Tari Pa’gellu adalah tari sukacita yang biasa dipentaskan pada upacara adat di Toraja, Sulawesi Selatan. Tarian ini memiliki sifat yang riang gembira. nama Pa’gellu atau ma’gellu dalam bahasa setempat berarti menari-nari dengan riang gembira dengan tangan dan badan bergoyang dengan gemulai, meliuk-liuk lenggak-lenggok.[1]
Taripa’gellu atau terkenal dengan sebutan pa’gellu pangala ini pertama kali diciptakan oleh Nek Datu Bua’, yakni pada saat kembali dari medan peperangan yang kemudian dirayakan dengan menari penuh sukacita. Pada waktu itu belum ada alat musik gendang sehingga mereka menggunakan lesung sebagai pengiring tarian. Dalam tarian pa’gellu tidak ada batasan jumlah penari dan baik perempuan maupun laki-laki dapat mengikuti tarian ini. Hingga kini tidak ada yang tahu pasti tahun diciptakannya tarian ini. Adapun penaripa’gellu sebelum kemerdekaan, diantaranya: Nek Lekke, Nek Sampe Alo, dan Nek Tangke Lengi’.[1]
Taripa’gellu biasanya dimeriahkan pada saat dan upacara rambu tuka (upacara kegembiraan), penyambutan tamu, pesta pernikahan, dan ma’bua (upacara peresmian rumah Tongkonan). Pada pementasan taripa’gellu, ada satu hal yang menarik yaitu kegiatan ma’toding (kewajiban memberikan sejumlah uang kepada para penari dengan disisipkan di sa’pi’ atau hiasan kepala mereka).[2]
Menurut Petrus (2012),[3] terdapat jenis gerakan dalam taripa’gellu, yang merupakan representasi aktivitas keseharian gadis-gadis Toraja maupun tiruan gerakan hewan dengan diiringi gendang.
Berikut 12 gerakan dalam tari pa’gellu’
Hormat gerakan ini dilakukan dengan kedua tangan dibuka sambil jongkok atau berlutut dengan mengatupkan tangan di dada dan menunduk. Sebelum memulainya, biasanya melakukan penghormatan kepada Puang Matua (Sang Pencipta), Deata (Sang Pemelihara), dan para hadirin.
Pa’gellu’ tua dilakukan dengan kedua tangan diayunkan ke atas,dira’pak lalu berputar.Filosofi gerakan ini adalah bersyukur dalam segala hal, tidak boleh melupakan jasa orang baik dan sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu.
Pa’dena’-dena’ dilakukan dengan gerakan yang menyerupai gerakan burung pipit, yakni berputar dengan tangan terayun dan berjingkrak sambil memasuki tempat menari. Adapun filosofi gerakan ini adalah hidup dalam kebersamaan. Segala sesuatu harus dikerjakan secara bersama-sama.
Penggirik tang tarru’ ini adalah gerakan berputar setengah lingkaran. Gerakan berputar memiliki makna dalam setiap kehidupan masyarakat Toraja harus saling menghormati dan saling menolong.
Pa’kaka bale gerakan ini menyerupai ikan yang sedang berenang, yakni kedua tangan diayunkan ke atas dan ke bawah secara bergantian sambil berputar.
Pa’lolok pao gerakanpenari menirukan daun mangga yang masih muda, yakni menggambarkan sifat lentik, luwes, dan tidak kaku.
Pangngallo gerakan ini menyerupai kegiatan yang sedang menjemur padi. Pada gerakan ini biasanya seorang gadis cantik naik ke atas gendang.
Passiri gerakan ini menyimbolkan gadis yang sedang menampi beras. Kedua tangan ditekuk sejajar dengan pinggang ke kanan dan ke kiri menyimbolkan memilih beras yang layak atau tidak layak dikonsumsi. Makna dalam hidup memilah-milah mana yg baik dan yg buruk. Segala sesuatu yang baik disimpan dan dipelihara dan yang buruk harus ditanggalkan dan dibuang.
Pa’tulekken gerakan ini menyimbolkan waktu jedah/istirahat yang mana satu tangan diletakkan ke pinggang dengan badan berputar dan kaki bertumpu di atas jari kaki untuk memperhalus gerakan memutar. Gerakan ini bermakna keseimbangan.
Pangrampanan gerakan ini melepaskan segala aktivitas. Pada gerakan ini kedua tangan di ra’pak ke atas dan ke bawah sambil berputar. Dalam kehidupan masyarakat banyak melakukan aktivitas sehingga harus mengistirahatkan tubuh agar tidak sakit.
Pa’ra’pak pentallun gerakan ini adalah memiliki arti dira’pak (dipatahkan) dan pentallun berarti 3 kali yang menyimbolkan air,api dan udara yang memiliki makna dalam setiap kehidupan masyarakat Toraja semuanya bersumber dari air, api dan udara. Masyarakat Toraja mempercayai bahwa air, api, dan udara sebagai sumber kehidupan masyarakat Toraja.
Penghormatan gerakan ini dilakukan dengan kedua tangan dibuka sambil jongkok atau berlutut dengan mengatupkan tangan di dada dan menunduk. Sebelum memulainya, biasanya melakukan penghormatan kepada Puang Matua (Sang Pencipta), Deata (Sang Pemelihara), dan para hadirin.
^Petrus, Simon (2012). Tari Tradisional Pa'gellu di Kelurahan Tagari Kecamatan Tallung Lipu Kabupaten Toraja Utara. Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.