Bangsa Het adalah bangsa Anatolia kuno yang menuturkan bahasa daricabang Anatolia dalam rumpun bahasa Indo-Eropa.[1] Bangsa ini mendirikan kerajaan yang berpusat di Hattusa. Bangsa Het mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-14 SM, ketika sebagian besar Anatolia, Suriah barat laut, wilayah hingga mulut sungai Litani (kini Lebanon), dan daerah timur hingga Mesopotamia hulu, berhasil ditaklukan. Setelah tahun 1180 SM, Bangsa Het mengalami disintegrasi menjadi beberapa negara-kota "Het-Baru", beberapa mampu bertahan hingga abad ke-8 SM.
Dari dinasti Het yang meninggalkan catatan, anggota yang diketahui paling awal adalah Pithana, yang tinggal di kota Kussara. Pada abad ke-18 SM, Anitta, putra dan sekaligus penerusnya, membuat kota Neša menjadi salah satu ibu kotanya dan menggunakan bahasa Het dalam tulisannya di sana. Namun, Kussara tetap menjadi ibu kota dinasti tersebut selama hampir seabad sampai Labarna II menetapkan Hattusa sebagai ibu kota negara, mungkin mengambil alih nama tahta Hattusili, "orang Hattusa", pada waktu itu.
Kerajaan Tua, berpusat di Hattusa, mencapai puncak kejayaan selama abad ke-16 SM. Kerajaan ini pernah mengalahkan Babilonia pada suatu ketika, tetapi tidak berusaha untuk memerintah di sana, menyebabkan orang Kassit bangkit dan memerintah di sana selama lebih dari 400 tahun.
Selama abad ke-15 SM, kekuasaan Het menghilang, muncul kembali dalam pemerintahan Tudhaliya I sejak ~ 1400 SM. Di bawah Suppiluliuma I dan Mursili II, kerajaan berkembang sampai ke sebagian besar Anatolia dan sebagian Siria dan Kanaan, sehingga pada tahun 1300 SM, kerajaan Het berbatasan dengan Asyur dan Mesir, yang menyebabkan terjadinya Pertempuran Kadesh pada tahun 1274 SM.
Perang saudara dalam perebutan tahta, ditambah ancaman dari "Orang-orang Laut", melemahkan kerajaan Het dan, di akhir tahun 1160 SM, kerajaan ini runtuh. Negara-negara kecil yang muncul pada zaman "Kerajaan Het Baru" di bawah kekuasaan Asyur masih ada sampai ~700 SM. Dialek Het dan Luwian dari Zaman Perunggu berkembang menjadi bahasa-bahasa Lydia, Lycia dan Karia.
Bekas-bekas bahasa ini masih ada pada periode Akhameniyah/Persian (abad ke-6th sampai ke–4 SM) dan akhirnya punah akibat penyebaran budaya Helenistik Yunani mengikuti penjajahan Aleksander Agung di Asia Minor pada abad ke-4 SM.
Referensi
^Dr Andrew McCarthy, University of myles c gy 1B Lecture.
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Hittite Empire.