Pada masa penjajahan Belanda, Jatinegara merupakan pusat dari kabupaten yang dikenal sebagai Meester Cornelis. Kabupaten Jatinegara saat itu meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman, Tebet, Kramat Jati, Mampang, Pondok Gede, Pasar Rebo, Pancoran dan Kebayoran. Nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara pada masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942. Meskipun demikian, nama Jatinegara yang berarti ‘negara sejati’ itu sudah dipopulerkan oleh Pangeran Ahmad Jayakarta saat dia mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum di wilayah Pulo Gadung, Jakarta Timur. Versi lain mengatakan bahwa nama Jatinegara diadaptasi dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada masa pendudukan Jepang, sehingga nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara.[1]
Pada pertengahan abad ke 17, Belanda memberikan izin pembukaan hutan di sebuah kawasan yang jaraknya kira-kira 15-20 kilometer dari Batavia kepada Cornelis Senen (seorang guru agama Kristen). Cornelis Senen adalah seorang keturunan Portugis yang berasal dari Lontor, Pulau Banda. Dia mampu berkhotbah dalam bahasa Melayu maupun Portugis (Kreol). Cornellis Senen biasa dipanggil Meester yang berarti tuan guru. Konon dia ditolak oleh panitia ujian saat dia ingin menempuh ujian untuk menjadi seorang pendeta pada tahun 1657. Bisa jadi dia ditolak karena dia bukan asli keturunan Belanda. Namun, dia diberi hak untuk membuka hutan dan menebang pohon jati di tepi sungai Ciliwung. Hutan yang dibukanya kini menjadi daerah padat penduduk yang dikenal sebagai Jatinegara. Nama Meester sendiri diabadikan menjadi Pasar Meester.[2]
Pasar Jatinegara sekarang
Pasar Lama Jatinegara atau lebih dikenal dengan Pasar Mester, merupakan pusat ekonomi bagi warga Jatinegara. Pasar Lama Jatinegara mempunyai banyak deret bangunan di mana dulunya dikenal dengan bangunan Belanda. Di sekitar pasar tersebut juga terdapat pedagang-pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya mulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 6 sore.
Pasar ini ramai pada tanggal-tanggal muda, di mana orang-orang baru saja mendapatkan penghasilan. Ketika terjadi kerusuhan pada tahun 1998, pasar ini juga menjadi tujuan penjarahan. Pada tahun 2007, pasar Jatinegara juga sempat mengalami kebakaran di bagian depan. Ketika itu api berasal dari sebuah warung makan karena adanya arus pendek. Beberapa toko habis dilalap api. Kegiatan pasar sempat berhenti sejenak, tetapi keesokan harinya kegiatan pasar kembali aktif.