current Research from the Department of Philosophy, NUI Maynooth.Pemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link) dari (Jerman) Stein, Edith (2006 'Anhang'). Endliches und Ewiges Sein. Versuch eines Aufstiegs zum Sinn des Seins, Gesamtausgabe, bd. 11/12. Freiburg: Herder. hlm. 445–500.Periksa nilai tanggal di: |year= (bantuan)
^(Inggris)"Edith Stein". ewtn.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-10-07. Diakses tanggal 2015-04-22. from The Collected Works of Edith Stein, Volume Two, Essays on Woman, 1987, ICS Publications
(Inggris) Posselt, Teresia Renata (1952). Edith Stein: The Life of a Philosopher and Carmelite. Sheed and Ward.
(Inggris) Sawicki, Marianne (1997). Body, Text and Science: The Literacy of Investigative Practices and the Phenomenology of Edith Stein. Dordrecht: Kluwer.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Edith Stein.