Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat.[1] Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita.[2] Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup).[2]
Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso (saputangan).[1] Penari pria mengenakan kostum yang didominasi warna merah dan kuning, serta memakai penutup kepala aluminum yang disisipi dengan bulu putih.[2] Kostum celana merah pada penari pria melambangkan kepahlawanan, keberanian, dan patriotisme rakyat Maluku. Pedang atau parang pada tangan kanan penari melambangkan martabat penduduk Maluku yang harus dijaga sampai mati, sedangkan perisai dan teriakan keras para penari melambangkan gerakan protes melawan sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak pada rakyat.[2] Sumber lain menyatakan bahwa tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut.[3] Sebelum mengarungi lautan, nenek moyang mereka mengadakan pesta dengan makan, minum, dan berdansa.[3] Saat Tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwahnenek moyang dapat memasuki penari dan kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.[3]
Galeri
Penari Cakalele di Bora, Biromaru, Donggala, Sulawesi
Penari Cakalele berpakaian merah
Presiden Soekarno disambut tarian Cakalele di Makassar