Sistem bilangan Hindu-Arab
Sistem bilangan Hindu-Arab atau sistem bilangan Indo-Arab (atau dikenal juga sebagai sistem bilangan Arab atau sistem bilangan Hindu)[1][note 1] adalah sebuah sistem angka desimal posisional, dan merupakan sistem yang paling umum digunakan sebagai representasi simbolik angka di dunia. Sistem ini ditemukan oleh matematikawan India antara abad ke-1 dan ke-4 Masehi, yang kemudian diadopsi ke dalam matematika Arab pada abad ke-9. Sistem ini kemudian menjadi dikenal luas berkat tulisan-tulisan matematikawan Persia, Al-Khwārizmī, dengan bukunya yang bila diterjemahkan, berjudul Mengenai perhitungan dengan Angka Hindu, yang ditulis sekitar tahun 825. Dan al-Kindi pada bukunya, Tentang Penggunaan Angka Hindu, sekitar tahun 830. Sistem itu kemudian menyebar ke Eropa pada puncak abad pertengahan. Sistem ini didasarkan pada sepuluh (awalnya sembilan) simbol (glif), yang pada prinsipnya tidak terikat. Dalam penggunaanya, glif-glif tersebut merupakan turunan dari angka-angka Brahmi dan terpecah menjadi berbagai varian tipografi sejak Abad Pertengahan. Kelompok simbol ini dapat dibagi menjadi tiga keluarga utama: Angka Arab Barat yang digunakan di Maghreb Raya dan di Eropa; Angka Arab Timur yang digunakan di Timur Tengah; dan angka India yang dalam berbagai skrip digunakan di anak benua India. Asal-usulAngka Hindu-Arab atau Indo-Arab ditemukan oleh para matematikawan di India.[2] Ahli matematika Persia dan Arab menyebutnya "angka Hindu" (ارقام الهندية). Orang Eropa kemudian menyebutnya sebagai "angka Arab" karena mereka mengenal angka-angka ini dari para pedagang Arab.[3] Menurut berbagai sumber, sistem angka ini berasal dari angka Shang Cina (1200 SM), yang juga merupakan sistem nilai posisional desimal basis 10.[4] Tata letakSistem angka Hindu-Arab dibuat untuk tata letak kedudukan dalam sistem perpuluhan. Dalam bentuk yang lebih maju, tata tanda kedudukan juga menggunakan Sistem bilangan desimal dan juga satu simbol untuk ad infinitium (untuk kegunaan modern, simbol Vinculum juga digunakan). Sistem angka ini dapat menjadi simbol untuk sembarang Bilangan rasional dengan menggunakan hanya 13 simbol (sepuluh digit, penanda perpuluhan, vinculum dan pilihan tanda minus pendek untuk menyatakan bilangan negatif). SimbolTerdapat berbagai jenis simbol yang digunakan untuk mewakili angka dalam bilangan Hindu-Arab, yang semuanya berevolusi dari angka Hindu. Sejak zaman pertengahan, jenis simbol dalam sistem ini telah berkembang menjadi berbagai variasi tipografi, dan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok:
Catatan: Beberapa simbol mungkin tidak dapat ditampilkan dengan baik jika browser anda tidak mendukung font Unicode .
SejarahAsal usulAngka Brahmi adalah sistem yang digunakan di India yang menggantikan angka Kharosthi, selepas penaklukan Alexander Agung pada abad ke-4 SM. Angka Brahmi dan Kharosthi digunakan bersama pada zaman kaisar Maurya, di mana kedua-duanya muncul dalam titah perintah Asoka pada abad ke-4 SM.[7] Inskripsi Buddha sekitar 300 SM menggunakan simbol 1,4 dan 6. Seratus tahun kemudian, penggunaan simbol untuk 2, 4, 6 dan 9 telah dicatat. Angka Brahmi ini merupakan nenek moyang dari angka Hindu-Arab, bilangan 1 sehingga 9, tetapi tidak menggunakan sistem kedudukan dengan NOL, dan terdapat angka yang berasingan untuk setiap puluh (10, 20, 30, dll). Sistem angka yang kita kenali hari ini adalah dengan tatatanda kedudukan dan penggunaan NOL, dan secara asasnya tidak bergantung kepada simbol yang digunakan, dan lebih muda usianya dari angka Brahmi. PerkembanganPerkembangan sistem perpuluhan berasal dari matematika India ketika era dinasti Gupta. Sekitar 500 M, ahli astronomi Aryabhata menggunakan sebutan kha ("kekosongan") untuk menulis angka "nol" dalam deretan nomor. Kitab Brahmasphutasiddhanta yang ditulis pada abad ke-7, mengandung pemahaman yang agak maju tentang peranan nol dalam matematika. Terjemahan Sanskrit untuk teks kosmologi Jain abad ke-5 yang hilang, Lokavibhaga mungkin memelihara contoh terawal penggunaan kedudukan nol.[8] Perkembangan di India ini telah diambil alih oleh matematika Islam pada kurun ke-8, seperti yang tercatat dalam kronologi cendekiawan (awal kurun ke-13) karya Al-Qifti.[9] Sistem angka ini kemudian dibincangkan oleh ahli matematika Persia, Al-Khawarizmi dalam bukunya, Tentang perhitungan dengan angka Hindu (825M) dan ahli matematika Arab Al-Kindi dalam bukunya, Tentang penggunaan angka India (كتاب في استعمال العداد الهندي [kitab fi isti'mal al-'adad al-hindi] (830M). Kedua karya ini memainkan peranan besar dalam menyebarkan sistem angka India ke seluruh dunia Islam dan akhirnya ke Eropa. [2] Diarsipkan 2015-07-06 di Wayback Machine.. Dalam matematika Islam kurun ke-10, sistem ini telah dikembangkan dengan kemasukan subyek pecahan, seperti yang tercatat dalam karya ahli matematika Arab Abu'l-Hasan al-Uqlidisi pada tahun 952 – 953.[10] Penggunaan di EropaDi era Eropa-kristen, angka Hindu-Arab pertama kali muncul (dari 1 hingga 9, tanpa 0) dalam Codex Vigilanus, satu kompilasi manuskrip berwarna warni dokumen sejarah dari era Visigoth di Sepanyol, yang ditulis pada tahun 976M oleh tiga rahib dari biara San Martin de Abelda di La Rioja. Antara tahun 967 dan 969, Gerbert of Aurillac menemui dan mempelajari sains Arab di gereja-gereja Catalonia. Kemudian ia memperoleh dari tempat-tempat ini buku De multiplicatione et divisione (tentang pendaraban dan pembahagian). Setelah menjadi Paus pada tahun 999M, ia memperkenalkan sempoa model baru yang dipanggil sempoa Gerbert, dengan mengadaptasi token-token yang mewakili angka Hindu-Arab, dari satu sampai sembilan. Dalam bukunya Liber Abaci (Buku perhitungan), Leonardo Fibonacci memperkenalkan angka Arab, penggunaan angka nol dan sistem kedudukan perpuluhan kepada dunia Latin. Sistem angka ini disebut "angka Arab" oleh orang Eropa. Ia mulai digunakan dalam matematika Eropa dari kurun ke-12, dan digunakan dengan meluas sejak kurun ke-15. Bentuk modern seperti yang kita gunakan dengan abjad Latin hari ini (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9) adalah hasil dari lewat kurun ke-15 hingga awal kurun ke-16, ketika ia mulai memasuki era penyusunan angka terawal. Di dunia Arab sampai zaman modern, sistem angka Hindu-Arab digunakan hanya oleh para ahli matematika. Saintis muslim menggunakan sistem angka Babylon, dan para saudagar menggunakan angka Abjad, satu sistem yang sama seperti sistem angka Greek dan sistem angka Ibrani. Pengenalan sistem ini oleh Fibonacci di Eropa cuma terbatas dalam ruang lingkup kajian ilmiah. Kredit harus diberikan kepada Adam Ries, seorang penulis Jerman zaman Pembaharuan yang bertanggungjawab atas pemahaman yang meluas dan penggunaan kedudukan perpuluhan di kalangan populasi umum, menurut bukunya Rechenung auff der linihen und federn yang disasarkan pada golongan yang merintis usaha dan para artis. Penggunaan di Asia timurDi China, Gautama Siddha telah memperkenalkan angka India dengan angka nol pada tahun 718, tapi ia dianggap tidak berguna bagi para ahli matematika China yang sudah mempunyai batang pembilang yang berkedudukan perpuluhan.[11][12] Dalam angka China, satu bulatan (〇) telah digunakan untuk menulis nol dalam angka Suzhou. Ramai ahli sejarah berpendapat ia diimpor dari angka India oleh Gautama Siddha pada tahun 718, tetapi beberapa pendapat mengatakan ia dicipta dari pengisi ruang teks China "□".[11] Orang China dan Jepang akhirnya menghentikan penggunaan batang pembilang, dan bertukar kepada angka Hindu-Arab pada kurun ke-19. Penyebaran variasi Arab baratAngka Arab barat yang biasa digunakan di Eropa sejak zaman Baroque telah tersebar ke seluruh dunia bersama dengan abjad Latin, bahkan lebih meluas dibandingkan penyebaran abjad Latin itu sendiri. Ia telah masuk ke dalam sistem penulisan yang secara tradisi menggunakan variasi angka Hindu-Arab yang lain, dan juga digunakan dalam tulisan Cina dan tulisan Jepang. Lihat jugaNota
Rujukan
|