Halaman ini berisi artikel tentang sejarah Geneeskundige Hoogeschool te Batavia sejak periode sebelum pendirian, persiapan, pembukaannya pada tahun 1927, dan tahun-tahun tumbuh berkembangnya GHS Batavia, hingga ditutupnya pada tahun 1942. Setelah melalui beberapa kali perubahan bentuk, sekarang fakultas ini menjadi bagian dari Universitas Indonesia. Untuk informasi lain tentang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lihat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Geneeskundige Hoogeschool te Batavia[note 2] (Sekolah Tinggi Kedokteran) biasa disingkat menjadi GH te Batavia atau GHS yang dibuka sejak 16 Agustus1927 di Batavia (sekarang Jakarta), adalah perguruan tinggi kedokteran pertama dan lembaga pendidikan tinggi ketiga di Hindia Belanda setelah dibukanya THS Bandung tahun 1920 dan RHS Batavia tahun 1924.[note 3]
Latar belakang
Sampai sekitar tahun 1910, hampir semua pihak sepakat bahwa belumlah perlu untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi di Hindia Belanda. Baru pada permulaan abad ke-20 masalah pendirian perguruan tinggi di Hindia Belanda menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan elite Belanda dan para pemuka bumiputera. Kenyataan itu menunjukkan bahwa ada keraguan dan kebimbangan di pihak pemerintah kolonial untuk mendirikan suatu perguruan tinggi di Hindia Belanda.[2]:1
Pada tanggal 8 Maret 1910[3] pemerintah kolonial menyetujui pendirian Indische Universiteit Vereeniging (IUV) – Perhimpunan Universitas Hindia Belanda yang dalam statutanya menyebutkan IUV bertujuan memajukan, mendirikan, dan mengurus sekolah-sekolah tinggi Hindia Belanda.[2]:1 Namun hingga tahun 1912 Minister van Kolonien (Menteri Urusan Daerah Jajahan) belum memikirkan rencana pendirian suatu universitas di Hindia Belanda. Seandainya ada masyarakat Hindia Belanda yang berminat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka lebih baik mereka dikirim ke universitas di Negeri Belanda, dengan bantuan dana dari pemerintah Hindia Belanda.[2]:2
Pada tahun 1918, Dr. Abdul Rivai (lulusan STOVIA dan orang bumiputera pertama yang meraih gelar Doctor in de Medicijnen, Chirurgie en Verloskunde dari Universiteit Gent Belgia – 23 Juli 1908) bersama 14 anggota Volksraad mengusulkan rencana pembentukan suatu universitas di Hindia Belanda. Pada kesempatan itu perdebatan mengenai batasan kata universiteit dan hooger onderwijs tidak terelakkan. Berdasarkan Hoogeronderwijswet (Undang-Undang Pendidikan Tinggi) Staatsblaad Koninklijk der Nederlanden No. 181 ditetapkan tanggal 6 Juni 1905 dinyatakan bahwa suatu universitas harus memiliki lima fakultas (Pasal 76) yaitu:
fakultas teologi
fakultas hukum
fakultas kedokteran
fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam
fakultas sastra dan filsafat
Sepertinya persyaratan ini cukup berat, karena untuk mendirikan ke lima fakultas tersebut tentunya membutuhkan sumber daya yang besar. Ditambah lagi dihadapkan pada kenyataan lain bahwa sampai saat itu sekolah setingkat SMA Umum hanya HBS(Hoogere Burgerschool)[note 2], itupun tidak banyak. AMS(Algemeene Middelbare School)[note 2] pertama di Indonesia (sekolah setingkat SMA sekarang) baru dibuka tahun 1919 di Yogyakarta[4]:24, padahal suatu universiteit dan hooger onderwijs mensyaratkan lulusan HBS sebagai sumber mahasiswanya dan bukan sekadar lulusan MULO (setingkat SMP) atau HIS/Inlandsche School (setingkat SD). Oleh karena itu masih jauh kiranya untuk mendirikan sekolah tinggi atau universitas.[2]:5 Hingga Pemerintah Kolonial Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, belum ada universitas yang didirikan di Hindia Belanda.
Dengan adanya Perang Dunia I (1914-1918), lulusan HBS di kawasan Nusantara saat itu tidak bisa melanjutkan kuliahnya ke Negeri Belanda, demikian juga sebaliknya, sarjana lulusan Belanda yang dibutuhkan di Hindia Belanda sulit dipenuhi karena terganggunya hubungan antara negeri Belanda dan wilayah jajahannya di kawasan Nusantara, sebagai akibat pecahnya perang tersebut. Walaupun Belanda dan negara jajahannya tidak terlibat dalam perang itu, hubungan perdagangan yang pada waktu itu hanya melalui laut menjadi sukar; bertambah lagi setelah Jerman menyatakan perang kapal selam tak terbatas dalam tahun 1917.[1]:1
Staf pengajar pertama terdiri atas 6 guru besar tetap dan 7 guru besar luar biasa yaitu:[5]
Prof. Dr. J. Boeke – pegawai tinggi pada Direktorat Pendidikan dan Agama, sebagai guru besar tetap untuk Anatomi dan Sitologi sekaligus voorzitter (Ketua Fakultas);
Prof. Dr. W. A. Mijsberg – mantan guru STOVIA, sebagai guru besar tetap untuk Anatomi, ontwikkelings-geschiedenis dan Antropologi;
Prof. A. de Waart – mantan Direktur STOVIA, sebagai guru besar tetap untuk Fisiologi;
Prof. Dr. C. Bonne – pegawai tinggi pada Direktorat Pendidikan dan Agama, sebagai guru besar tetap untuk Patologi Umum, Patologi Anatomi, dan Kedokteran Forensik;
Prof. Dr. C. D. de Langen – pegawai tinggi pada Direktorat Pendidikan dan Agama, sebagai guru besar tetap untuk Patologi Khusus, Diagnostik dan Terapi;
Prof. Dr. R. Lesk – mantan guru STOVIA, sebagai guru besar tetap untuk Ilmu Bedah dan Ortopedi;
Prof. Dr. L. Otten – Pjs Kepala Dinas Kesehatan (DVG), sebagai guru besar luar biasa untuk Kesehatan Lingkungan, Bakteriologi, dan Serologi;
Prof. N. J. A. F. Boerma – mantan guru STOVIA, sebagai guru besar luar biasa untuk Obstetri dan Ginekologi;
Prof. Dr. G. Baker – mantan guru STOVIA, sebagai guru besar luar biasa untuk Oftalmologi;
Prof. Dr. B. C. P. Jansen – Kepala Bagian Farmasi, Farmakologi, Toksikologi, Kimia, dan Biologi Laboratorium Medis di Weltevreden, sebagai guru besar luar biasa untuk Kimia;
Prof. Dr. J. Boerema – Direktur Koninklijk Magnetisch en Meteorologisch Observatorium te Weltevreden, sebagai guru besar luar biasa untuk Fisika;
Prof. Dr. H. C. Delsman – Direktur Laboratorium Penelitian Laut di Batavia, sebagai guru besar luar biasa untuk Zoologi dan Parasitologi Umum;
Prof. Dr. W. M. Docters van Leeuwen – Direktur Kebun Raya Bogor, sebagai guru besar luar biasa untuk Botani;
Sebagai Sekretaris dan Kepala Perpustakaan GHS adalah Dr. H. F. Roll.
Kurikulum Pendidikan
Persyaratan masuk GHS adalah lulus ujian akhir Hoogere Burgerschool (HBS) atau gymnasium atau lembaga pendidikan setara seperti di Belanda. Sementara Inlandsche artsenscholen seperti STOVIA dan NIAS memiliki persyaratan masuk yang lebih rendah, karena kedua sekolah itu memang belum bisa dianggap sekolah tinggi. Para lulusan STOVIA dan NIAS menerima gelar Indisch Arts dan memiliki otoritas penuh berpraktik kedokteran di Hindia Belanda, tapi tidak di Belanda. Oleh karenanya untuk meraih kesetaraan sebagai Nederlandsch Arts, mereka harus melanjutkan studinya lebih dahulu ke Belanda dan mengikuti doctoraal examen (setara tingkat 4-5 di GHS) dan ujian-ujian berikutnya hingga meraih gelar dokter Belanda.
Pendidikan kedokteran di GHS diselenggarakan dengan cara yang sama dengan pendidikan kedokteran di universitas/sekolah tinggi Belanda dengan saling kesetaraan semua ujian termasuk ujian akhir. Sehingga para lulusan GHS di Batavia memiliki semua hak dari dokter Belanda yang lulus dari Belanda. Terlepas dari beberapa formalitas, yang tidak terkait dengan program ilmiah.[6]
Masa studi normal GHS dirancang dalam tujuh tahun dengan kurikulum sangat mirip dengan fakultas kedokteran di Belanda sebagai berikut:[6]:437
Tahun ke-1 - Kimia, Fisika, Botani, Zoologi. Diakhiri 1e deel candidaatsexamen (CI) – ujian kandidat tahap 1.
Tahun ke-2 dan 3 - Anatomi, Fisiologi, Kimia Fisiologi, Patologi Umum, Farmakologi Umum. Diakhiri 2e deel candidaatsexamen (C II) – ujian kandidat tahap 2.
Tahun ke-4 dan 5 – Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Bedah, Penyakit Mata, Obstetri dan Ginekologi, Penyakit Kulit dan Kelamin, Psikiatri dan Neurologi, Pediatri, Radiologi, Kedokteran Gigi, Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT), Patologi Anatomi, Bakteriologi, dan Kesehatan Lingkungan, Farmakologi, Farmasi, Kedokteran Forensik. Diakhiri doctoraalexamen.
Tahun ke-6 dan 7 - Bekerja sebagai co-assistent magang di bagian klinis. Pendidikan praktik klinis, yang diakhiri semi-arts pada tahun ke-6 dan di ujung tahun ke-7 diakhiri dengan artexamen.
Perkembangan
Data jumlah mahasiswa baru dan lulusan 1927-1942
TA
Mahasiswa baru
Lulusan/TA
Akumulasi lulusan
Keterangan
1927/1928
24
Mahasiswa baru terdiri atas 23 mahasiswa dan 1 mahasiswi; 6 orang bangsa Eropa, 7 orang pribumi, 11 orang Tionghoa.[7]
1928/1929
27
Mahasiswa baru terdiri atas 26 mahasiswa dan 1 mahasiswi; 9 orang bangsa Eropa, 10 orang pribumi, 8 orang Tionghoa.[7]
1929/1930
26
1930/1931
53
1931/1932
59
1932/1933
68
Mahasiswa baru terdiri atas 11 orang bangsa Eropa, 26 orang pribumi, 31 orang Tionghoa.
Pada bulan Agustus 1941 jumlah mahasiswa GHS adalah 632 orang terdiri atas 121 orang bangsa Eropa, 289 orang pribumi, 222 orang Tionghoa, dengan hasil ujian:
Candidaatsexamen I (CI) diikuti 179 mahasiswa, lulus 67 orang, 29 di antaranya lulus langsung, 2 orang cum laude;
Candidaatsexamen II (CII) diikuti 57 mahasiswa, lulus 39 orang, 24 di antaranya lulus langsung, 1 orang cum laude;
Doctoraalexamen I (DI) diikuti 51 mahasiswa, lulus 35 orang, 26 di antaranya lulus langsung;
Doctoraalexamen II (DII) diikuti 55 mahasiswa, lulus 33 orang, 24 di antaranya lulus langsung, 1 orang cum laude;
Artsexamen I diikuti 76 mahasiswa, lulus 56 orang, 40 di antaranya lulus langsung;
Artsexamen II diikuti 70 mahasiswa, lulus 54 orang, 30 di antaranya lulus langsung.[8]
Pada TA 1940-1941 ini diadakan dua kali promosi doktor yaitu:
21 Februari 1941 Kwee Tat Tjhong dengan disertasi Over de positie der leptospiren in de nier bij chronische gevallen;
2 Mei 1941 K. Modderaar dengan disertasi De invloed van dichloordiaethylsulfide (mosterdgas) op het bloed en de bloedbereidende organen.
Jumlah mahasiswa baru sejak TA 1927-1928 sampai dengan TA 1940-1941 adalah 1366 orang; lulus menjadi dokter sebanyak 231 orang; 567 orang berstatus mahasiswa; 568 orang drop out.[8]
Dari 568 orang yang tidak melanjutkan studi di GHS tersebut:
Sekitar 80% mahasiswa yang tidak melanjutkan studi tersebut keluar sebelum mengikuti ujian pertamanya (Candidaatsexamen I).
Dari 231 dokter lulusan GHS, hampir seperenamnya selesai tepat waktu dalam waktu tujuh tahun, dua pertiga dalam waktu delapan tahun, dengan sebaran sebagai berikut:
27 orang bekerja di GHS;
44 orang bekerja di Dienst der Volksgezondheid - DKV (dinas kesehatan);
9 orang bekerja di Militaire Geneeskundige Dienst (kesehatan militer);
28 orang bekerja di pemerintahan provinsi, kota, kabupaten;
^ abcMulai tanggal 1 Agustus 1935 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan aturan tentang penggunaan ejaan baru... di antaranya ejaan 'hoogeschool' menjadi 'hogeschool', 'hoogere burgerschool' - 'hogere burgerschool', 'algemeene' - 'algemene', dan seterusnya.[1]:51
^Pada tanggal 3 Juli1920sekolah tinggi pertama di Hindia Belanda, yaitu Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik), yang dikenal dengan singkatan namanya THS didirikan di Bandung.[2]:6 Pada tanggal 28 Oktober1924Rechtshoogeschool (RHS atau Sekolah Tinggi Hukum) yang merupakan institusi pendidikan tinggi kedua dibuka di Jakarta, dan tiga tahun kemudian, pada tanggal 16 Agustus1927Geneeskundige Hoogeschool (GHS atau Sekolah Tinggi Kedokteran) yang merupakan institusi pendidikan tinggi ketiga dibuka di Jakarta.[2]:8
^Untuk pertama kalinya GHS meluluskan dokter pada tanggal 23 Mei 1934 yaitu H. A. E. van der Linde dan Liem Djwan Lioe.
^Jumlah mahasiswa baru sejak TA 1927-1928 sampai dengan TA 1940-1941.[8]
^Jumlah lulusan dokter sejak GHS dibuka sampai dengan TA 1940-1941.[8]
Referensi
^ abGoenarso (1995). Riwayat perguruan tinggi teknik di Indonesia, periode 1920-1942. Bandung: Penerbit ITB.
^ abcdefSomadikarta, S. (1999). Tahun emas Universitas Indonesia, Jilid 1: Dari Balai ke Universitas. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
^ ab(Belanda) Bonne, C. (1941). "De Geneeskunde in Nederlandsch-Indie: Het geneeskundig onderwijs" dalam S. A. Tydskrif vir Geneeskunde edisi 8 November 1941.