Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ciliwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg., termasuk famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.
Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia (sebelum menjadi Gubernur Jendral). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet”,..(De Haan 1911: 320).
Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya dari Banten, yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak – anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).
Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).
Dahulu kala Condet terkenal dengan kebun buah duku dan salak. Namun seiring dengan semakin banyaknya penduduk, kebun-kebun duku dan kebun-kebun salak berubah menjadi pemukiman penduduk.
Pada masa Gubernur Ali Sadikin, Condet juga pernah dijadikan sebagai kawasan cagar budaya masyarakat Betawi. Namun tidak berlanjut, karena seiring dengan semakin banyaknya masyarakat pendatang, proporsi masyarakat Betawi di kawasan ini juga semakin berkurang.