Kali Jatikramat terkait erat dengan Kali Cakung dan Kali Buaran. Ketiganya berkelok-kelok datang dari Bekasi dan saling terhubung hingga muara di Teluk Jakarta di kawasan Marunda melalui Cakung Drain. Dulu, ketiga sungai itu sumber air untuk persawahan, bahkan bisa diminum.[5] Aslinya tidak terlalu dalam, hingga tahun 1990, lebar sungai itu hanya sekitar 3 meter akibat tergerus erosi terus-menerus.[6] Kebiasaan warga membuang sampah membuat kualitas air menjadi sangat buruk.[6]
Kali Buaran dan Kali Jati Kramat sering meluap dan menyebabkan banjir. Pada tahun 2007 Kantor pengolahan air PT Aetra di pinggir Kali Jati Kramat terendam hingga 1 meter.[5] Penelitian evolusi lahan di DKI Jakarta oleh Pieter J Kunu dan H Lelolterry, dosen pertanian Universitas Pattimura, Ambon, menunjukkan bahwa hal ini disebabkan karena pembangunan kota yang membuat 85 persen lahan di Jakarta kedap air, sehingga air permukaan tak lagi dapat diserap tanah dan akibatnya terjadi banjir. Jalan keluarnya ialah menambah badan air buatan untuk menampung air permukaan, yaitu Banjir Kanal Timur.[5] Kanal ini memotong Kali Cakung, Buaran, Jati Kramat, Sunter, dan Cipinang, merupakan upaya teknologi mengatasi banjir, memberikan ruang bagi air di timur dan utara Jakarta. Sejak terpotong kanal, aliran air kelima sungai yang datang dari hulu kini bermuara di Kanal Timur. Sementara alur kelima sungai setelah terpotong kanal digunakan sebagai drainase pembuangan dari saluran-saluran permukiman dan industri. Dengan adanya Kanal Timur, ada banyak permukiman terselamatkan dari banjir.[5] Namun, Kanal Timur juga mengubah bentuk Kali Jati Kramat, karena alur sungai ini tidak tampak lagi setelah terpotong Kanal Timur,[5] meskipun pada peta lama tampak tersambung ke Kali Buaran sepanjang hampir 50 meter.[7]
Alur Kali Jati Kramat di belakang kompleks Kavling DKI Pondok Kelapa masih terjaga keasriannya. Kanan dan kiri sungai itu masih hijau dan aliran airnya jernih. Tak ditemukan sampah mengambang di atas aliran itu. Kali Jati Kramat tetap terjaga karena warga kompleks mengelola sampah secara mandiri, menggunakan tenaga kebersihan untuk mengangkut sampah rumah tangga sehingga tak ada yang buang sampah ke kali.[5]
Kali Jatikramat di Jakarta panjangnya 14,5 kilometer (9,0 mi), dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) seluas 16,50 km².[8] Curah hujan harian rata-rata sebesar 154 mm, dan debit puncak 45 m³.[8]
Geografi
Sungai ini mengalir di wilayah barat laut pulau Jawa yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger).[9] Suhu rata-rata setahun sekitar 28 °C. Bulan terpanas adalah September, dengan suhu rata-rata 31 °C, and terdingin Mei, sekitar 26 °C.[10] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 3674 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Desember, dengan rata-rata 456 mm, dan yang terendah September, rata-rata 87 mm.[11]
Normalisasi
Memasuki tahun 2000, alur Jati Kramat diluruskan, dikeruk, dan tebingnya diperkuat, di beberapa tempat dengan beton. Lebar alur sungai itu menjadi sekitar 5 meter dengan kedalaman lebih dari 3 meter.[6] Normalisasi Kali Jatikramat di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, dikerjakan lagi sejak tahun 2015.[12] Normalisasi sangat penting dilakukan di kali yang memiliki lebar sekitar 10 meter dan volumenya sekitar 200 meter tersebut, karena setiap musim hujan, wilayah sekitarnya masih tergenang banjir. Program normalisasi tersebut dituntaskan hingga sampai muaranya yang berada di Kanal Banjir Timur (KBT).[13]