Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia 2023-skg
Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Dipnegoro 2021-2026
Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia bidang Reformasi Birokrasi periode 2019-2024
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia ke-12 periode 27 Oktober 2014 - 20 Oktober 2019
Rektor Universitas Diponegoro periode 2014–2018, seharusnya dilantik 18 Desember2014
Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip periode 2010-2014
Pembantu Rektor II Undip
Ketua Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
Pengalaman Organisasi
Penasihat Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) wilayah Jawa Tengah,
Ketua Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd) priode 2010-2012.
Sebagai Menteri
Wacana Penghapusan Skripsi
Muhammad Nasir sebagai menteri mengeluarkan wacana kebijakan yang kontrovesial mengenai penghapusan kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan S1 pada Mei 2015.[5] Wacana ini menuaikan banyak respon negatif dari kalangan sivitas akademika pergurusan tinggi.[6] Banyak yang berpandangan jika dihapuskan maka tingkat ilmiah mahasiswa atau mahasiswi akan hilang. Namun, Menristek Muhammad Nasir membantah hal tersebut akan diterapkan di seluruh universitas di Indonesia. Menurut dia, peniadaan skripsi dikembalikan ke masing-masing universitas untuk menerapkan kebijakan tersebut. Dia mengatakan menerapkan aturan bahwa tugas akhir skripsi untuk mahasiswa setingkat S-1 menjadi sebuah pilihan atau opsional bukan menghapusnya. Skripsi bisa diganti dengan pembuatan laporan tentang pembelajaran mandiri dalam bentuk karya tulis yang bersifat opsional.[7][8]
Penerapan Uang Kuliah Tunggal dan Perpanjangan Masa Kuliah
Masa kuliah mahasiswa sempat dijadikan 5 tahun diakhir masa pemerintahan SBY karena amanah perubahan UU. Seiring pergantian Presiden dan Menteri serta penggabungan Dikti dan Ristek, terjadi penolakan dari berbagai elemen mahasiswa. Hal ini sampai dibawa ke Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi telah meminta Menristek dan Dikti, Muhammad Nasir, melakukan evaluasi beberapa peraturan di kementerian yang dipimpinnya. Salah satunya berhubungan dengan durasi kuliah mahasiswa program sarjana, yang dikembalikan menjadi 7 tahun, sesuai aturan sebelum diubah pada 2014. Menristek Dikti pun menerbitkan surat edaran. Surat Edaran (SE) Menristekdikti Nomor 01/M/SE/V/2015 tertanggal 20 Mei lalu pun lahir, juga memuat soal penerapan uang kuliah tunggal. Melalui surat edaran tersebut, disebutkan standar nasional pendidikan tinggi (SNPT) direvisi. Salah satunya, aturan durasi kuliah program sarjana (S-1) akan dilonggarkan lagi, menjadi maksimal tujuh tahun.[9]
Foto resmi Mohamad Nasir pada Kabinet kerja (kiri); foto resmi pada profil menteri di situs resmi Kemenristekdikti (kanan)
Pemberantasan Perguruan Tinggi Palsu
M. Nasir sempat melakukan gebrakan untuk memberantas Universitas Swasta palsu atau "kampus abal-abal". Yaitu universitas yang tidak menyelenggarakan perkuliahan sesuai standar, kampus sedang nonaktif tetapi tetap melakukan penerimaan, hanya melakukan wisuda atau yang menjual ijazah palsu. Semula berawal Kamis (21/5), saat M. Nasir melakukan inspeksi mendadak ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Adhy Niaga di Bekasi yang terbukti meluluskan para mahasiswa, padahal total satuan kredit semester mereka tidak mencukupi untuk lulus. "Ada yang tercatat baru berkuliah 6 SKS, tetapi boleh ikut wisuda," ujar Nasir. Satu lembaga lain yang disidak adalah Lembaga Manajemen Internasional Indonesia (LMII) yang mengaku sebagai cabang dari University of Berkeley, Michigan, sebuah perguruan tinggi hasil rekayasa.[10] Mahasiswa kampus tersebut sempat dikabarkan gelisah terutama yang semester 7 tanpa tahu menahu kasus hukum Universitas mereka, STIE Adhy pun mensomasi Menristek Dikti.[11][12] Untuk tipe-tipe universitas tersebut, Menristekdikti menonaktifkan kampus tersebut.[13] Gebrakan ini pun diikuti Menpan RB, Mendagri dan Badan Kepegawaian Negara untuk mengecek ulang PNS yang ditengarai memiliki ijazah palsu.[14] Menristek dikti dan Kapolri juga mengancam pidana 10 tahun “Siapa pun yang memegang ijazah palsu, berdasarkan Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, akan terkena hukuman pidana. Khususnya pada Pasal 44 ayat (4) adalah penjara selama 10 tahun atau denda Rp 1 miliar,” kata Nasir.[15]
Isu Mengenai LGBT
Muhammad Nasir diawal tahun 2016 sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Semua berawal dari Menristekdikti yang mempertanyakan keberadaan kelompok jasa konseling Support Group and Resource Centre on Sexuality Studies di Universitas Indonesia. Kelompok tersebut bukanlah kelompok LGBT tetapi kelompok mahasiswa Support Group bagi para LGBT dan mengkaji studi keberagaman gender dan orientasi seksual. Menristekdikti sempat mengeluarkan pernyataan pelarangan LGBT di kampus. Akan tetapi perdebatan tersebut merembet kepada keberadaan kaum LGBT di Indonesia itu sendiri hingga adanya penghakiman, pelarangan dan pengusiran, kekerasan, intimidasi, demonstrasi terhadap kaum LGBT tersebut. Masyarakat menyambut pro dan kontra terhadap kasus tersebut, ada yang mendukung penuh keberadaan kaum mereka meskipun bukan bagian dari mereka atas dasar HAM, ada yang hanya menolak legalisasi pernikahan sejenis saja, ada yang hanya melarangnya berkampanye di publik saja, ada yang melarangnya sama sekali dengan dalil agama, sampai terjadi perdebatan ranah ilmu psikologi, genetika dan penyakit jiwa, penyakit menular seksual dsb. Khusus untuk M. Nasir, Menteri dinilai gegabah karena memasuki ranah privat warga negara, dan mencederai kehidupan berakademik di universitas.[16] Mahasiswa dari Support Group UI tersebut juga mendapat teror dari masyarakat karena dituduh komunitas LGBT[17]