Pada 28 Desember 1974, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1974, yang mengatur perubahan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta, antara lain memperluas wilayah dan mengambil beberapa desa yang terletak di perbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, termasuk beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang. Desa-desa yang diserap menjadi bagian kecamatan Cengkareng antara lain:
Desa Duri Kesambi/Duri Kosambi (sekarang menjadi kelurahan Duri Kosambi)
Desa Rawa Buaya (sekarang menjadi kelurahan Rawa Buaya)
Desa-desa tersebut masuk ke dalam kecamatan Cengkareng.[5] Tetapi, PP Nomor 60 Tahun 1990 yang mengatur pembentukan kecamatan baru di wilayah DKI Jakarta. Akibatnya, bagian barat kecamatan Cengkareng dimekarkan menjadi kecamatan baru, yaitu Kecamatan Kalideres.[6]
Pada tahun 2016, Kecamatan ini dihuni oleh 498.130 penduduk yang terbagi dari 262.093 laki-laki dan 252.323 perempuan, dengan seks rasio 103,87 dan 160.746 kepala keluarga. Pada tahun 2020, penduduk kecamatan ini menjadi 601.156 jiwa, diantaranya sebanyak 306.214 laki laki dan perempuan sebanyak 294.942 jiwa.[7]
Kota Jakarta Barat, termasuk di kecamatan Cengkareng, warga berasal dari beragam Suku, Agama, Ras dan Adat istiadat (SARA). Berdasarkan data Sensus penduduk 2010, warga Jakarta Barat berasal dari beragam suku dan agama. Didominasi oleh suku Jawa, Betawi dan Sunda, serta banyak juga berasal dari keturunan Tionghoa, Batak (mayoritas Batak Toba), dan Minangkabau, serta suku lainnya.[8]
Kemudian dalam hal keagamaan, penduduk kecamatan ini juga cukup beragam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Jakarta Barat tahun 2020, mencatat jumlah pemeluk agama, dimana Islam sebanyak 80,36%, kemudian Kristen 13,97% (Protestan 9,92% dan Katolik 4,05%), Budha 5,57%, Hindu 0,08% dan lainnya 0,02%.[7]