Tari Lenggo adalah tari upacara untuk menghormati raja yang terdapat di Sumbawa Timur.[1] Tarian ini lahir pada ada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Sultan Bima yang kedua) yang memerintah antara tahun 1640-1682 M.[2] Lenggo dapat ditarikan oleh empat orang penari pria dan empat orang penari wanita berpasang-pasangan. Dimana seorang penari pria mengenakan celana panjang berwama hijau muda, berbaju lengan panjang, bersarung kuning, mengenakan cori atau keris dan kepalanya mengenakan perhiasan yang disebut sigar yang berbentuk bulan sabit. Sedangkan seorang penari wanita mengenakan sarung kuning, baju panjang yang disebut baju bodo yang berwana merah jambu, dan rambutnya disanggup.[1] Tari Lenggo diiringi oleh instrumen-instrumen gending atau gong kecil, silu atau seruling dan gong agak besar yang merupakan alat musik tradisional Bima seperti dua buah gendang besar(Genda Na’e), Gong, Silu (sejenis Serunai), serta Tawa-tawa. Irama Tari lenggo berima lembut mengikuti alunan musik yang lembut.[2] Sekarang tari Lenggo sering dipertunjukkan untuk menyambut pembesar-pembesar dan tamu agung.
SEJARAH TARI LENGGO
Tari lenggo (mpa’a Lenggo) ada dua jenis, yakni mpa’a lenggo mone (lenggo malaju) dan mpa’a lenggo siwe (lenggo mbojo). Tari lenggo mone (lenggo melaju) akasdsadsdasdasdan dipergelarkan bersama lenggo siwe (lenggo mbojo) pada upacara u’a pua disebut lenggo u’a pua. Sehingga tari lenggo u’a pua dapat dikatakan merupakan gabungan tarian lenggo mone dengan lenggo siwe yang digelarkan pada upacara u’a pua.
Tari lenggo mone berasal (lenggo malaju) dari pagar uyung Sumatera Barat. Tarian ini diperkenalkan oleh para mubaligh dari Sumatera Barat pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682). Karena mpa’a ini berasal dari Malayu Sumatera Barat maka disebut Mpa’a Lenggo Malayu (Melayu). Dimana penarinya adalah pria karena dinamakan mpa’a lenggo mone (mpa’a lenggo pria).
Sedangkan tari lenggo siwe (lenggo mbojo) diciptakan oleh sultan Abdul Khair Sirajuddin, merupakan tari kreasi yang berasal dari mpa’a lenggo mone. Penarinya adalah sampela siwe (gadis). Oleh karena itu, dinamakan lenggo siwe. Selain itu, karena diciptakan dan diperkenalkan oleh sultan sebagai dou mbojo, maka tari ini dinamakan pula mpa’a lenggo mbojo. Gerakan tarian ini lambat dan halus, seperti lenggak lenggok pohon yang dihembus angin sepoi, maka dinamakan mpa’a lenggo. Lenggo berasal dari kata lenggok. Dalam bahasa mbojo “lenggo” bisa juga berarti tinggi atau panjang. Lenggo Mbojo diciptakan pada tahun 1071 H oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Lenggo Mbojo ini diperankan oleh 4 orang penari perempuan. Perpaduan Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo pada perkembangan selanjutnya dikenal dengan Lenggo UA PUA.[2]
Perkembangan Tari Lenggo
Dalam perkembangannya tari Lenggo selalu dipertunjukkan pada saat Upacara Adat Hanta UA PUA terutama pada saat rombongan penghulu Melayu memasuki pelataran Istana. Dua pasang Lenggo ini turut mendampingi Penghulu Melayu selama perjalanan dari Kampung Melayu menuju Istana Bima di atas Uma Lige (Rumah Mahligai) yang diusung oleh 44 orang Pemuda kekar yang melambangkan 44 struktur Hadat kesultanan Bima.[2] Selain itu, Tari Lenggo juga sering ditampilkan di beberapa acara-acara resmi Istana atau Kantor Pemerintah seperti penyambutan tamu penting dan festival budaya sebagai bagian dari usaha pelestarian dan memperkenalkan budaya tradisi.[3]
Referensi
^ abDjamaludin;, SUDARSONO; Atjep. Tari-Tarian Indonesia I (dalam bahasa Indonesia). Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)