Rumpun aksara Brahmi diturunkan dari aksara Brahmi. Aksara Brahmi terbukti telah ada sejak abad ke-3 SM selama pemerintahan Ashoka, yang diketahui penggunaannya pada tugu kejayaan Ashoka. Aksara Brahmi dikenal sebagai aksara yang memiliki variasi bentuk huruf dan tersebar dari India Utara hingga Selatan. Di India Utara, aksara Brahmi menjadi dasar perkembangan aksara Gupta selama periode Gupta, dan akhirnya berkembang menjadi sejumlah tulisan kursif selama Abad Pertengahan, termasuk di antaranya: aksara Siddham, Sharada dan Nagari. Aksara Siddham memberi pengaruh dari India Utara (termasuk Tibet) sampai Asia Timur, sementara aksara Sharada dan Nagari memberi pengaruh pada wilayah India Utara dan Barat.
Pada abad ke-10 Masehi di Punjab, aksara Sharada mencapai bentuk perkembangannya sebagai aksara Landa, yang kemudian menurunkan aksara Gurmukhi. Sementara itu, muncul juga varian aksara Sharada di Kashmir dan sekitarnya yang berkembang menjadi aksara Kashmir dan Takri. Aksara Nagari di India Utara sebelah timur berkembang menjadi aksara Dewanagari dan Bengali.
Aksara Brahmi Selatan menjadi dasar perkembangan aksara Kadamba, Kalinga, dan Pallawa-grantha, yang pada akhirnya berkembang menjadi berbagai aksara di India Selatan hingga Nusantara. Aksara Kadamba menurunkan aksara Kannada, Tamil, dan aksara India Selatan lainnya, sedangkan aksara Grantha menurunkan aksara-aksara di Asia Tenggara. Suatu varian aksara Grantha, yang lebih dikenal sebagai aksara Pallawa, disebarkan dari Asia Selatan ke Nusantara, terutama melalui penyebaran agama Hindu dan Buddha. Aksara tersebut dikembangkan menjadi aksara Kawi yang menjadi dasar bagi perkembangan aksara-aksara di Nusantara masa kini, termasuk beberapa aksara di Filipina.
Bhattiprolu merupakan pusat raya agama Buddha selama abad ke-3 SM dan dari sanalah agama Buddha menyebar ke Asia Timur. Aksara Telugu yang bertahan pada masa kini berasal dari aksara Bhattiprolu atau 'aksara Kannada-Telugu', juga dikenali sebagai 'aksara Telugu Kuno'.[2][3]
Beberapa karakteristik anggota rumpun aksara Brahmi (namun tidak mutlak dimiliki) adalah:
Setiap huruf konsonan memiliki vokal inheren yang biasanya merupakan bunyi 'a' pendek (dalam bahasa Bengali dan Assam, bunyinya 'ô' pendek karena pergeseran bunyi). Vokal lainnya dituliskan dengan cara membubuhkan tanda pada huruf tersebut. Suatu tanda, yang dikenal dalam bahasa Sanskerta sebagai wirama/halant dipakai untuk mengindikasikan ketiadaan bunyi vokal. Contoh: dalam aksara Bengali, ক (ka), গ (ga), কি (ki), গূ (gū).
Tiap huruf vokal memiliki dua bentuk, yaitu suatu bentuk mandiri bila tidak melekati konsonan, dan suatu bentuk imbuhan saat melekati konsonan. Tergantung pada aksaranya, bentuk imbuhan dapat ditulis di sebelah kiri atau kanan, di atas atau di bawah konsonan yang dilekatinya.
Huruf konsonan dapat dikombinasikan menjadi ligatur. Misalnya, dalam aksara Dewanagari, tanda khusus ditambahkan untuk mengindikasikan bunyi 'r' yang diikuti oleh konsonan lainnya. Contoh: dalam aksara Dewanagari, र्क (rka), र्च (rca), र्र (rra).
Nasalisasi dan aspirasi bunyi vokal yang melekati konsonan juga ditandai oleh simbol tertentu.
Aksara Brahmi terbagi menjadi berbagai variasi regional sejak bukti prasasti yang bertanggal sekitar abad ke-3 SM. Bentuk kursif aksara Brahmi mulai berkembang sejak sekitar abad ke-5 SM dan senantiasa memberi pengaruh terhadap perkembangan aksara-aksara baru sepanjang Abad Pertengahan. Di zaman dahulu, rumpun aksara Brahmi terbagi menjadi dua divisi utama: Aksara Brahmi Utara dan Aksara Brahmi Selatan. Di antara aksara-aksara di wilayah utara, aksara Gupta banyak memberi pengaruh, sementara di selatan, aksara Grantha dan Kannada Kuno lebih banyak berpengaruh seiring penyebaran agama Hindu di Asia Tenggara.