Artikel ini ditulis seperti opini yang menulis pendapat penulis Wikipedia mengenai suatu topik, daripada menuliskannya menurut pendapat para ahli mengenai topik tersebut.. Bantulah menyuntingnya dengan menghapus bagian tersebut dan menuliskannya sesuai dengan gaya penulisan ensiklopedia.
Keseluruhan atau sebagian dari artikel ini membutuhkan perhatian dari ahli subyek terkait. Jika Anda adalah ahli yang dapat membantu, silakan membantu perbaiki kualitas artikel ini.
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia.
Beberapa atau seluruh referensi dari artikel ini mungkin tidak dapat dipercaya kebenarannya. Bantulah dengan memberikan referensi yang lebih baik atau dengan memeriksa apakah referensi telah memenuhi syarat sebagai referensi tepercaya. Referensi yang tidak benar dapat dihapus sewaktu-waktu.
Aksara Komering[1] adalah salah satu aksara yang ada di Sumatera Selatan, aksara ini mirip dengan Aksara Lampung dan Aksara Ogan hanya beberapa bentuk huruf saja yang berbeda.
Aksara ini memiliki inheren /a/ dan dapat dirubah dengan tanda vokal yang ada. Aksara ini diberbagai daerah di Komering punya variasinya sendiri-sendiri sehingga membuatnya sedikit berbeda dari daerah satu dengan daerah lainnya, hal ini dikarenakan beberapa faktor.
Sejarah
Aksara Komering adalah salah satu aksara turunan Brahmi yang diyakini berkembang di hulu Sungai Komering yang juga menjadi cikal-bakal adanya Aksara Lampung, jika dilihat-lihat bentuk kedua aksara ini tidak jauh berbeda, hanya saja ada beberapa huruf yang berbeda.
Aksara Komering pada dasarnya adalah sebuah abugida yang masih berkerabat dengan beberapa aksara Surat Ulu lainnya, aksara ini tidak lagi digunakan karena saat ini Bahasa Komering telah menggunakan alfabet Latin untuk sistem penulisan yang baku.[2] Setidaknya ada 3 sistem penulisan yang telah dipakai untuk menulis Bahasa Komering yaitu Aksara Komering, Abjad Jawi, dan Alfabet Latin.
Tentang keberadaan aksara ini masih simpang-siur, karena generasi sekarang tidak tahu apa itu Aksara Komering, salah satu penyebab Aksara Komering hilang ditelan zaman adalah karena dahulunya aksara ini tidak sembarangan orang yang bisa menggunakannya atau dikeramatkan, alhasil naskah-naskah yang ditulis dalam aksara Komering disimpan dan tidak ada orang yang boleh melihatnya, karena berjalannya waktu naskah-naskah tersebut mulai hilang, dimakan rayap, dibuang oleh pewaris karena tidak tahu fungsinya, dan dibakar karena takut jatuh kepada tangan penjajah.
Karena tidak ada bukti yang cukup dan jelas maka aksara Komering dianggap tidak ada oleh sebagian besar masyarakat, tak banyak juga yang masih mencoba melestarikannya tetapi usaha itu kurang digalakkan, ditambah lagi dengan keberadaan Alfabet Latin itu hanya memperparah kondisi Aksara Komering saat ini [3]
Pada saat ini, keberadaan Surat Ulu Komering masih kontroversial, hal ini semakin dibuat bingung karena pada beberapa daerah Aksara Komering memiliki variasinya sendiri-sendiri, sehingga sulit untuk meyakini yang mana Aksara Komering asli. Tak banyak juga dibeberapa daerah seperti di Komering bagian Ilir tidak ditemukan aksara semacam ini, Bahasa Komering disini dituturkan secara lisan sehingga tulisan ini tidak diperlukan.
Terlihat gambar diatas menunjukkan salah satu varian dari Aksara Komering yang mana bentuknya lebih mirip seperti Aksara Ogan daripada Aksara Lampung.
Penggunaan
Pada saat ini, Aksara Komering tidak lagi digunakan, namun upaya untuk menghidupkan kembali aksara ini telah dilakukan dengan berbagai cara,[4] namun dalam digitalisasi masih terkendala jenis font yang belum tersedia dan juga belum terdaftar di Unicode. Diharapkan kedepannya, aksara ini bisa memiliki font dan terdaftar di Unicode untuk digitalisasi sehingga bisa digunakan pada ponsel atau komputer.
Bentuk
Aksara Komering memiliki 27 kalabai hurup atau huruf konsonan, dan 11 anak hurup atau tanda baca (vokal, diftong, dll) dan memiliki susunan huruf Ka-Ga-Nga, dengan 3 huruf tambahan untuk penyesuaian dengan zaman. Pada umumnya aksara Komering tidak memiliki tanda baca dan angkanya sendiri, hanya saja yang ada digambar adalah angka buatan untuk mempermudah dalam pembelajaran aksara itu sendiri dan memperkaya khazanah kebudayaan.
Aksara Komering tidak jauh berbeda dengan Aksara Lampung karena kedua suku ini adalah serumpun, yang membedakan kedua aksara ini adalah pada huruf Da dan Ja dimana pada aksara Komering bentuknya tidak seperti huruf-huruf yang lain cenderung patah dan kaku, melainkan memiliki struktur melingkar.
Angka
Aksara Komering tidak memiliki angkanya sendiri, tetapi dahulunya menggunakan angka Arab. Sedangkan pada saat ini angkanya telah dibuat secara sengaja yang memiliki makna dibaliknya yaitu merangkap seluruh sistem penulisan yang pernah digunakan untuk menulis Bahasa Komering baik secara historis maupun sekarang. Adapun rinciannya yaitu angka nol dan satu adalah mewakili dari angka huruf Latin (0 dan 1), lalu angka 2 sampai 4 mewakili aksara ini sendiri dimana bentuknya kebanyakan kaku dan patah, seterusnya angka 6 sampai 9 adalah mewakili angka Arab dengan bentuk serupa (٦,٧,٨ dan ٩)[5].
Variasi
Aksara Komering memiliki dua varian huruf yang berbeda namun digunakan untuk bahasa yang sama, kedua huruf tersebut adalah Aksara Komering versi Lampung, dan Aksara Komering versi Asli.
Aksara Komering versi Lampung
Aksara Komering versi Lampung adalah variasi dari aksara Komering yang diperkirakan kemungkinan besar berkembang disekitaran Danau Ranau, atau lebih tepatnya di hulu Sungai Komering, dikarenakan beberapa penyebab seperti bentuk hurufnya lebih mirip dengan Aksara Lampung itu sendiri.
Aksara Komering versi Asli
Aksara Komering versi Asli diperkirakan berkembang di daerah Komering bagian tengah (lebih tepatnya di daerah kecamatan Madang Suku, Rasuan dan sekitarnya), varian aksara Komering satu ini bertolak belakang dengan Aksara Komering versi Lampung, dan jauh dari kata mirip, Aksara ini lebih mirip dengan Aksara Ogan karena hurufnya yang melengkung, ini terjadi mungkin dahulunya orang Komering sempat berinteraksi dengan Orang Ogan melalui perdagangan. Tapi pada intinya kedua huruf ini memiliki jumlah huruf yang sama dan dalam susunan Ka-Ga-Nga.
Huruf Rekaan
Pada dasarnya Aksara Komering hanya memiliki 22 huruf konsonan, 12 tanda diakritik untuk vokal, diftong, dan virama, serta 2 tanda baca yaitu tanda pangkal teks dan tanda akhir teks.
Huruf Rekaan Konsonan
Huruf yang sengaja dibuat memiliki tujuan untuk mengikuti perkembangan zaman, yang dimana banyaknya kata serapan dari bahasa asing, penyesuaian untuk nama-nama orang, dan sebagainya. Beberapa huruf rekaan dalam aksara Komering yaitu (Kha, Sya, Za, Qa, Va, dan Fa).
Angka dan Tanda Baca
Demikian pula dengan angka dan tanda baca yang juga dibuat secara sengaja. Angka buatan pada aksara Komering bukanlah dibuat secara sembarangan, tetapi memiliki makna dan filosofis dibaliknya yaitu kesepuluh buah huruf itu mewakilkan huruf-huruf yang pernah dipakai untuk menulis Bahasa Komering angka 0 dan 1 (O dan I) mewakilkan Alfabet Latin yang digunakan saat ini, lalu huruf 2, 3, 4, dan 5 diadaptasi dari Aksara ini sendiri yang mana bentuknya agak kaku, dan diserap dari huruf (Y dan T dan dibalik), lalu angka 6 sampai 9 adalah adaptasi dari angka Arab (٦,٧,٨,٩) yang mana semasa penyebaran Islam di Bumi Komering orang-orang menggunakan Abjad Jawi sebagai sistem penulisannya. Sehingga didapatkanlah bentuk-bentuk yang seperti ini (O I 𑀢 Y T ꓶ ꓕ V Ʌ ꟼ).
Sedangkan tanda titiknya yang berbentuk titik tiga segitiga mewakilkan tiga perairan yang ada di tanah Komering itu sendiri (Danau Ranau, Sungai Komering, dan Sungai Ogan). Sedangkan tanda koma yang menyerupai tanda : memiliki makna bahwa letak kebanyakan masyarakat Komering mendiami wilayah antara Sungai Ogan dan Komering atau Ogan Komering.
Tanda pengulangan juga dibuat menyerupai manusia yang memiliki arti tersendiri, setiap orang semestinya harus sadar bahwa suatu saat mereka akan mulang (kembali) itulah makna dibalik dari tanda pengulangan. Huruf-huruf buatan ini sudah dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga tidak hanya karakter yang dibuat secara asal-asalan namun menyisipkan makna jika direnungkan.
Penyebab Kepunahan
Pada dasarnya, Aksara Ulu Komering ditulis bukan untuk diajarkan untuk ke generasi-generasi berikutnya, melainkan digunakan sebagai tulisan kode kepada kepala marga (Pesirah) lain untuk strategi perang menyerang Belanda. Sampai saat ini, surat-surat itu masih tersimpan dibeberapa rumah warga, khususnya anak cucu dari Pesirah.
Penyebab kepunahan yang paling menyedihkan adalah penyimpanan Aksara Ulu Komering ini tidak disertai tehnik penyimpanan yang tepat, sehingga dikhawatirkan rusak karena lapuk termakan usia, dimakan rayap, basah, dan sebagainya. Dahulunya Surat Ulu Komering diturunkan kepada anak cucu Pesirah tersebut, namun pewaris-pewaris ini cenderung mengeramatkan nya. Selain itu, cara berfikir masyarakat yang tidak logis juga ikut menyebabkan kepunahan Aksara Ulu Komering semakin parah, mereka menganggap bahwa Aksara Ulu Komering adalah benda pusaka yang tidak sembarangan orang bisa melihat dan membacanya. Untuk membukanya saja harus mengadakan ritual penyembelihan hewan seperti ayam, kambing, bahkan kerbau sekalipun, dan ini hanya menimbulkan kerumitan untuk mempelajari Aksara Ulu Komering. Selain itu, mitos lain tentang aksara ini jika difoto atau dibaca akan menyebabkan malapetaka bagi desa tempat aksara itu berada. Mitos-mitos ini biasanya muncul karena para Pesirah dahulunya untuk menakut-nakuti masyarakat supaya tidak sembarangan menyentuh surat-surat ini, dikarenakan isinya yang sangat sensitif, seperti surat perjanjian, surat strategi untuk melawan penjajah, dan ditakutkan ada masyarakat yang berkhianat. Aksara Ulu Komering dipilih untuk menulis surat-surat ini karena dahulunya orang Belanda tidak tahu tentang Aksara ini, tidak seperti Abjad Jawi yang telah digunakan dihampir setiap daerah, mungkin saja Belanda tahu isi surat itu jika ditulis menggunakan Abjad Jawi.
Selain karena disimpan sembarangan, sejak kemerdekaan Indonesia dan sistem pemerintahan berbentuk marga dibubarkan, maka secara beramai-ramai Bahasa Daerah di Indonesia mengadopsi Alfabet Latin sebagai sistem penulisan baru karena sangat mudah digunakan, yang dimana ini berakibat fatal bagi aksara-aksara daerah. Saat ini tidak ada lagi generasi muda yang mau belajar aksara daerah, mereka sudah terbiasa membaca dan menulis menggunakan Alfabet Latin sehingga susah untuk menghidupkan Aksara Ulu Komering, dan saat ini tidak ada upaya untuk menghidupkan kembali aksara ini, baik itu digunakan di plang nama jalan, gapura selamat datang desa, pintu gerbang, ataupun papan nama sekolah, atau kantor pemerintah.[6]
Bahkan pada saat ini, hampir seluruh generasi muda tidak tahu tentang aksara ini dan sangat asing di mata mereka, tak banyak dari mereka menduga ini adalah aksara yang secara sengaja dibuat-buat. Ini dikarena pengaruh Alfabet Latin yang telah mendarah-daging yang diajarkan sejak dini, kepedulian terhadap kebudayaan daerah sendiri yang sangat rendah, dipandang sebelah mata, dan dianggap sepele. Pemikiran mereka terlalu modern sehingga masa lalu biarlah masa lalu.
Meski minim peninggalan tentang aksara Komering ini tidak ada alasan untuk meniadakannya.