Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Clergy di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel)
Jika Anda ingin memeriksa artikel ini, Anda boleh menggunakan mesin penerjemah. Namun ingat, mohon tidak menyalin hasil terjemahan tersebut ke artikel, karena umumnya merupakan terjemahan berkualitas rendah.
Rohaniwan (bentuk tidak baku: rohaniawan) adalah istilah umum yang terus-menerus dipakai dan dipergunakan untuk menggambarkan kedudukan kepemimpinan resmi dalam suatu agama tertentu terutama bagi Gereja Katolik Roma dan Protestan. Kadang-kadang digunakan juga istilah "Klerus", yang berasal dari istilah bahasa Yunani "κληρος".
Tergantung dari agamanya, rohaniwan biasanya melakukan tugas-tugas ritual dari kehidupan keagamaan, mengajar atau berbagai tugas lainnya dalam menyebarkan ajaran atau doktrin dan praktik-praktik keagamaan. Mereka sering kali melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan siklus kehidupan seperti misalnya upacara-upacara kelahiran, baptisan, sunat, akil balik, pernikahan, dan kematian. Rohaniwan dari agama manapun umumnya bertugas di dalam maupun di luar tempat-tempat ibadah, dan dapat pula ditemukan bekerja di rumah sakit, tempat-tempat perawatan lainnya, pos-pos misi, pos kebaktian, dinas ketentaraan, wilayah gawat darurat, penjara, dll.
Ada perbedaan yang penting antara rohaniwan dengan teolog. Rohaniwan mempunyai tugas-tugas yang disebutkan di atas, sementara teolog adalah sarjana di bidang agama dan teologi, dan tidak dengan sendirinya berarti rohaniwan/rohaniawan. Seorang awam dapat menjadi teolog dan juga sekaligus menjadi seorang rohaniwan/rohaniawan. Memang, kedua bidang ini, dapat pula saling bertumpang tindih sehingga kadang kala tidak jelas. Dalam beberapa denominasi atau agama, status rohaniwan hanya diberikan kepada laki-laki, sementara beberapa agama lain yang lainnya mengakui pula perempuan sebagai rohaniwan (atau rohaniwati).
Di banyak negara rohaniwan mendapatkan perlindungan hukum khusus. Dalam kasus-kasus tertentu mereka dibiayai (atau sebagian dibiayai) oleh negara, tetapi umumnya mereka didukung melalui sumbangan-sumbangan masing-masing anggota kelompok keagamaannya.
Dalam agama Kristen, jabatan rohaniwan dapat mengambil bentuk berbagai posisi resmi maupun tidak resmi, termasuk diakon, imam, viskaris, uskup (atau bishop), pendeta, dll. Dalam agama Islam, pemimpin agama biasanya dikenal sebagai imam, Dai, Ulama dan lainnya.
Pada umumnya, rohaniwan Kristen ditahbiskan. Artinya, mereka dipisahkan untuk tugas-tugas keagamaan khusus dalam agamanya. Ada pula orang-orang lain yang tidak ditahbiskan (awam) yang membantu dalam tugas-tugas gerejawi secara umum saja, tetapi mereka tidak ditahbiskan, meskipun mereka mungkin membutuhkan persetujuan resmi dan/atau pendidikan resmi tertentu untuk menjalankan tugas-tugas tersebut.
Jenis-jenis rohaniwan dibedakan dari jabatannya, termasuk jabatan-jabatan yang dikhususnya untuk dipegang oleh rohaniwan. Kardinal Katolik Roma, misalnya, boleh dikatakan adalah seorang rohaniwan, meskipun jabatan kardinal bukanlah suatu bentuk rohaniwan yang khas. Uskup agung bukanlah suatu jabatan rohaniwan yang khusus, melainkan semata-mata seorang uskup yang memiliki posisi khusus dengan wewenang yang khusus pula. Sementara itu, seorang pelayan pemuda atau direktur pendidikan agama di sebuah gereja tidak harus seorang rohaniwan, meskipun ada pula gereja-gereja tertentu yang mempekerjakan seorang pendeta dengan tugas khusus seperti itu.
Berbagai gereja mempunyai sistem rohaniwan yang berlainan pula, meskipun gereja-gereja dengan sistem kepemimpinan gereja yang serupa biasanya mempunyai sistem yang serupa.
Dalam Yudaisme kuno ada sebuah suku imamat yang resmi, yang dikenal sebagai Kohanim. Masing-masing anggota suku ini, seorang Kohen, mempunyai tugas-tugas imamat, dan banyak di antaranya terpusat pada Bait Suci di Yerusalem. Sejak hancurnya Bait Suci di Yerusalem di tangan orang-orang Romawi pada 70 M, peranan mereka telah banyak berkurang.
Sejak saat itu, para pemimpin agama dan rohaniwan dalam Yudaisme adalah para rabi. Rabi bukanlah perantara antara Allah dan manusia. Kata "rabi" berarti "guru". Rabi bukanlah suatu pekerjaan yang disebutkan dalam Torah (Kelima kitab Musa). Kata ini pertama kali disebutkan di dalam Mishnah. Bentuk modern dari rabi berkembang dalam masa Talmud. Para rabi diberikan wewenang untuk menafsirkan hukum dan kebiasaan Yahudi. Secara tradisional, seseorang mendapatkan smicha (penahbisan sebagai rabi) setelah menyelesaikan program studi yang mendalam terhadap Torah, Tanakh (Kitab Suci Ibrani), Mishnah dan Talmud, Midrash, etika dan hikmat kebijaksanaan Yahudi, peraturan-peraturan hukum Yahudi dan responsa, teologi dan filsafat.
Sejak Abad Pertengahan, suatu bentuk rohaniwan tambahan telah berkembang, yaitu Hazzankantor.
Yudaisme Ortodoks mewajibkan semua tuntutan ini. Kaum perempuan dilarang menjadi rabi atau kantor dalam ajaran Ortodoks. Orang tidak membutuhkan gelar sarjana untuk belajar di sebagian besar seminari rabinik Ortodoks.
Yudaisme Konservatif mewajibkan semua tuntutan tradisional ini. Perempuan diizinkan menjadi rabi dan kantor dalam gerakan Konservatif. Yudaisme Konservatif berbeda dengan Ortodoks dalam arti bahwa mereka mempunyai persyaratan studi yang tidak begitu berat untuk Talmud dan responsa dibandingkan dengan Ortodoks. Namun, tuntutan-tuntutan akademisnya sama beratnya, karena Yudaisme Konservatif menambahkan mata pelajaran berikut ini sebagai persyaratan penahbisan rabi: orang harus mempunyai gelar sarjana untuk memasuki seminari rabinik. Selain itu, mereka juga wajib mempelajari tugas penggembalaan dan psikologi, perkembangan historis Yudaisme dan kritik Alkitab yang akademis.
Buddhisme
Rohaniwan dalam Buddhisme aslinya adalah Sangha, yaitu ordo para biarawan dan ordo para biarawati, yang didirikan oleh Gautama Buddha ketika ia masih hidup dan melakukan misinya pada abad ke-5 SM. Para biarawan dan biarawati ini mengikuti patimokkha, sebuah aturan yang ketat di mana mereka bersumpah untuk hidup miskin dan berpegang pada disiplin. Namun pada masa modern, rohaniwan Buddhis dapat berbeda-beda di negara-negara yang berbeda pula. Misalnya, di Korea, Jepang, dan dalam kasus-kasus tertentu Tibet, para pendeta Buddhis diizinkan menikah, padahal ini dilarang dalam patimokkha. Sebaliknya, negara-negara yang mempraktikkan Buddhisme Theravada, seperti misalnya Thailand, Myanmar, dan Sri Lanka, cenderung berpegang pada pandangan yang lebih konservatif tentang kehidupan biara. Di Amerika Serikat, tergantung pada sekte Buddhismenya, rohaniwan ditahbiskan melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Para pendeta Buddhis mengambil peranan yang mirip dengan pendeta Kristen atau pastor Katolik di lingkungan organisasi vihara dan menggunakan gelar Reverend. Pada masa kini pendeta Buddhis menjalankan fungsi yang serupa dengan rekan-rekannya dari Kristen. Mereka memberikan konseling, memimpin kelas-kelas pendalaman agama, menulis artikel untuk surat edaran, dan memimpin upacara pernikahan, penguburan dan berbagai ritus peralihan lainnya. Mereka juga terlibat dalam kegiatan antar-agama, bertugas sebagai penasihat rohani di rumah sakit, kepolisian, stasiun pemadam kebakaran, militer, dan penjara.
Islam Sunni tidak mempunyai rohaniwan yang tetap. Istilah "imam" biasanya digunakan untuk merujuk kepada berbagai bentuk kepemimpinan agama, dari pemimpin sebuah kelompok (majelis taklim) hingga seorang ahli agama, tetapi semuanya itu tidak menuntut penahbisan.
Dalam Islam Syiah, istilah "imam" mempunyai arti yang lebih spesifik. Kata ini secara harafiah dalam bahasa Arab berarti "(yang berada) di depan dari". Hal ini menunjuk kepada peranan Imam dalam memimpin sembahyang sebagai orang yang berdiri di depan jemaah. Ulama adalah kelompok pakar Islam yang terutama mengabdikan dirinya dalam mempelajari dan menerapkan Syariah atau hukum-hukum Islam.