Tahun 1900, ada rencana untuk membongkarnya dan membangun pertokoan di tempatnya. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen ("perhimpunan Batavia untuk seni dan ilmu"), yang justru didirikan de Klerk, turun tangan untuk menyelamatkannya. Antara lain, Genootschap menghibahkan mebel yang masih terlihat di gedung itu.
Hingga tahun 1925, gedung ini dipakai departemen Pertambangan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kemudian, tempat tersebut dijadikan Lands archief ("arsip negeri"), yang setelah kemerdekaan Republik Indonesia menjadi gedung arsip nasional. Tahun 1974, arsip nasional dipindahkan ke gedung baru di Jalan Ampera, Jakarta Selatan. Setelah pemindahan selesai tahun 1979, gedung ini tidak digunakan sama sekali dan kondisinya semakin memburuk menjelang tahun 1990-an.[4]
Tahun sama, ada kabar angin bahwa gedung lama akan dibongkar keluarga mantan presiden Soeharto untuk membangun pertokoan, seperti pada tahun 1900. Gedung ini diselamatkan sekelompok usahawan Belanda yang mendirikan Stichting Cadeau Indonesia ("yayasan hadiah Indonesia") yang ingin memberikannya sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-50. Yayasan tersebut mengumpulkan dana untuk memugarnya dan menjadikannya sebuah museum.[4]
Pemugaran rampung pada awal tahun 1998. Tanggal 13 Mei terjadi kerusuhan di Jakarta. Bank yang letaknya di sebelah dibakar, dan pihak Gedung Arsip memperbolehkan karyawan bank berlindung di dalamnya. Para perusuh mengejar mereka ke dalam, tetapi diusir para buruh yang masih ada di tempat dan tidak ingin hasil pekerjaan mereka dihancurkan.[5]
Saat ini, gedung tersebut difungsikan kembali sebagai kantor Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan, Arsip Nasional Republik Indonesia. Unit ini merupakan unit kerja setingkat Eselon II di bawah Arsip Nasional Republik Indonesia. Di bagian depan yang merupakan bangunan cagar budaya difungsikan sebagai lokasi pameran berkala, sedangkan di bagian belakang yang merupakan gedung baru difungsikan sebagai pameran arsip kepresidenan.[butuh rujukan]