Sejarah Bumi berkaitan dengan perkembangan planet Bumi sejak terbentuk sampai sekarang.[1][2] Hampir semua cabang ilmu alam telah berkontribusi pada pemahaman peristiwa-peristiwa utama di Bumi yang sudah lampau. Usia Bumi ditaksir sepertiganya usia alam semesta. Sejumlah perubahan biologis dan geologis besar telah terjadi sepanjang rentang waktu tersebut.
Bumi terbentuk sekitar 4,54 miliar (4,54×109) tahun yang lalu melalui akresi dari nebula matahari. Pelepasan gasvulkanik diduga menciptakan atmosfer tua yang nyaris tidak beroksigen dan beracun bagi manusia dan sebagian besar makhluk hidup masa kini. Sebagian besar permukaan Bumi meleleh karena vulkanisme ekstrem dan sering bertabrakan dengan benda angkasa lain. Sebuah tabrakan besar diduga menyebabkan kemiringan sumbu Bumi dan menghasilkan Bulan. Seiring waktu, Bumi mendingin dan membentuk kerak padat dan memungkinkan cairan tercipta di permukaannya. Bentuk kehidupan pertama muncul antara 2,8 dan 2,5 miliar tahun yang lalu. Kehidupan fotosintesis muncul sekitar 2 miliar tahun yang lalu, nan memperkaya oksigen di atmosfer. Sebagian besar makhluk hidup masih berukuran kecil dan mikroskopis, sampai akhirnya makhluk hidup multiseluler kompleks mulai lahir sekitar 580 juta tahun yang lalu. Pada periode Kambrium, Bumi mengalami diversifikasifilum besar-besaran yang sangat cepat.
Perubahan biologis dan geologis terus terjadi di planet ini sejak terbentuk. Organisme terus berevolusi, berubah menjadi bentuk baru atau punah seiring perubahan Bumi. Proses tektonik lempeng memainkan peran penting dalam pembentukan lautan dan benua di Bumi, termasuk kehidupan di dalamnya. Biosfer memiliki dampak besar terhadap atmosfer dan kondisi abiotik lainnya di planet ini, seperti pembentukan lapisan ozon, proliferasi oksigen, dan penciptaan tanah.
Sejarah Bumi diurutkan secara kronologis dalam tabel skala waktu geologi, yang dibagi menjadi beberapa interval sesuai dengan analisis stratigrafi.[2][3] Skala waktu yang lengkap dapat dilihat di artikel utama.
Keempat garis waktu di bawah ini menunjukkan skala waktu geologi. Garis waktu yang pertama menunjukkan keseluruhan waktu dari masa terbentuknya Bumi sampai waktu sekarang. Skala waktu ini memampatkan eon terbaru. Skala waktu kedua menunjukkan eon terbaru dengan skala yang diperluas. Namun skala waktu kedua ini juga masih memampatkan era terbaru, yang dapat dilihat di skala ketiga. Karena Kuarter merupakan periode yang sangat singkat dengan jangka waktu yang pendek, sehingga diperluas lagi di skala waktu keempat.
Skala waktu kedua, ketiga, dan keempat merupakan subbagian dari skala waktu sebelumnya yang ditunjukkan oleh tanda bintang. Alasan lain untuk memperluas skala keempat adalah, Holosen (jangka waktu) terakhir terlalu kecil untuk dapat ditampilkan dengan jelas pada skala waktu ketiga di sebelah kanan.
Model standar tentang pembentukan Tata Surya adalah hipotesis nebula surya.[4] Dalam model ini, Tata Surya terbentuk dari awan antarbintang—himpunan debu dan gas yang berputar—yang disebut nebula surya, terdiri dari hidrogen dan helium yang tercipta sesaat setelah peristiwa dentuman besar, 13,8 miliar tahun yang lalu serta elemen yang lebih berat yang terlontar dari supernova. Sekitar 4,5 miliar tahun, nebula tersebut mulai berkontraksi yang mungkin telah dipicu oleh gelombang kejut dari supernova yang berdekatan.[5] Gelombang kejut juga telah membuat nebula tersebut berputar. Seiring makin cepatnya perputaran awan, maka momentum sudut, gravitasi, dan kelembaman meratakan awan tersebut menjadi bentuk cakram protoplanet yang tegak lurus terhadap sumbu rotasi. Adanya kekacauan yang disebabkan tumbukan serta pengaruh dari momentum sudut dari puing-puing besar menciptakan sarana yang memungkinkan protoplanet berukuran beberapa kilometer mulai terbentuk, yang mengorbit pusat nebula.[6]
Pusat nebula, yang tidak banyak memiliki momentum sudut akhirnya cepat runtuh; tekanan dari runtuhan tersebut memanaskannya hingga memungkinkan terjadinya proses fusi nuklir antara hidrogen dan helium. Ketika kontraksi menjadi lebih besar, terbentuklah bintang T Tauri dan berkembang menjadi Matahari. Sementara itu, bagian luar dari gravitasi nebula menyebabkan materi mendingin di sekitar daerah yang padat gangguan serta partikel debu, dan sisa dari cakram protoplanet mulai memisah menjadi cincin. Melalui proses yang dikenal dengan akresi cepat, kepingan-kepingan debu dan puing-puing terus menerus mengumpul sehingga terbentuklah planet.[6] Bumi terbentuk dengan cara ini sekitar 4,54 miliar tahun yang lalu (dengan ketidakpastian 1%)[7][8][9][10] dan proses ini selesai dalam 10–20 juta tahun.[11]Angin matahari dari bintang T Tauri yang baru terbentuk membersihkan sebagian besar materi di dalam cakram yang tidak tergabung dalam objek yang besar. Proses yang sama terjadi pada hampir semua bintang yang baru terbentuk di alam semesta yang menghasilkan cakram akresi, beberapa di antaranya menghasilkan planet ekstrasolar.[12]
Bumi baru terus bertumbuh sampai suhu interiornya cukup panas untuk melelehkan logamsiderofil. Dengan massa jenis yang lebih tinggi dari silikat, akhirnya logam ini tenggelam. Peristiwa yang disebut katastrofe besi tersebut mengakibatkan pemisahan mantel primitif dengan inti metalik. Proses ini terjadi 10 juta tahun setelah Bumi mulai terbentuk, dan menghasilkan struktur Bumi yang berlapis-lapis dan mengakibatkan terbentuknya medan magnet.[13]J. A. Jacobs[14] merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa inti dalam—bagian dalam yang padat berbeda dari inti luar yang padat—membeku dan mengembang keluar inti luar yang cair dikarenakan bagian dalam bumi yang makin mendingin (sekitar 100° C per miliar tahun[15]). Ekstrapolasi dari pengamatan ini memperkirakan bahwa inti terbentuk pada masa 2–4 miliar tahun yang lalu. Jika ini benar maka berarti bahwa inti bumi bukanlah fitur primordial yang berasal selama pembentukan planet.
Eon pertama dalam sejarah Bumi, Hadean, dimulai saat proses pembentukan Bumi dan diikuti oleh eon Arkean pada 3,8 miliar tahun yang lalu.[2]:145 Batu tertua yang ditemukan di Bumi berumur sekitar 4 miliar tahun, dan serpihan kristal zirkon di dalam batu tertua yang ditemukan berumur sekitar 4,4 miliar tahun,[16][17][18] tak lama setelah pembentukan kerak Bumi dan Bumi itu sendiri. Menurut hipotesis tubrukan besar, pembentukan Bulan terjadi tidak lama setelah terbentuknya kerak Bumi, saat Bumi muda tertabrak oleh protoplanet yang berukuran lebih kecil, sehingga melontarkan mantel dan kerak Bumi ke luar angkasa dan membentuk Bulan.[19][20][21]
Dari jumlah kawah yang terdapat di benda langit lain, disimpulkan bahwa periode tumbukan meteorit yang intens, yang disebut dengan Pengeboman Berat Akhir dimulai sekitar 4,1–3,8 miliar tahun yang lalu pada akhir Hadean.[22] Selain itu, banyak terdapat letusan gunung berapi disebabkan oleh perpindahan panas serta gradien panas bumi.[23] Meski demikian, kristal zirkon detrital berumur 4,4 miliar tahun menunjukkan bukti bahwa kristal tersebut telah mengalami kontak dengan air yang berada dalam kondisi cair. Hal ini menunjukkan bahwa Bumi telah memiliki samudra atau laut pada saat itu.[16]
Pada awal Arkean, suhu Bumi sudah cukup dingin. Bentuk kehidupan masa kini tidak dapat hidup di atmosfer Arkean yang miskin oksigen serta memiliki lapisan ozon yang tipis. Namun, diyakini bahwa kehidupan purba mulai berkembang pada awal Arkean, dengan ditemukannya fosil berumur sekitar 5,3 miliar tahun.[24] Beberapa ilmuwan bahkan berspekulasi bahwa kehidupan bisa dimulai sejak masa Hadean awal, sekitar 4,4 miliar tahun yang lalu.[25]
Bulan yang merupakan satu-satunya satelit alami Bumi, berukuran relatif lebih besar terhadap ukuran planet yang diorbitnya jika dibandingkan dengan satelit lain di Tata Surya.[nb 1] Selama program Apollo, bebatuan dari permukaan Bulan dibawa ke Bumi. Penanggalan radiometrik dari bebatuan ini telah menunjukkan bahwa Bulan berusia 4,53 ± .01 miliar tahun,[28] setidaknya 30 juta tahun setelah terbentuknya Tata Surya.[29] Bukti terbaru menunjukkan Bulan terbentuk pada masa yang lebih baru, sekitar 4,48 ± 0.02 miliar tahun yang lalu atau 70–110 juta tahun setelah terbentuknya Tata Surya.[30]
Teori pembentukan Bulan harus dapat menjelaskan beberapa fakta berikut.
Pertama, Bulan memiliki densitas yang rendah (3,3 kali dibanding air, sementara bumi 5,5 kali dibanding air[31]) dan inti logam yang kecil.
Kedua, Bulan hampir tidak mengandung air atau bahan yang mudah menguap lainnya.
Ketiga, Bumi dan Bulan memiliki jejak isotopik oksigen (kelimpahan relatif dari isotop oksigen) yang sama.
Dari teori-teori yang telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini, hanya satu yang diterima secara luas yakni hipotesis tubrukan besar yang mengatakan bahwa bulan terbentuk dari sebuah benda langit seukuran Mars menghantam bumi yang baru terbentuk.[1]:256[32][33]
Tabrakan ini memiliki tenaga 100 juta kali lebih besar dari tabrakan yang menyebabkan kepunahan dinosaurus. Tenaga ini cukup untuk menguapkan sebagian lapisan luar bumi dan menyatukan kedua bagian yang bertabrakan.[32][1]:256 Sebagian dari bahan mantel terlempar ke orbit di sekitar Bumi. Hipotesis tubrukan besar menduga bahwa Bulan kehabisan materi logam;[34] hal ini menjelaskan komposisinya yang abnormal.[35] Materi yang terlempar ke dalam orbit Bumi dapat berkumpul menjadi satu bagian dalam beberapa minggu, di bawah pengaruh gravitasinya sendiri; materi tersebut semakin lama akan memiliki bentuk yang bulat.[36]
Benua pertama
Mantelkonveksi, proses yang mendorong lempeng tektonik saat ini, adalah hasil dari aliran panas dari dalam bumi ke permukaan bumi.[37]:2 Termasuk juga penciptaan lempeng tektonik di pegunungan di tengah laut. Lempeng ini dihancurkan oleh subduksi ke dalam mantel di zona subduksi. Pada awal eon Arkean (sekitar 3,0 miliar tahun yang lalu) mantel itu jauh lebih panas daripada sekarang, mungkin sekitar 1600° C,[38]:82 sehingga proses konveksi dalam mantel terjadi lebih cepat.
Kerak bumi mulai terbentuk ketika permukaan bumi mulai memadat, menghilangkan bekas-bekas pergeseran lempeng tektonik Hadean serta dampak dari tumbukan yang terjadi. Namun, diperkirakan kerak tersebut memiliki komposisi Basalt seperti Kerak samudera yang ada sekarang.[1]:258 Potongan kerak benua besar yang pertama, muncul pada akhir masa Hadean, sekitar 4 miliar tahun yang lalu. Bagian yang tersisa dari benua pertama yang kecil ini disebut kraton. Potongan-potongan yang terjadi pada akhir Hadean sampai awal Arkean membentuk inti lempengan yang sampai sekarang tumbuh menjadi benua.[39]
Batuan tertua di Bumi ditemukan di Laurentia, Kanada, yang berupa tonalit yang berumur sekitar 4 miliar tahun. Bebatuan ini menunjukkan jejak metamorfosis oleh suhu tinggi, juga biji-bijian sedimen yang telah terkikis oleh erosi selama terbawa oleh air, yang menunjukkan adanya sungai dan laut pada masa itu.[40]
Bumi biasanya diuraikan memiliki tiga atmosfer. Atmosfer pertama diperoleh dari nebula surya, terdiri dari unsur-unsur ringan (atmofil) dari nebula surya, sebagian besar merupakan hidrogen dan helium. Kombinasi dari angin matahari dan panas bumi akhirnya menghempaskan atmosfer ini, yang mengakibatkan habisnya atmosfer ini.[42] Setelah terjadinya tumbukan, Bumi yang berbentuk cair melepaskan gas volatil, dan gas-gas lainnya dikeluarkan oleh gunung berapi, membentuk atmosfer kedua yang kaya gas rumah kaca namun miskin oksigen.[1]:256 Akhirnya, atmosfer ketiga yang kaya oksigen muncul ketika bakteri mulai menghasilkan oksigen sekitar 2,8 miliar tahun yang lalu.[43]:83–84,116–117
Dalam model awal pembentukan atmosfer dan laut, atmosfer kedua terbentuk karena pengeluaran gas volatil dari interior Bumi. Anggapan ini sekarang berubah, sebab volatil diperkirakan banyak dikeluarkan selama akresi dalam sebuah proses yang dikenal sebagai pengawagasan tubrukan. Anggapan ini memperkirakan lautan dan atmosfer sudah mulai terbentuk pada tahap pembetukan bumi.[44] Atmosfer yang terbentuk kemungkinan berisi uap air, karbon dioksida, nitrogen, dan sejumlah kecil gas-gas lainnya.[45]
Planetisimal dalam jarak 1 satuan astronomi (AU), jarak Bumi dari Matahari, kemungkinan tidak berpengaruh terhadap pengadaan air di Bumi, karena nebula surya terlalu panas untuk mendukung pembentukan es dan hidrasi bebatuan oleh uap air memerlukan waktu yang terlalu lama.[44][46] Air kemungkinan besar berasal dari meteorit yang ada di sabuk luar asteroid serta beberapa embrio planet besar yang jaraknya lebih dari 2,5 AU.[44][47]Komet mungkin juga berkontribusi terhadap pengadaan air di Bumi. Meskipun sebagian besar komet saat ini mengorbit Matahari pada jarak yang jauh, namun simulasi komputer menunjukkan bahwa pada awalnya komet-komet tersebut mengorbit Matahari pada jarak yang lebih dekat.[40]:130-132
Seiring Bumi mulai mendingin, awan-awan mulai terbentuk. Akhirnya hujan menciptakan lautan. Bukti terbaru menunjukkan lautan mungkin telah terbentuk 4,4 miliar tahun yang lalu.[16] Pada awal eonArkean, lautan sudah menutupi Bumi. Formasi awal ini sulit dijelaskan karena ada masalah yang dikenal sebagai paradoks Matahari muda yang redup. Bintang diketahui akan bertambah terang dengan bertambahnya usia, dan pada saat pembentukannya, Matahari hanya memancarkan 70% dari daya saat ini. Banyak model memprediksi bahwa Bumi pernah tertutup oleh es.[48][44] Solusi yang memungkinkan adalah, bahwa ada banyak karbon dioksida dan metana yang menghasilkan efek rumah kaca. Karbon dioksida mungkin dihasilkan oleh gunung berapi, dan metana dihasilkan oleh mikrob. Gas rumah kaca lainnya, yaitu amonia mungkin juga dikeluarkan oleh gunung berapi, namun dihancurkan secara cepat oleh radiasi ultraviolet.[43]:83
Salah satu manfaat terbentuknya atmosfer dan lautan adalah tersedianya kondisi yang dapat menunjang adanya kehidupan. Ada banyak model yang menggambarkan asal mula kehidupan, namun masih sedikit konsensus tentang bagaimana kehidupan muncul dari bahan kimia. Percobaan yang dibuat di laboratorium masih belum dapat mengungkap tentang hal ini.[49][50]
Tahap awal munculnya kehidupan kemungkinan dipicu dengan adanya reaksi kimia yang menghasilkan senyawa organik sederhana, termasuk nukleobasa serta asam amino yang merupakan materi penyusun kehidupan. Sebuah percobaan yang dilakukan oleh Stanley Miller dan Harold Urey pada tahun 1953 menunjukkan bahwa molekul tersebut bisa terbentuk dalam lingkungan air, metana, amonia dan hidrogen dengan bantuan percikan bunga api, untuk meniru efek petir.[51] Meskipun komposisi atmosfer mungkin berbeda dari komposisi yang digunakan oleh Miller dan Urey, percobaan lebih lanjut dilakukan dengan komposisi yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya, juga berhasil mensintesis molekul organik.[52]Simulasi komputer terbaru menunjukkan bahwa molekul organik di luar bumi dapat terbentuk dalam piringan protoplanet sebelum pembentukan bumi.[53]
Tahap berikutnya yang lebih kompleks bisa saja dicapai dari setidaknya tiga titik awal:[54]
Replikasi diri, kemampuan organisme untuk menghasilkan keturunan yang sangat mirip dengan dirinya sendiri.
Metabolisme, kemampuan untuk memberi makan dan memperbaiki diri sendiri.
Membran sel eksternal, yang memungkinkan makanan masuk dan limbah hasil pencernaan terbuang.
Anggota paling sederhana dari tiga domain modern pun menggunakan DNA untuk merekam informasi genetika dan susunan RNA yang kompleks serta molekul protein untuk "membaca" petunjuk tersebut dan menggunakannya untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan replikasi diri.
Penemuan yang menjelaskan bahwa jenis molekul RNA yang disebut ribozim dapat mengkatalisis baik replikasi sendiri maupun pembuatan protein membuka hipotesis baru yang mengatakan bahwa bentuk kehidupan awal sepenuhnya didasarkan pada RNA.[55] Mereka bisa membentuk dunia dunia RNA di mana ada individu tetapi tidak ada spesies, seperti mutasi dan transfer gen horizontal yang diartikan bahwa keturunan dalam setiap generasi cenderung memiliki genom yang berbeda dari induknya.[56] RNA kemudian diganti oleh DNA, yang lebih stabil sehingga dapat mempertahankan genom untuk waktu yang lebih lama.[57]Ribozim tetap menjadi komponen utama ribosom, yang merupakan "pabrik protein" sel modern.[58]
Meskipun, molekul RNA yang dapat mereplikasi diri telah dapat diproduksi di laboratorium,[59] namun tetap ada keraguan tentang apakah kemungkinan mensintesis RNA non-biologis.[60][61][62] Ribozim awal kemungkinan terbentuk dari asam nukleat sederhana seperti PNA, TNA atau GNA, yang akan digantikan kemudian oleh.[63][64] Replikator pra-RNA lainnya telah dikemukakan, termasuk kristal[65]:150 dan bahkan sistem kuantum.[66]
Pada tahun 2003 diusulkan bahwa presipitasi sulfida logam berpori akan membantu sintesis RNA pada suhu sekitar 100° C. Dalam hipotesis ini, membran lipid akan menjadi komponen sel besar terakhir yang muncul dan terbatas pada pori-pori sampai mereka melakukan protosel.[67]
Metabolisme pertama: Dunia besi-belerang
Hipotesis lain yang bertahan cukup lama mengatakan bahwa kehidupan awal terdiri dari molekulprotein. Asam amino, blok yang membangun protein mudah disintesis dalam kondisi prebiotik, seperti peptida kecil (polimer asam amino) yang membuat katalis yang baik.[68]:295–297 Serangkaian percobaan dimulai pada tahun 1997 menunjukkan bahwa asam amino dan peptida bisa terbentuk dengan adanya karbon monoksida dan hidrogen sulfida, dengan besi sulfida dan nikel sulfida sebagai katalis. Sebagian besar langkah tersebut membutuhkan suhu 100° C dan tekanan yang sedang, meskipun ada satu tahap yang memerlukan suhu 250° C dan tekanan yang setara dengan tekanan bebatuan pada kedalaman 7 kilometer. Oleh karena tempat yang memungkinkan terjadinya sintesis protein mandiri berada di dekat lubang hidrotermal.[69]
Kesulitan yang dihadapi dalam membuat skenario metabolisme pertama adalah menemukan cara bagi organisme tersebut untuk berkembang. Tanpa kemampuan untuk mereplikasi sebagai individu, agregat molekul akan memiliki "genom komposisi" (jumlah spesies molekular dalam agregat) sebagai sasaran seleksi alam. Namun, model percobaan terbaru menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak dapat berkembang sebagai respon terhadap seleksi alam.[70]
Gelembung lipid berdinding ganda seperti yang membentuk membran sel luar dianggap sebagai langkah awal yang penting.[71] Percobaan yang mensimulasikan kondisi awal Bumi diketahui telah mampu membentuk lipid, dan secara spontan membentuk liposom—gelembung berdinding ganda—yang mampu memperbanyak diri. Meskipun tidak secara intrinsik membawa informasi seperti asam nukleat, namun liposom ini akan mengalami seleksi alam yang menentukan umur dan kemampuan reproduksi. Asam nukleat seperti RNA lebih mudah terbentuk di dalam liposom daripada di luar liposom.[72]
Teori Tanah Liat
Beberapa tanah liat, terutama montmorilonit, memiliki sifat yang menjadikannya akselerator yang memungkinkan munculnya dunia RNA: mereka tumbuh dengan mereplikasi diri pola garis kristal mereka, menjadi bagian dari seleksi alam, dan dapat mengkatalisis pembentukan molekul RNA.[73] Meskipun ide ini belum menjadi konsensus ilmiah, namun banyak ilmuwan yang mendukung ide ini.[74]:150–158[65]
Penelitian pada tahun 2003 melaporkan bahwa montmorilonit juga bisa mempercepat konversi asam lemak ke dalam "gelembung", dan bahwa gelembung bisa membungkus RNA melekat pada tanah liat. Gelembung tersebut kemudian dapat tumbuh dengan menyerap lipid tambahan dan membelah. Pembentukan awal sel kemungkinan terjadi melalui proses yang serupa.[75]
Hipotesis serupa mengatakan replikasi diri tanah liat yang kaya zat besi sebagai nenek moyang nukleotida, lipid dan asam amino.[76]
Ilmuwan meyakini bahwa dari keanekaragaman protosel ini, hanya satu garis keturunan yang berhasil selamat. Bukti filogeni saat ini menunjukkan bahwa nenek moyang terakhir (LUCA) hidup pada awal eon arkean, yang diperkirakan 3,5 miliar tahun yang lalu atau sebelumnya.[77][78] LUCA merupakan nenek moyang dari semua kehidupan di bumi saat ini. Diperkirakan LUCA merupakan sebuah Prokariota yang memiliki membran sel dan kemungkinan sebuah ribosom, tapi kurang memiliki inti sel atau ikatan membran organel seperti mitokondria atau kloroplas. Seperti semua sel modern, LUCA menggunakan DNA sebagai kode genetik, RNA untuk transfer informasi dan sintesis protein, dan enzim untuk mengkatalisis reaksi. Beberapa ilmuwan percaya bahwa bukan organisme tunggal yang menjadi nenek moyang terakhir kehidupan, melainkan ada populasi organisme yang bertukar gen melalui transfer gen horizontal.[77]
Eon Proterozoikum berlangsung dari 2,5 miliar hingga 542 juta tahun yang lalu.[2]:130 Dalam rentang waktu tersebut, kraton berkembang menjadi benua-benua dengan ukuran mutakhir. Perubahan atmosfer yang kaya oksigen juga merupakan perkembangan krusial. Kehidupan berkembang dari prokariota menjadi eukariota dan bentuk multiseluler. Pada Proterozoikum terjadi dua zaman es parah yang disebut bumi bola salju. Setelah Bumi Bola Salju terakhir usai sekitar 600 juta tahun lalu, evolusi kehidupan di Bumi terjadi secara cepat. Sekitar 580 tahun lalu, biota Ediakara menjadi pendahuluan bagi Ledakan Kambrium.
Revolusi oksigen
Sel-sel purba menyerap energi dan makanan dari lingkungan di sekitarnya. Mereka menggunakan fermentasi (pemecahan senyawa lebih kompleks menjadi senyawa kurang kompleks dengan sedikit energi) dan menggunakan energi yang dibebaskan untuk tumbuh dan berkembang biak. Fermentasi hanya dapat terjadi dalam lingkungan anaerobik (tanpa oksigen). Evolusi fotosintesis memungkinkan sel-sel untuk membuat makanannya sendiri.[79]:377
Sebagian besar kehidupan yang berada di permukaan Bumi bergantung secara langsung atau tak langsung pada fotosintesis. Bentuk yang paling umum, yaitu fotosintesis oksigen, mengubah karbon dioksida, air, dan cahaya matahari menjadi makanan. Dalam proses tersebut terjadi penangkapan energi cahaya Matahari ke dalam molekul kaya energi seperti ATP, yang kemudian menyediakan energi untuk menciptakan gula. Untuk menyuplai elektron dalam prosesnya, maka hidrogen dipisahkan dari air, sehingga oksigen dibuang.[80] Sejumlah organisme, seperti bakteri ungu dan bakteri belerang hijau, mengadakan fotosintesis tanpa oksigen yang menggunakan pengganti hidrogen dari air sebagai pendonor elektron; contohnya hidrogen sulfida, belerang, dan besi. Organisme macam itu hidup di lingkungan ekstrem seperti mata air panas dan lubang hidrotermal.[79]:379–382[81]
Bentuk anoksigenik yang lebih sederhana muncul sekitar 3,8 miliar tahun lalu, tak lama setelah munculnya kehidupan. Masa permulaan fotosintesis oksigenik lebih kontroversial; bukti memastikan kemunculannya sekitar 2,4 miliar tahun lalu, namun sejumlah peneliti menyatakan masa yang lebih jauh lagi sekitar 3,2 miliar tahun lalu.[80] Masa yang labih jauh "mungkin meningkatkan produktivitas global setidaknya dua atau tiga kali lipat."[82][83] Fosil stromatolit merupakan salah satu sisa-sisa makhluk hidup penghasil oksigen tertua di dunia.[82][83][41]
Pada awalnya, oksigen yang dilepas ke udara terikat dengan kapur, besi, dan mineral lainnya. Besi teroksidasi tampak sebagai lapisan merah dalam lapisan geologis yang disebut formasi besi terangkai yang terbentuk dalam kelimpahan selama periode Siderium (antara 2500 juta tahun lalu dan 2300 juta tahun lalu).[2]:133 Saat sebagian besar mineral teroksidasi, akhirnya oksigen mulai terakumulasi di atmosfer. Meskipun tiap sel hanya menghasilkan oksigen dalam jumlah kecil, kombinasi metabolisme dari banyak sel dalam waktu lama mengubah atmosfer Bumi menjadi seperti saat ini. Atmosfer tersebut merupakan atmosfer bumi ketiga.[84]:50–51[43]:83–84,116–117
Beberapa oksigen terstimulasi oleh radiasi ultraviolet sehingga membentuk ozon, yang berkumpul di lapisan dekat bagian atas atmosfer. Lapisan ozon menyerap jumlah radiasi ultraviolet signifikan yang memasuki atmosfer Bumi. Hal tersebut memungkinkan sel-sel untuk hidup di permukaan samudra dan kemudian di daratan: tanpa lapisan ozon, radiasi ultraviolet yang menghujani daratan dan lautan akan mengakibatkan mutasi tak terkendali pada sel-sel yang terekspos.[85][40]:219–220
Fotosintesis juga memiliki peran besar. Oksigen bersifat racun; sebagian besar kehidupan awal di Bumi mati karena level oksigen meningkat dalam peristiwa yang dikenal sebagai bencana oksigen. Makhluk yang resistan bertahan hidup dan berkembang, dan beberapa darinya mengembangkan kemampuan pemanfaatan oksigen untuk peningkatan metabolisme dan memperoleh lebih banyak energi dari makanan yang sama.[85]
Evolusi alami menyebabkan Matahari semakin terang selama eon Arkean dan Proterozoikum; kecerahan Matahari bertambah sebanyak 6% setiap miliaran tahun.[40]:165 Akibatnya, Bumi mulai menerima kehangatan dari Matahari pada eon Proterozoikum. Meski demikian, Bumi tidak serta-merta menghangat. Sebaliknya, rekaman geologis mengindikasikan bahwa Bumi mendingin drastis selama awal Proterozoikum. Sisa-sisa zaman es yang ditemukan di Afrika Selatan terhitung berusia 2,2 miliar tahun, yang pada masa itu—berdasarkan bukti paleomagnetis—wilayah tersebut seharusnya terletak di dekat khatulistiwa. Maka dari itu, glasiasi tersebut—dikenal sebagai glasiasi Makganyene—pasti terjadi secara global. Sejumlah ilmuwan mendukung teori itu dan zaman es Proterozoikum berlangsung secara parah sehingga Bumi beku total dari kutub hingga khatulistiwa: hipotesis yang disebut Bumi Bola Salju.[86]
Zaman es sekitar 2,3 miliar tahun lalu dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen di atmosfer secara langsung, mengakibatkan penurunan metana (CH4) di atmosfer. Metana merupakan gas rumah kaca yang kuat, namun dengan kehadiran oksigen maka ia akan bereaksi untuk membentuk CO2, gas rumah kaca yang kurang efektif.[40]:172 Saat oksigen bebas tersedia di atmosfer, konsentrasi metana juga menurun drastis, cukup memungkinkan untuk menolak peningkatan hawa panas yang diberikan Matahari.[87]
Munculnya eukariota
Taksonomi modern mengklasifikasikan kehidupan ke tiga domain. Waktu asal domain ini tidak pasti. Domain bakteri mungkin awalnya memisahkan diri dari bentuk-bentuk kehidupan lainnya (kadang-kadang disebut neomura), tapi anggapan ini masih kontroversial. Segera setelah bakteri memisahkan diri, dalam kurun waktu 2 miliar tahun,[88] neomura terpecah menjadi arkea dan eukariota. Sel eukariota berukuran lebih besar dan lebih kompleks dibandingkan sel prokariotik (bakteri dan arkea), dan menjadi awal kehidupan kompleks yang ada sekarang.
Pada kisaran waktu tersebut, protomitokondria pertama terbentuk. Sel bakteri yang berkerabat dengan rickettsia yang ada saat ini,[89] telah berevolusi untuk memetabolisme oksigen, memasuki sel prokariotik lebih besar yang tidak memiliki kemampuan itu. Kemungkinan sel yang lebih besar berusaha untuk mencerna sel yang lebih kecil tetapi gagal. Sel yang lebih kecil mungkin telah mencoba untuk menjadi parasit bagi sel yang lebih besar. Dalam banyak kasus, sel yang lebih kecil dapat menyelamatkan diri di dalam sel yang lebih besar. Dengan menggunakan oksigen, ia memetabolisme kotoran dari sel yang lebih besar dan mendapat lebih banyak energi. Sisa energi ini dikembalikan ke sel inangnya. Sel yang lebih kecil berbiak di dalam sel yang lebih besar. Hal ini menciptakan simbiosis antara sel yang lebih besar dan sel yang lebih kecil, dan kedua jenis sel tersebut menjadi saling tergantung satu sama lainnya. Sel yang lebih besar tidak dapat bertahan hidup tanpa energi yang dihasilkan sel yang lebih kecil, demikian juga sel yang lebih kecil tidak dapat bertahan hidup tanpa bahan baku yang disediakan oleh sel yang lebih besar. Keseluruhan sel ini kemudian diklasifikasikan sebagai organisme tunggal, sedangkan sel yang lebih kecil diklasifikasikan sebagai organel yang disebut mitokondria.[90]
Arkea, bakteri, dan eukariota terus melakukan diversifikasi dan menjadi lebih kompleks serta beradaptasi lebih baik terhadap lingkungan. Setiap domain terpecah menjadi garis keturunan berulang kali, meskipun hanya sedikit yang diketahui tentang sejarah arkea dan bakteri. Sekitar 1,1 miliar tahun yang lalu, benua raksasaRodinia mulai terbentuk.[96][97]Tumbuhan, hewan, dan fungi telah terpisah, meskipun mereka masih berstatus sebagai sel soliter. Beberapa tinggal dalam koloni, dan secara bertahap mulai terjadi pembagian kerja, misalnya sel-sel yang terletak di sisi sebelah luar mengambil peran yang berbeda dari sel-sel yang terletak di sebelah dalam. Meskipun pembagian antara koloni dengan sel khusus dan organisme multiseluler tidak selalu jelas, sekitar 1 miliar tahun yang lalu[98] tanaman multiseluler muncul untuk pertama kalinya, kemungkinan seperti ganggang hijau. Diperkirakan sekitar 900 juta tahun yang lalu[92]:488organisme multiseluler sejati juga telah berevolusi sebagai hewan. Pada awalnya mungkin mirip spons yang ada saat ini, yang memiliki sel totipotensi yang memungkinkan organisme yang terganggu untuk berkumpul kembali.[92]:483-487 Setelah pembagian kerja selesai pada semua lini organisme multiseluler, sel-sel menjadi lebih khusus dan lebih tergantung pada satu sama lain, sel-sel yang terisolasi akan mati.
Rekonstruksi pergerakan lempeng tektonik pada 250 juta tahun terakhir (era Kenozoikum dan mesozoikum) dapat dilakukan dengan mencocokkan benua, anomali magnetik dasar laut, dan kutub paleomagnetik. Tidak ditemukan kerak samudera yang terbentuk sebelum waktu tersebut, sehingga rekonstruksi sebelum waktu tersebut sulit untuk dilakukan. Kutub paleomagnetik dilengkapi dengan bukti-bukti geologi seperti sabuk orogenik, yang menandai tepi lempeng kuno, dan distribusi flora dan fauna pada masa lalu.[99]:370
Sepanjang sejarah bumi, ada saat-saat ketika benua bertabrakan dan membentuk benua raksasa, yang kemudian pecah menjadi benua baru. Sekitar 1000–830 juta tahun, benua yang paling luas bersatu membentuk benua raksasa Rodinia.[99]:370[100] Sebelum Rodinia terbentuk, kemungkinan telah terbentuk terlebih dahulu Columbia atau Nuna pada awal sampai pertengahan Proterozoikum.[99]:374[101][102]
Pada akhir eonProterozoikum, Bumi setidaknya mengalami dua kali peristiwa Bumi Bola Salju yang sedemikian parah sehingga permukaan laut benar-benar membeku. Kejadian ini terjadi sekitar 716,5 dan 635 juta tahun yang lalu, pada periode Kriogenium.[105] Intensitas dan mekanisme kedua proses glasial tersebut masih dalam penyelidikan dan lebih sulit dijelaskan dibandingkan peristiwa Bumi bola salju yang terjadi pada eon Proterozoikum.[106] Kebanyakan Paleoklimatologi berpikir peristiwa Bumi Bola Salju berhubungan dengan pembentukan benua raksasa Rodinia.[107] Karena Rodinia berada di tengah khatulistiwa, tingkat pelapukan kimia meningkat dan karbon dioksida (CO2) diambil dari atmosfer. Karena CO2 merupakan gas rumah kaca yang penting, maka terjadilah pendinginan cuaca secara global.
Dengan cara yang sama selama periode Bumi bola salju sebagian besar permukaan benua tertutup dengan permafrost yang kembali menurunkan pelapukan kimia, sehingga meningkatkan pembentukan es. Ada hipotesis alternatif yang mengatakan bahwa ada cukup banyak karbon dioksida yang keluar melalui lubang vulkanik menghasilkan efek rumah kaca yang meningkatkan suhu global.[107] Peningkatan aktivitas vulkanik ini dihasilkan oleh pecahnya Rodinia pada kisaran waktu yang sama.
Periode Kriogenium diikuti oleh periode Ediakarium yang ditandai dengan pesatnya perkembangan bentuk kehidupan multiseluler.[108] Hubungan antara akhir jamas es dan peningkatan keanekaragaman kehidupan belum bisa ditentukan dengan jelas, meskipun tampaknya hal itu bukan sesuatu yang kebetulan. Bentuk baru kehidupan, yang disebut biota Ediakarium, menjadi lebih besar dan lebih beragam dari sebelumnya. Meskipun taksonomi sebagian besar biota Ediakara tidak jelas, sebagian darinya merupakan nenek moyang kehidupan modern.[109] Perkembangan yang penting adalah asal mula sel otot dan sel saraf. Tidak satupun fosil dari periode Ediakarium yang memiliki bagian tubuh yang keras seperti kerangka. Biota ediakarium muncul pertama kali pada perbatasan eonProterozoikum dan Fanerozoikum atau periode Ediakarium dan Kambrium.
Fanerozoikum adalah eon yang sedang berjalan saat ini di Bumi. Eon ini dimulai sekitar 542 juta tahun yang lalu. Eon ini dibagi menjadi tiga era—Paleozoikum, Mesozoikum dan Kenozoikum,[3]—dan merupakan masa ketika kehidupan multiseluler terdiversifikasi sangat luas ke hampir semua organisme yang dikenal saat ini.[110]
Era Paleozoikum (yang berarti era bentuk kehidupan lampau) merupakan era pertama dan era terpanjang eonFanerozoikum, dimulai dari 542–251 juta tahun yang lalu.[3] Sepanjang era ini, banyak kelompok kehidupan modern muncul. Kehidupan mengkolonisasi daratan, diawali dengan tumbuhan, dan diikuti dengan binatang. Kehidupan perlahan-lahan berevolusi. Pada masa itu, terjadi radiasi adaptif yang membentuk banyak spesies baru, namun juga terjadi kepunahan massal. Ledakan evolusi ini sering kali disebabkan oleh perubahan mendadak pada lingkungan yang terjadi akibat bencana alam seperti aktivitas gunung berapi, tumbukan meteor ataupun perubahan iklim.
Benua-benua yang terbentuk akibat pecahnya Rodinia dan Pannotia pada akhir eon Proterozoikum perlahan lahan bergerak bersama-sama lagi selama era Paleozoikum. Pergerakan ini pada akhirnya membetuk benua raksasa Pangea pada akhir era Paleozoikum.
Dari catatan fosil yang ditemukan, tingkat evolusi kehidupan dipercepat pada periode Kambrium (540–488 juta tahun yang lalu).[3] Munculnya banyak spesies, filum, serta bentuk kehidupan baru secara tiba-tiba pada periode ini disebut letusan Kambrium. Kecepatan tingkat evolusi ini sangat berbeda dibandingkan masa sebelum dan sesudahnya.[40]:229 Pada periode Ediakarium bentuk kehidupan masih primitif dan tidak mudah untuk dimasukkan ke dalam kelompok modern, namun pada akhir periode Kambrium filum yang paling modern sudah hadir. Perkembangan anggota tubuh yang keras seperti kerang, kerangka, atau binatang bercangkang luar seperti moluska, echinodermata, lili laut dan artropoda membuat proses terjadinya fosil lebih mudah dibandingkan nenek moyangnya dari eon Proterozoikum. Hal ini yang menyebabkan kehidupan pada periode Kambrium lebih banyak diketahui dibandingkan kehidupan pada periode sebelumnya.
Selama periode Kambrium, muncul vertebrata pertama, di antaranya ikan.[92]:357 Makhluk yang bisa jadi merupakan nenek moyang dari ikan, atau mungkin berkaitan erat dengan ikan adalah pikaia. Pikaia memiliki notokorda primitif, sebuah struktur yang bisa berkembang menjadi tulang punggung. Ikan pertama yang memiliki rahang (Gnathostomata) muncul pada periode geologi berikutnya, Ordovisium. Kolonisasi relung baru menyebabkan berkembangnya ukuran tubuh. Dengan cara ini ikan seperti Dunkleosteus dapat tumbuh sampai sepanjang 7 meter.
Keragaman bentuk kehidupan tidak meningkat terus disebabkan oleh serangkaian kepunahan massal.[111] Setelah masing-masing tahap kepunahan tersebut, paparan benua kembali dipenuhi oleh bentuk kehidupan yang mirip yang kemungkinan berkembang perlahan-lahan di tempat lain.[112] Pada akhir Kambrium, trilobit telah mencapai keragaman terbesar dan mendominasi hampir seluruh bentuk fosil.[113]:34
Tektonik, paleogeografi, dan iklim Paleozoikum
Pada akhir eonProterozoikum, benua raksasa Pannotia telah terpisah-pisah menjadi benua kecil Laurentia, Baltica, Siberia dan Gondwana.[114] Selama periode saat benua-benua tersebut bergerak memisah, lebih kerak samudera terbentuk oleh aktivitas gunung berapi. Karena kerak vulkanik muda relatif lebih panas dan kurang padat dibandingkan kerak samudera tua, dasar laut akan naik selama periode tersebut. Hal ini menyebabkan permukaan laut naik. Oleh karena itu, pada paruh pertama era Paleozoikum, sebagian besar kawasan benua berada di bawah permukaan laut.
Suhu pada awal era Paleozoikum lebih hangat dari iklim saat ini, namun pada akhir periode Ordovisium mengalami zaman es yang singkat saat gletser menutupi kutub selatan, tempat benua besar Gondwana. Pada akhir zaman es Ordovisium, terjadi beberapa kepunahan massal, ketika banyak brachiopoda, trilobit, bryozoa, dan karang lenyap dari jejak fosil. Spesies laut ini mungkin tidak bisa bertahan menghadapi penurunan suhu air laut.[115] Setelah kepunahan tersebut, spesies baru berevolusi, lebih beragam dan lebih mampu beradaptasi.
Benua Laurentia dan Baltica bertabrakan antara 450–400 juta tahun yang lalu, membentuk Laurussia (juga dikenal sebagai Euramerika).[116] Jejak dari tabrakan ini dapat ditemukan di Skandinavia, Skotlandia dan Appalachia Utara. Pada periode Devon (416–359 juta tahun yang lalu),[3] Gondwana dan Siberia mulai bergerak menuju Laurussia. Tabrakan Siberia dengan Laurussia menyebabkan orogeni Uralia, tabrakan Gondwana dengan Laurussia disebut orogeni Varisca atau Hercynia di Eropa, atau orogeni Alleghenia di Amerika Utara. Tahap kedua berlangsung selama periode Karbon (359–299 juta tahun yang lalu) [3] dan mengakibatkan pembentukan benua raksasa terakhir, Pangea.[117]
Kolonisasi daratan
Oksigen yang terakumulasi dari proses fotosintesis membentuk lapisan ozon yang menyerap banyak radiasi sinar ultravioletmatahari. Hal ini membuat organisme uniseluler dapat bertahan hidup lebih baik, dan prokariota mulai bertambah banyak dan makin mampu beradaptasi untuk hidup di luar air. Keturunan prokariota[118] kemungkinan sudah mengkoloni daratan sejak 2,6 miliar tahun yang lalu[119] bahkan sebelum eukariota muncul. Untuk waktu yang lama, daratan tidak di tempati oleh organisme multiseluler. Benua raksasa Pannotia terbentuk sekitar 600 juta tahun yang lalu dan kemudian pecah 50 juta tahun kemudian.[120] Ikan—vertebrata paling awal—berkembang di lautan sekitar 530 juta tahun yang lalu.[92]:354 Sebuah peristiwa kepunahan besar terjadi mendekati akhir periode Kambrium,[121] yang berakhir 488 juta tahun yang lalu.[122]
Beberapa ratus juta tahun yang lalu, tanaman (mungkin menyerupai ganggang) dan jamur mulai tumbuh di tepi air, dan kemudian mulai keluar dari air.[123]:138–140 Fosil jamur tanah dan tanaman tertua yang pernah ditemukan berasal dari masa 480–460 juta tahun yang lalu, meskipun bukti molekuler menunjukkan jamur mungkin telah hidup di daratan 1000 juta tahun yang lalu, sedangkan tanaman 700 juta tahun yang lalu.[124] Pada awalnya mereka tetap dekat dengan tepi air. Akibat mutasi dan variasi, perlahan-lahan mereka mulai mengkoloni lingkungan baru yang makin jauh dari air. Kapan hewan pertama meninggalkan lautan belum diketahui secara tepat; bukti tertua yang paling jelas adalah artropoda dari 450 juta tahun yang lalu.[125] Ada juga bukti lain, namun belum dikonfirmasi bahwa artropoda mungkin telah muncul di daratan 530 juta tahun yang lalu.[126]
Evolusi tetrapoda
Pada akhir periode Ordovisium, 443 juta tahun yang lalu,[3] terjadi lagi kepunahan massal, mungkin disebabkan oleh zaman es.[115] Sekitar 380–375 juta tahun yang lalu, tetrapoda pertama berevolusi dari ikan.[127] Diperkirakan bahwa sirip berevolusi menjadi anggota badan yang memungkinkan tetrapoda pertama yang mengangkat kepala mereka keluar dari air untuk menghirup udara. Hal ini memungkinkan mereka untuk hidup di air yang miskin oksigen atau mengejar mangsa kecil di perairan dangkal.[127] Kemudian mereka berkelana di darat untuk waktu yang singkat. Beberapa dari mereka dapat beradaptasi dengan keadaan di darat dan menghabiskan hidup mereka di darat saat dewasa, meskipun mereka menetas di dalam air dan kembali untuk bertelur. Inilah asal mula amfibi. Sekitar 365 juta tahun yang lalu, periode kepunahan massal lainnya terjadi, yang kemungkinan disebabkan oleh pendinginan global.[128] Tanaman berevolusi dengan menghasilkan biji, yang secara dramatis mempercepat penyebaran mereka di darat, pada sekitar waktu ini (kira-kira 360 juta tahun yang lalu).[129][130]
Sekitar 20 juta tahun kemudian (340 juta tahun yang lalu[92]:293–296), telur dengan cangkang keras mulai berkembang, yang dapat diletakkan di tanah, memberikan manfaat kelangsungan hidup bagi embrio tetrapoda. Hal ini mengakibatkan perbedaan antara amniota dengan amfibi. 30 juta tahun kemudian (310 juta tahun yang lalu[92]:254–256) terlihat perbedaan antara synapsida (termasuk mamalia) dengan sauropsida (termasuk burung dan reptil). Kelompok-kelompok lain organisme terus berkembang, dan garis penyimpangan pada ikan, serangga, bakteri, dan sebagainya, meskipun secara detail tidak dikenali.
Era Mesozoikum ("kehidupan pertengahan") berlangsung dari 251 juta tahun lalu hingga 66 juta tahun lalu.[3] Era ini terbagi menjadi periode Trias, Jura, dan Kapur. Era tersebut diawali oleh peristiwa kepunahan Perm-Trias, peristiwa kepunahan paling parah yang terekam dalam jejak fosil; 95% spesies di Bumi binasa.[131] Era tersebut diakhiri oleh peristiwa kepunahan Kapur-Tersier yang membinasakan dinosaurus dari muka Bumi. Peristiwa kepunahan Perm-Trias dapat disebabkan oleh kombinasi letusan gunung berapi di Trap Siberia, tumbukan asteroid, gasifikasi metana hidrat, fluktuasi permukaan air laut, dan peristiwa anoksik besar. Kawah Wilkes[132] di Antartika atau struktur Bedout di barat daya pesisir Australia dapat mengindikasikan hubungan antara tumbukan benda langit dengan kepunahan Perm-Trias. Namun masih belum dapat dipastikan apakah fitur geologis tersebut dan kawah-kawah lainnya merupakan kawah tumbukan yang sebenarnya atau sezaman dengan peristiwa kepunahan Perm-Trias. Kehidupan masih bertahan, dan sekitar 230 juta tahun lalu, dinosaurus diturunkan dari nenek moyang reptil.[133]Peristiwa kepunahan Trias-Jura saat 200 juta tahun lalu menyisakan banyak dinosaurus,[3][134] dan akhirnya mereka menjadi yang dominan di antara vertebrata. Meskipun beberapa garis keturunan mamalia mulai bercabang pada periode ini, mamalia yang ada boleh jadi berukuran kecil menyerupai tupai.[92]:169
Pada masa 180 juta tahun lalu, Pangea pecah menjadi Laurasia dan Gondwana. Batas antara dinosaurus avian dan non-avian tidak jelas, namun Archaeopteryx dianggap sebagai salah satu burung pertama di dunia, hidup sekitar 150 juta tahun lalu.[135] Bukti keberadaan angiosperma berbunga tertua di dunia berasal dari periode Kapur, sekitar 20 juta tahun kemudian (132 juta tahun lalu).[136] 66 juta tahun lalu, sebuah asteroid berukuran 10-kilometer (6,2 mi) menumbuk Bumi, tepatnya di pesisir semenanjung Yucatán, lokasi kawah Chicxulub yang dikenal saat ini. Tumbukan tersebut menyebabkan materi dan uap air terhempas ke udara sehingga menutupi cahaya matahari, menghambat fotosintesis. Sebagian besar hewan raksasa, termasuk dinosaurus non-avian, akhirnya binasa,[137] menandai akhir periode Kapur dan era Mesozoikum.
Era Kenozoikum dimulai pada 66 juta tahun yang lalu,[3] dan terbagi ke dalam periode Paleogen, Neogen, dan Kuarterner. Mamalia dan burung mampu bertahan dari peristiwa kepunahan Kapur-Tersier yang membunuh dinosaurus dan banyak bentuk kehidupan lainnya, dan era ini merupakan era ketika mahluk hidup melakukan diversifikasi ke dalam bentuk kehidupan modern.
Diversifikasi mamalia
Mamalia telah ada sejak akhir periode Trias, tapi sebelum peristiwa kepunahan Kaput-Tersier mereka berukuran kecil. Selama era Kenozoikum, mamalia cepat terdiversifikasi karena dinosaurus dan hewan besar lainnya telah punah, sedangkan yang sintas berkembang menjadi banyak ordo modern. Dengan banyaknya reptil laut yang telah punah, beberapa mamalia mulai hidup di lautan dan menjadi cetacea. Mamalia lainnya menjadi felidae dan canidae, predator yang cepat dan tangkas. Iklim global lebih kering pada era Kenozoikum menyebabkan perluasan padang rumput dan evolusi mamalia yang memakan rumput serta berkuku seperti equidae dan bovidae. Beberapa mamalia arboreal menjadi primata; salah satu keturunannya lalu berkembang menjadi manusia modern.
Kera Afrika kecil yang hidup sekitar 6 juta tahun lalu merupakan animalia yang keturunannya meliputi manusia modern dan kerabat terdekat mereka, para simpanse.[92]:100–101 Hanya dua garis keturunan dalam silsilahnya yang memiliki keturunan sintas. Tak lama setelah percabangan keturunan—oleh alasan yang masih belum pasti—para kera pada salah satu cabang mengembangkan kemampuan untuk berjalan dengan dua kaki.[92]:95–99 Ukuran otak bertambah secara cepat, dan pada 2 juta tahun lalu, hewan pertama yang terklasifikasikan dalam genus Homo muncul.[123]:300 Pada sekitar masa yang sama, garis keturunan lainnya bercabang menuju leluhur simpanse dan leluhur bonobo sebagaimana evolusi juga berlanjut serentak pada segala bentuk kehidupan.[92]:100–101
Melacak asal mula bahasa merupakan hal sulit; tidak jelas apakah Homo erectus dapat berbicara ataukah kemampuannya belum muncul sebelum keberadaan Homo sapiens.[92]:67 Seiring dengan pertambahan ukuran otak, persalinan terjadi lebih dini, sebelum kepala bayi terlalu besar untuk melewati pelvis. Akibatnya, mereka mengalami neuroplastisitas berlebih, sehingga memiliki banyak kapasitas untuk belajar dan membutuhkan periode ketergantungan yang lebih lama. Kecakapan sosial menjadi lebih kompleks, bahasa menjadi lebih berkembang, dan peralatan kian diperbagus. Hal ini berperan dalam perkembangan hubungan sosial dan intelektual lebih lanjut.[141]:7 Manusia modern (Homo sapiens) dipercaya mulai ada sejak 200.000 tahun lalu—atau lebih jauh lagi—di benua Afrika; fosil tertua yang ditemukan telah terukur berasal dari masa 160.000 tahun lalu.[142]
Manusia pertama yang menunjukkan tanda-tanda spiritualitas adalah manusia Neanderthal (biasanya diklasifikasikan sebagai spesies berbeda tanpa keturunan sintas); mereka mengubur rekannya yang meninggal, sering kali dengan jejak makanan atau peralatan.[143]:17 Lain dari itu, bukti sistem kepercayaan yang lebih maju, seperti lukisan gua oleh manusia Cro-Magnon (mungkin mengungkapkan signifikansi religius atau bahkan sihir)[143]:17–19 belum ada sebelum 32.000 tahun lalu.[144] Manusia Cro-Magnon juga menciptakan artefak patung batu seperti Venus dari Willendorf, kemungkinan besar mengungkapkan kepercayaan religius.[143]:17–19 Pada masa 11.000 tahun lalu, Homo sapiens mencapai ujung selatan Amerika Selatan, benua tak berpenghuni yang terakhir (kecuali Antartika, yang belum pernah dijamah sebelum tahun 1820 Masehi).[145] Penggunaan perkakas dan komunikasi terus berkembang, dan hubungan interpersonal semakin berseluk-beluk.
Selama lebih dari 90% dari masa keberadaannya di Bumi, Homo sapiens hidup dalam kelompok kecil sebagai pemburu-pengumpul makanan nomadis.[141]:8 Ketika bahasa menjadi lebih kompleks, kemampuan mengingat dan menyebarkan informasi menghasilkan replikator baru: meme.[147] Gagasan-gagasan dapat saling ditukar secara cepat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Evolusi kebudayaan berhasil mendahului evolusi biologis, dan catatan sejarah pun dimulai. Antara masa 8500 dan 7000 Sebelum Masehi (SM), manusia di kawasan Hilal Subur di Timur Tengah memulai budi daya tanaman dan hewan yang sistematis; suatu budaya yang kini dikenal di seluruh dunia sebagai pertanian.[148] Hal ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, serta berkembang secara mandiri di sejumlah kawasan dunia, hingga akhirnya sebagian besar Homo sapiens hidup menetap di permukiman permanen sebagai petani. Tidak semua masyarakat dunia meninggalkan tradisi nomadis, terutama manusia yang tinggal di kawasan terisolasi yang miskin tanaman pertanian, seperti Australia.[149] Bagaimanapun, pada peradaban-peradaban yang mengembangkan pertanian, stabilitas relatif dan pertambahan produktivitas karena bercocok tanam mengakibatkan populasi bertambah.
Pertanian memberi pengaruh yang kuat bagi manusia. Mereka mulai memberi dampak pada lingkungannya lebih besar daripada sebelumnya. Surplus makanan mengakibatkan kemunculan golongan rohaniwan dan bangsawan, diikuti oleh bertambahnya pembagian tenaga kerja. Hal ini mengawali kelahiran peradaban pertama di Bumi, tepatnya di Sumeria (kawasan Timur Tengah), antara 4000 dan 3000 SM.[141]:15 Peradaban-peradaban lainnya muncul tak lama kemudian di Mesir, lembah Sungai Indus, dan Tiongkok. Penemuan aksara mengakibatkan kemunculan masyarakat yang lebih kompleks. Catatan dan perpustakaan berfungsi sebagai gudang pengetahuan dan menambah transmisi informasi kultural. Umat manusia tidak lagi menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja, dan pendidikan mengantarkannya pada upaya pencarian pengetahuan dan kebijaksanaan.
Periode dari 900–200 SM dinyatakan sebagai Zaman Poros bagi peradaban manusia, yaitu zaman ketika fondasi spiritualitas umat manusia terjadi serentak dan mandiri di beberapa belahan dunia. Tradisi filosofis yang berkembang pada zaman tersebut meliputi: monoteisme di Persia dan Kanaan; Platonisme di Yunani; Buddhisme, Jainisme, dan Hinduisme di India; Konfusianisme dan Taoisme di Tiongkok. Berbagai adat dan sains (dalam bentuk primitif) bermunculan, seperti sistem teokrasi dan produksi kereta perang. Di Mediterania dan Timur Tengah, peradaban-peradaban kuno berkembang dan melakukan perdagangan, serta bertempur demi wilayah dan sumber daya. Tak lama kemudian sistem imperium mulai berkembang. Sekitar 500 SM, ada sejumlah peradaban maju di Timur Tengah, Iran, India, Tiongkok, dan Yunani, yang sedang menuju masa kejayaannya atau menuju masa keruntuhannya.[141]:3 Beberapa peradaban bertahan hingga abad modern meskipun tidak sejaya dulu, dan beberapa di antaranya memberi pengaruh atau fondasi bagi Dunia Barat, seperti Yunani dan Romawi Kuno. Seiring perkembangan peradaban, beberapa agama didirikan, seperti Kristen (abad ke-1) dan Islam (abad ke-7).
Pada abad ke-14, zaman Renaisans dimulai di Italia dengan kemajuan dalam bidang agama, seni, dan sains.[141]:317–319 Pada masa itu, Gereja Kristen sebagai entitas politik kehilangan sebagian besar kekuasaannya. Tahun 1492, Kristoforus Kolumbus mencapai benua Amerika, mengawali perubahan besar pada Dunia Baru. Peradaban Eropa mulai berubah sejak 1500-an, mengantarkannya pada Revolusi Ilmiah dan Industri. Benua tersebut mulai menebarkan dominansi politis dan budaya pada masyarakat lain di seluruh dunia pada suatu masa yang dikenal sebagai Era Kolonial.[141]:295–299 Pada abad ke-18, gerakan kultural yang dikenal sebagai Abad Pencerahan kemudian membentuk mentalitas bangsa Eropa dan berperan penting dalam sikap sekuler mereka. Dari tahun 1914 sampai 1918, dan dari 1939 sampai 1945, bangsa-bangsa di seluruh dunia berada dalam perang dunia. Liga Bangsa-Bangsa yang didirikan setelah Perang Dunia I merupakan usaha pertama dalam membangunan lembaga internasional untuk menyelesaikan permasalahan secara damai. Setelah gagal mencegah Perang Dunia II—konflik paling berdarah dalam sejarah umat manusia—lembaga tersebut digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setelah perang usai, banyak negara menyatakan kemerdekannya, baik dengan usaha sendiri maupun pemberian bangsa lain dalam suatu periode dekolonisasi. Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi negara adikuasa untuk sementara, dan terlibat dalam persaingan yang dikenal sebagai Perang Dingin sampai disolusi di kemudian hari. Seiring transportasi dan komunikasi yang semakin mutakhir, perkara politis dan ekonomi antarbangsa menjadi kian berseluk-beluk. Hal ini dikenal sebagai globalisasi yang dapat mendatangkan konflik atau kerja sama.
Perubahan terjadi secara cepat sejak pertengahan 1940-an hingga saat ini. Perkembangan teknologi meliputi senjata nuklir, komputer, rekayasa genetika, dan nanoteknologi. Globalisasi ekonomi yang tumbuh subur dalam perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi telah memengaruhi kehidupan sehari-hari di berbagai belahan dunia. Berbagai bentuk sistem dan budaya seperti demokrasi, kapitalisme, dan environmentalisme melebarkan pengaruh mereka. Masalah besar seperti penyakit, perang, kemiskinan, radikalisme dengan kekerasan, dan perubahan iklim akibat manusia semakin parah seiring pertambahan jumlah penduduk.
Tahun 1957, Uni Soviet meluncurkan satelit buatan pertama ke orbit Bumi, dan tak lama kemudian, Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang berada di luar angkasa. Neil Armstrong, seorang warga negara Amerika Serikat, merupakan manusia pertama yang menjejakkan kaki di benda langit selain Bumi, yaitu Bulan. Sejumlah wahana tak berawak telah dikirim ke seluruh planet di Tata Surya, sementara beberapa di antaranya (seperti Voyager) diluncurkan untuk meninggalkan Tata Surya. Uni Soviet dan Amerika Serikat merupakan perintis dalam eksplorasi luar angkasa pada abad ke-20. Lima agensi luar angkasa, mewakili lebih dari lima belas negara,[151] telah bekerja sama untuk membangun Stasiun Luar Angkasa Internasional. Maka dari itu aktivitas manusia di luar angkasa telah berlangsung sejak tahun 2000.[152]World Wide Web dikembangkan pada tahun 1990-an dan sejak itu telah terbukti menjadi sumber informasi yang sangat diperlukan di negara maju.
^"Age of the Earth". U.S. Geological Survey. 1997. Diakses tanggal 2006-01-10.
^Stassen, Chris (2005-09-10). "The Age of the Earth". The TalkOrigins Archive. Diakses tanggal 2007-09-20.
^Yin, Qingzhu (2002). "A short timescale for terrestrial planet formation from Hf-W chronometry of meteorites". Nature. 418 (6901): 949–952. Bibcode:2002Natur.418..949Y. doi:10.1038/nature00995. PMID12198540.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Kokubo, Eiichiro (2002). "Formation of protoplanet systems and diversity of planetary systems". The Astrophysical Journal. 581 (1): 666–680. Bibcode:2002ApJ...581..666K. doi:10.1086/344105.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Frankel, Charles (1996), Volcanoes of the Solar System, Cambridge University Press, hlm. 7–8, ISBN0-521-47770-0
^van Hunen, J.; van den Berg, A.P. (2007). "Plate tectonics on the early Earth: Limitations imposed by strength and buoyancy of subducted lithosphere". Lithos. 103 (1-2): 217–235. Bibcode:2008Litho.103..217V. doi:10.1016/j.lithos.2007.09.016.
^Lindsey, Rebecca (March 1, 2006). "Ancient crystals suggest earlier ocean". Earth Observatory. NASA. Diakses tanggal April 18, 2012.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Nield, Ted (2009). "Moonwalk". Geoscientist. Geological Society of London. 18 (9): 8. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2012-02-29. Diakses tanggal April 18, 2012.
^"Pluto: Overview". Solar System Exploration. National Aeronautics and Space Administration. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-18. Diakses tanggal 19 April 2012.
^Newsom, Horton E.; Taylor, Stuart Ross (1989). "Geochemical implications of the formation of the Moon by a single giant impact". Nature. 338 (6210): 29–34. Bibcode:1989Natur.338...29N. doi:10.1038/338029a0.
^Taylor, G. Jeffrey (April 26, 2004). "Origin of the Earth and Moon". NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-08. Diakses tanggal 2006-03-27., Taylor (2006) at the NASA website.
^Davies, Geoffrey F. Mantle convection for geologists. Cambridge, UK: Cambridge University Press. ISBN978-0-521-19800-4.
^Bleeker, W. (May 2004). What is a craton?. Spring meeting. American Geophysical Union. T41C-01.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Selsis, Franck (2005). "Chapter 11. The Prebiotic Atmosphere of the Earth". Astrobiology: Future perspectives. Astrophysics and space science library. 305. hlm. 267–286. doi:10.1007/1-4020-2305-7_11.
^A. Lazcano, J. L. Bada (2004). "The 1953 Stanley L. Miller Experiment: Fifty Years of Prebiotic Organic Chemistry". Origins of Life and Evolution of Biospheres. 33 (3): 235–242. doi:10.1023/A:1024807125069. PMID14515862.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Forterre, Patrick (2005). "The two ages of the RNA world, and the transition to the DNA world: a story of viruses and cells". Biochimie. 87 (9–10): 793–803. doi:10.1016/j.biochi.2005.03.015. PMID16164990.
^Johnston; W. K.; et al. (2001). "RNA-Catalyzed RNA Polymerization: Accurate and General RNA-Templated Primer Extension". Science. 292 (5520): 1319–1325. Bibcode:2001Sci...292.1319J. doi:10.1126/science.1060786. PMID11358999.Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Vasas, V. (4 January 2010). "Lack of evolvability in self-sustaining autocatalytic networks constraints metabolism-first scenarios for the origin of life". Proceedings of the National Academy of Sciences. 107 (4): 1470–1475. Bibcode:2010PNAS..107.1470V. doi:10.1073/pnas.0912628107.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Trevors, J.T. and Psenner, R. (2001). "From self-assembly of life to present-day bacteria: a possible role for nanocells". FEMS Microbiol. Rev. 25 (5): 573–82. doi:10.1111/j.1574-6976.2001.tb00592.x. PMID11742692.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Segré, D., Ben-Eli, D., Deamer, D. and Lancet, D. (February–April 2001). "The Lipid World"(PDF). Origins of Life and Evolution of Biospheres 2001. 31 (1–2): 119–45. doi:10.1023/A:1006746807104. PMID11296516. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2008-09-11. Diakses tanggal 2008-09-01.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Cairns-Smith, A.G. (1968). "An approach to a blueprint for a primitive organism". Dalam Waddington, C,H. Towards a Theoretical Biology. 1. Edinburgh University Press. hlm. 57–66.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
^Nisbet, E. G. (2001). "The habitat and nature of early life". Nature. 409 (6823): 1083–1091. doi:10.1038/35059210. PMID11234022.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^ abFortey, Richard (1999) [1997]. "Dust to Life". Life: A Natural History of the First Four Billion Years of Life on Earth. New York: Vintage Books. ISBN0-375-70261-X.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"From prokaryotes to eukaryotes". Understanding evolution: your one-stop source for information on evolution. University of California Museum of Paleontology. Diakses tanggal 2012-04-16.
^Li, Z.X. (2008). "Assembly, configuration, and break-up history of Rodinia: A synthesis". Precambrian Research. 160 (1–2): 179–210. doi:10.1016/j.precamres.2007.04.021.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^ abcdKearey, Philip (2009). Global tectonics (edisi ke-3rd). Oxford: Wiley-Blackwell. ISBN9781405107778.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Zhao, Guochun (2002). "Review of global 2.1–1.8 Ga orogens: implications for a pre-Rodinia supercontinent". Earth-Science Reviews. 59 (1–4): 125–162. Bibcode:2002ESRv...59..125Z. doi:10.1016/S0012-8252(02)00073-9.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Zhao, Guochun (2004). "A Paleo-Mesoproterozoic supercontinent: assembly, growth and breakup". Earth-Science Reviews. 67 (1–2): 91–123. Bibcode:2004ESRv...67...91Z. doi:10.1016/j.earscirev.2004.02.003.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Xiao, S.; Laflamme, M. (2009). "On the eve of animal radiation: phylogeny, ecology and evolution of the Ediacara biota". Trends in Ecology and Evolution. 24 (1): 31–40. doi:10.1016/j.tree.2008.07.015. PMID18952316.
^Runkel, Anthony C. (1 November 2010). "Tropical shoreline ice in the late Cambrian: Implications for Earth's climate between the Cambrian Explosion and the Great Ordovician Biodiversification Event". GSA Today: 4–10. doi:10.1130/GSATG84A.1.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Hallam, A. (1997). Mass extinctions and their aftermath (edisi ke-Repr.). Oxford [u.a.]: Oxford Univ. Press. ISBN978-0-19-854916-1.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^"Pannotia". UCMP Glossary. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-04. Diakses tanggal 2006-03-12.
^ abFortey, Richard (1999) [1997]. "Landwards, Humanity". Life: A Natural History of the First Four Billion Years of Life on Earth. New York: Vintage Books. hlm. 138–140, 300. ISBN0-375-70261-X.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Heckman, D. S. (August 10, 2001). "Molecular evidence for the early colonization of land by fungi and plants". Science. 293 (5532): 1129–1133. doi:10.1126/science.1061457. PMID11498589.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan) (abstract)
^McGhee, Jr, George R. (1996). The Late Devonian Mass Extinction: the Frasnian/Famennian Crisis. Columbia University Press. ISBN0-231-07504-9.
^Willis, K. J. (2002). The Evolution of Plants. Oxford: Oxford University Press. hlm. 93. ISBN0-19-850065-3.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Soltis, Pam (2005). "Angiosperms". The Tree of Life Project. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-02. Diakses tanggal 2006-04-09.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan); Hapus pranala luar di parameter |work= (bantuan)
^ abcHopfe, Lewis M. (1987) [1976]. "Characteristics of Basic Religions". Religions of the World (edisi ke-4th). New York: MacMillan Publishing Company. hlm. 17, 17–19. ISBN0-02-356930-1.
Gradstein, F. M.; Ogg, James George; Smith, Alan Gilbert, ed. (2004). A Geological Time Scale 2004. Reprinted with corrections 2006. Cambridge University Press. ISBN978-0-521-78673-7.
Gradstein, Felix M.; Ogg, James G.; van Kranendonk, Martin (2008). On the Geological Time Scale 2008(PDF) (Laporan). International Commission on Stratigraphy. Fig. 2. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 2012-10-28. Diakses tanggal 20 April 2012.
Melosh, H. J.; Vickery, A. M. & Tonks, W. B. (1993). Impacts and the early environment and evolution of the terrestrial planets, in Levy, H.J. & Lunine, J.I. (eds.): Protostars and Planets III, University of Arizona Press, Tucson, pp. 1339–1370.
Cosmic Evolution – a detailed look at events from the origin of the universe to the present
Valley, John W. "A Cool Early Earth?" Scientific American. 2005 October 58–65. – discusses the timing of the formation of the oceans and other major events in Earth’s early history.
Evolution timeline (uses Shockwave). Animated story of life shows everything from the big bang to the formation of the earth and the development of bacteria and other organisms to the ascent of man.