1 Raja-raja 18 (atau I Raja-raja 18, disingkat 1Raj 18) adalah bagian dari Kitab 1 Raja-raja dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Dalam Alkitab Ibrani termasuk Nabi-nabi Awal atau Nevi'im Rishonim [נביאים ראשונים] dalam bagian Nevi'im (נביאים; Nabi-nabi).[1][2]
Teks
Waktu
- Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi 3 tahun setelah peristiwa di akhir pasal 17. Menurut catatan sejarah terjadi antara tahun ke-57 dan tahun ke-77 berdirinya Kerajaan Yehuda (setelah Kerajaan Israel pecah menjadi dua), yaitu sekitar tahun 875-853 SM.[3]
Tempat
Tempat-tempat yang berkaitan dengan pasal ini
Struktur
Pembagian isi pasal (disertai referensi silang dengan bagian Alkitab lain):
Ayat 18
- Jawab Elia kepadanya: "Bukan aku yang mencelakakan Israel, melainkan engkau ini dan kaum keluargamu, sebab kamu telah meninggalkan perintah-perintah TUHAN dan engkau ini telah mengikuti para Baal."[4]
Konfrontasi Elia yang berani dengan Ahab dan ketidakbenaran di Israel menjadikannya nabi teladan bagi Israel dan orang yang paling layak melambangkan pendahulu Tuhan Yesus Kristus (bandingkan Maleakhi 4:5–6; Lukas 1:17).
- Elia benar-benar seorang "abdi Allah" (1 Raja–raja 17:24), seorang yang berbicara bukan sekadar untuk menyenangkan orang lain tetapi sebagai hamba Allah yang setia (bandingkan Galatia 1:10; 1 Tesalonika 2:4; Lukas 1:17).
- Sebagaimana Elia dipanggil untuk membela Allah Israel yang sejati, semua hamba Allah dari perjanjian yang baru dipanggil untuk membela Injil Kristus terhadap pemutarbalikan, kompromi, dan pencemaran (Filipi 1:17; Yudas 1:3).[5]
Ayat 21
- Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun.[6]
Elia menantang bangsa itu untuk mengambil keputusan yang pasti di antara ikut Allah atau ikut Baal (bandingkan Yeh 20:31,39). Israel percaya bahwa mereka dapat menyembah keduanya sekaligus. Mereka bersalah karena bercabang hati (bandingkan Ul 6:4–5) dan berusaha untuk melayani dua tuan. Kristus sendiri pernah memperingatkan terhadap sikap fatal ini (Mat 6:24; bandingkan Ul 30:19; Yos 24:14–15).[5]
Ayat 27
- Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: "Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga."[7]
Ejekan Elia terhadap para nabi Baal menunjukkan kemarahannya yang sangat terhadap penyembahan berhala yang mesum dan kejam yang telah dianut oleh Israel; ledekan dan sikapnya yang kokoh mengungkapkan kesetiaan yang teguh kepada Allah yang dikasihi dan dilayaninya. Bandingkan reaksi Elia dengan kemarahan dan sikap tidak toleran Yesus terhadap pencemaran Bait Suci di Yerusalem (lihat Lukas 19:45).[5]
Ayat 36
- Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang, tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini."[8]
"Berkata" di sini dapat diartikan "berdoa". Keberanian dan iman Elia hampir tanpa tandingan dalam seluruh sejarah penebusan. Tantangannya kepada raja (1 Raja–raja 18:16–19), teguran kepada seluruh Israel (1 Raja–raja 18:21–24), dan konfrontasi dengan 450 nabi Baal (1 Raja–raja 18:22,27) dilakukan hanya dengan senjata doa dan iman kepada Allah. Keyakinannya akan Allah ditunjukkan dengan keringkasan (hanya 41 kata Ibrani) dan kesederhanaan doanya (1 Raja–raja 18:36–37).[5]
Ayat 37
- [Elia berdoa:] "Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali."[9]
Maksud konfrontasi Elia dengan para nabi Baal dan kemudian doanya ialah menyatakan kasih karunia Allah kepada umat itu. Ia ingin membalikkan hati mereka kepada Allah (1 Raja–raja 18:37). Demikian pula, Yohanes Pembaptis, "Elia" dalam Perjanjian Baru (lihat 1 Raja–raja 17:1) bertujuan membalikkan hati banyak orang kepada Allah sebagai persiapan bagi kedatangan Kristus.[5]
Ayat 38
- Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.[10]
Tuhan secara ajaib menurunkan api untuk membakar persembahan itu (bandingkan 1 Tawarikh 21:26; 2 Tawarikh 7:1). Mukjizat itu membenarkan Elia selaku nabi Allah dan membuktikan bahwa hanya Tuhan Israel adalah Allah yang hidup yang harus mereka sembah. Dengan cara sama, orang percaya harus berdoa dan mengharapkan manifestasi Allah di tengah mereka melalui Roh Kudus (lihat 1 Korintus 12:4–11; 14:1–40).[5]
Ayat 40
- Kata Elia kepada mereka: "Tangkaplah nabi-nabi Baal itu, seorangpun dari mereka tidak boleh luput." Setelah ditangkap, Elia membawa mereka ke sungai Kison dan menyembelih mereka di sana.[11]
Perhatikan hal-hal berikut mengenai pembunuhan nabi-nabi Baal ini:
- 1) Hukuman mati mereka itu adil karena dilaksanakan sesuai dengan hukum Musa (Ul 13:6–9; 17:2–5). Perjanjian Baru tidak memiliki perintah semacam itu; tindakan kekerasan terhadap nabi palsu dilarang (Matius 5:44), sekalipun Allah memerintahkan untuk menolak dan memisahkan diri dari mereka (Matius 24:23–24; 2Kor 6:14–18; Gal 1:6–9; 2Yoh 1:7–11; Yudas 1:3–4).
- 2) Tindakan Elia terhadap para nabi palsu itu menunjukkan murka Allah atas mereka yang berusaha untuk menghancurkan iman dan warisan rohani umat pilihan-Nya, juga mengungkapkan kasih dan kesetiaan Elia bagi Allah. Jadi, roh dan hatinya selaras dengan Allah; kepekaan moral dan rohaninya marah sekali karena Israel secara tragis meninggalkan Allah perjanjian mereka, Yang telah mengasihi dan menebus mereka.
- 3) Pembunuhan para nabi palsu itu juga menunjukkan perhatian mendalam bagi orang Israel yang sedang dibinasakan secara rohani oleh agama palsu. Yesus memiliki sikap yang sama (Matius 23:1–39; juga lihat Lukas 19:27), demikian pula Paulus (Galatia 1:6–9).
Selanjutnya, perhatikan bahwa murka Allah akan dicurahkan atas semua orang yang keras kepala dan tidak mau bertobat "pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan" (Roma 2:5; bandingkan Roma 11:22; Wahyu 19:11–21; 20:7–10).[5]
Ayat 42
- Lalu Ahab pergi untuk makan dan minum. Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya.[12]
Perjanjian Baru mengutip iman dan doa tekun Elia sebagai contoh dan dorongan bagi semua umat Allah yang setia dalam kaitan dengan kuasa doa (Yakobus 5:18).
Doa Elia adalah:
Ayat 43
- Setelah itu ia berkata kepada bujangnya: "Naiklah ke atas, lihatlah ke arah laut." Bujang itu naik ke atas, ia melihat dan berkata: "Tidak ada apa-apa." Kata Elia: "Pergilah sekali lagi." Demikianlah sampai tujuh kali.[13]
Angka tujuh dalam Alkitab melambangkan sesuatu yang sempurna dan utuh. Dalam pasal ini Elia mengadakan doa syafaat sempurna dengan tiga aspek:
- (1) ia bersyafaat untuk memulihkan mezbah dan kehormatan Allah di negeri itu (1 Raja–raja 18:21,24,30–39);
- (2) ia bersyafaat dengan mengadakan peperangan rohani melawan agama palsu dan bidat Baalisme dan Asyera (1 Raja–raja 18:19,27,40); dan
- (3) ia bersyafaat dengan Allah melalui doa yang amat sungguh-sungguh dan gigih agar hujan dicurahkan (1 Raja–raja 18:41–46).
Karena Perjanjian Lama membandingkan pencurahan Roh dengan pencurahan hujan (misalnya Hos 6:1–3; Yoel 2:23–29), konfrontasi Elia dengan Baalisme melukiskan tiga jenis syafaat utama yang harus merupakan ciri doa-doa umat Allah:
- (1) syafaat untuk pemulihan kehormatan dan kemuliaan Allah serta kebangunan rohani umat Allah;
- (2) syafaat yang mencakup peperangan rohani melawan benteng-benteng roh-roh jahat; dan
- (3) syafaat untuk mengakhiri masa kekeringan rohani melalui pencurahan Roh Allah dan kebangunan rohani.[5]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar