Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (disingkat FIB UI) adalah salah satu fakultas di bawah Universitas Indonesia yang mengkhususkan diri dalam ilmu pengetahuan budaya dengan tingkat pendidikan sarjana, magister, dan doktoral, serta pengelolalaan lembaga-lembaga penelitian yang terkait dengan bidang studi tersebut. SejarahPada tahun 1920-an usaha untuk mendirikan sebuah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya atau FIB (dahulu Fakultas Sastra Universitas Indonesia, FSUI) dirintis. Ketika itu, kaum terpelajar Belanda dan kaum nasionalis Indonesia mempunyai cita-cita untuk mendirikannya dengan tujuan yang berbeda. Kaum terpelajar Belanda bermaksud meneliti dan mempelajari kebudayaan Indonesia secara lebih ilmiah, agar dengan demikian politik kolonialnya dapat lebih berhasil. Sebaliknya golongan nasionalis bermaksud untuk meneliti dan mempelajari kebudayaan Indonesia dengan tujuan untuk menanamkan dan mengobarkan semangat kebangsaan Indonesia. Karena berbagai rintangan, antara lain resesi ekonomi yang melanda negeri Belanda, rencana pembukaan Fakultas Ilmu Budaya tertunda bertahun-tahun. Pada tanggal 4 Desember 1940 Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte dibuka, menempati gedung Rechts Hogeschool—yang sekarang menjadi gedung Departemen Pertahanan dan Keamanan—di Jalan Merdeka Barat 13, Jakarta. Pada waktu pembukaan, terdapat empat jurusan, yaitu Jurusan Sastra Indonesia, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial, Jurusan Sejarah, dan Jurusan Ilmu Bangsa-Bangsa. Pembentukan Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte ini berhubungan erat dengan rencana pembentukan Universiteit van Nederlands-Indié (Universitas Hindia Belanda). Awalnya, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte hanya didirikan untuk jangka waktu satu tahun, dan perannya kemudian akan digantikan oleh fakultas di Universiteit van Nederlands-Indié tersebut. Namun dalam kenyataannya, universitas yang direncanakan ini tidak dapat didirikan pada waktu yang diharapkan, sehingga usia berdirinya fakultas itu sebagai sebuah fakultas yang mandiri diperpanjang satu tahun lagi. Pada tahun 1942, Jepang yang terlibat Perang Dunia II menduduki dan menguasai Indonesia. Seluruh kegiatan pendidikan terhenti, tidak terkecuali Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte yang baru dibuka. Pemerintah jajahan Jepang membuka lembaga-lembaga pendidikannya sendiri termasuk pendidikan tinggi, kecuali Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Setelah proklamasi kemerdekaan (1945), pemerintah Republik Indonesia mendirikan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (BPTRI) di Jakarta. Sementara itu, pada tahun 1946, Belanda berusaha berkuasa kembali di Indonesia serta membuka sebuah universitas darurat dengan nama Nooduniversiteit pada tanggal 21 Januari. Ketika NICA (Netherlands Indies Civil Administration) menguasai Jakarta, BPTRI pun pindah ke Yogyakarta. Di sana, diselenggarakan BPTRI yang menjelma menjadi Universitit Gadjah Mada (yang sejak tahun 1954 menjadi Universitas Gadjah Mada), sedangkan sebagian kemudian pindah ke Jakarta. Pada tanggal 21 Maret 1947, Nooduniversiteit berganti nama menjadi Universiteit van Indonesie yang fakultas-fakultasnya tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan Makasar. Sejak 1954 secara berangsur-angsur fakultas-fakultas tersebut menjadi lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang berdiri sendiri, seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin. Pada tanggal 2 Februari 1950, Universiteit van Indonesie diambil alih oleh BPTRI dan namanya diganti menjadi Universitet Indonesia dan yang sejak 1954 menjadi Universitas Indonesia; di dalamnya termasuk Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte yang telah berganti nama menjadi Fakultet Sastra dan Filsafat. Jurusan-jurusan yang tersedia pada waktu itu adalah Jurusan Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Belanda, Jurusan Sastra Cina dan Jurusan Arkeologi. Keempat jurusan itu kemudian disesuaikan dengan kepentingan Indonesia serta didasarkan atas tersedianya tenaga pengajar. Berdasarkan hal itu, jurusan-jurusan yang dibentuk adalah Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Sastra Cina, Arkeologi, dan Jurusan Bebas. Jurusan Bebas menampung mahasiswa yang bidang ilmunya belum merupakan jurusan sendiri; jurusan itu kemudian dihapuskan pada tahun 1961. Dalam perkembangan selanjutnya, Fakultet Sastra dan Filsafat diganti menjadi Fakultet Sastra, karena pengertian sastra dianggap mencakup pula filsafat. Nama Fakultet Sastra yang kemudian menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya sampai sekarang masih dipertahankan. Sesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) mengembangkan jumlah jurusan yang dikelolanya menjadi 13 jurusan, yakni Jurusan Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Daerah, Jurusan Sastra Asia Timur yang terdiri atas Program Studi Cina dan Jepang, Jurusan Sastra Asia Barat dengan Program Studi Arab, Jurusan Sastra Germania yang terdiri atas Program Studi Jerman dan Belanda; Jurusan Sastra Inggris, Jurusan Sastra Roman dengan Program Studi Prancis, Jurusan Sastra Slavia dengan Program Studi Rusia, Jurusan Arkeologi, Jurusan Sejarah, Jurusan Linguistik, Jurusan Kesusastraan, Jurusan Filsafat, dan Jurusan Ilmu Perpustakaan. Perlu ditambahkan bahwa Jurusan Antropologi yang mula-mula berada di FIB, sejak tanggal 14 Juni 1983 diserahterimakan pengelolaannya ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0174/0/1983. Peresmian serah-terima dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 1983. Pada permulaan tahun 50-an, beberapa kuliah masih diberikan dalam bahasa Belanda, karena jumlah tenaga pengajar berbangsa Belanda masih cukup banyak. Keadaan serupa juga terdapat di fakultas-fakultas lain di lingkungan Universitas Indonesia. Pada tahun 1951, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan yang mewajibkan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam semua kuliah. Dalam rangka pengadaan tenaga pengajar sekolah menengah, pada awal sejarahnya FIB pernah pula menyelenggarakan program pendidikan yang disebut Kursus B-I dan B-II, yang pada prinsipnya sama dengan pendidikan MO-A dan MO-B (MO adalah Middelbaar Onderwijs 'Pendidikan Menengah'), seperti yang diselenggarakan oleh beberapa universitas di Negeri Belanda. Kursus-kursus tersebut sekarang dikelola oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Di samping mengelola program pendidikan sarjana, FIB juga pernah mengelola lembaga-lembaga penelitian. Salah satu di antaranya ialah Lembaga Bahasa dan Budaya (dahulu disebut Institut voor Taal en Cultuur-Onderzoek atau ITCO) yang bertugas melaksanakan penelitian bahasa dan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga itu menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, yang secara administratif bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan sesudah beberapa kali ganti nama sekarang dikenal sebagai Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sejak dibuka kembali pada tahun 1947, tempat kuliah utama FIB adalah di Jalan Diponegoro 82. Kemudian, sejak tahun 1960, pindah ke Kampus Rawamangun. Sejak tahun akademik 1987/1988 FIB pindah ke Depok bersama beberapa fakultas lainnya. Pada saat ini FIB mengelola program sarjana, magister, doktor, dan diploma. Pergantian NamaSegenap sivitas akademika FSUI berpendapat bahwa nama "Fakultas Sastra" sudah tidak memadai lagi. Alasannya, istilah "sastra" kini telah mengalami penyempitan sehingga disalahartikan sebagai identik dengan "kesusastraan". Oleh sebab itu ada semacam persepsi keliru dari sebagian besar masyarakat bahwa lulusan Fakultas Sastra adalah orang yang hanya ahli atau tahu tentang bersajak-sajak, prosa, atau bentuk-bentuk kesusastraan lain. Padahal, seorang lulusan FSUI adalah seorang sarjana yang menguasai bahasa dan kebudayaan dari suatu wilayah atau bangsa. Kesusatraan memang diajarkan di FSUI, tetapi ia hanya sebagian kecil dari kurikulum FSUI. Atas dasar yang disebut di atas, maka kata Fakultas Sastra untuk FSUI dengan demikian kurang memberikan representasi bidang-bidang lain yang diberikan di FSUI yaitu sejarah, filsafat, arkeologi, perpustakaan, dan linguistik. Oleh karena itu pada tahun 2002 nama Fakultas Sastra diubah menjadi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB). Lokasi dan GedungLokasiGedung perkuliah FIB UI terpusat di Kampus UI Depok yaitu Jalan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto yang terhubung dengan akses Prof. Dr. Surdjono D Pusponegoro. GedungFIB UI memiliki 10 gedung utama yang terdiri dari:
PimpinanSaat ini, FIB dipimpin oleh Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum. Dekan FIB UI dari masa-ke-masa:
DepartemenFIB membawahi 7 departemen, yaitu:
Program AkademikFakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menyediakan program akademik sebagai berikut:
Program Studi S1 meliputi:
Program Pascasarjana (S2):
Program Pascasarjana (S3):
Lembaga-lembagaSelain itu ada program-program kelembagaan lainnya sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, diantaranya Lembaga Bahasa Internasional (LBI) yang membawahi Program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA), Program Pelayanan Bahasa (PPB), dan Program Pengembangan Penerjemahan (PPP); Laboratorium Leksikologi dan Leksikografi (LLL); Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya (PPKB); dan Lembaga Kajian Indonesia (LKI). FasilitasLaboratorium Bahasa yang terdiri dari delapan ruang dengan perlengkapan audio visual, slide projector, televisi, film projector, video dan DVD player, serta tape recorder. Perpustakaan dan Perpustakaan Dijital dengan koleksi buku, majalah, jurnal, laporan penelitian dan dilengkapi LONTAR (Library Automation dan Digital Archive), dan Teater terbuka Daun Sirih. Laboratorium Komputer dengan fasilitas 3 kelas (15 komputer, 30 komputer dan 45 Komputer), Fasilitas Komputer Mahasiswa untuk mengakses internet tanpa dipungut biaya, jaringan nirkabel Hotspot UI Area FIB yang merata di sekitar FIB, Layanan sistem akademik terpadu yang dapat diakses melalui internet. Fasilitas lainnya: Self Directed Learning Centre (SDLC) yaitu layanan akses belajar mandiri yang inovatif, laboratorium fonetik, laboratorium perpustakaan, laboratorium sejarah, laboratoirum arkeologi, serta simulasi situs arkeologi. Referensi
Pranala luar
|