Kethek Ogleng adalah kesenian tradisional yang berasal dari Sampung, Ponorogo yang kemudian menyebar hingga ke Pacitan dan Wonogiri. Dalam pertunjukan tari yang para pemainnya menirukan gerakan-gerakan monyet hutan Sampung. Tarian tersebut diiringi dengan gamelan atau gending gancaran pancer yang bunyinya kurang-lebih, “ogleng, ogleng, ogleng.” [1] Dari sanalah kemudian seni pertunjukan ini disebut "kethek ogleng".
Gerakan-gerakan tarian kethek ogleng tidak baku dan kaku, malah terkesan atraktif dan akrobatik. Penari pun bebas melakukan improvisasi, misalnya, dengan mengajak penonton menari dan bercanda bersamanya.
Sejarah kethek ogleng
Berdasarkan Sejarah, Kethek Ogleng diciptakan oleh masyarakat Sampung yang kala itu digunakan sebagai tempat persembunyian Raja Mataram untuk mengungsi karena terjadi peperangan. sang Raja merasa sedih atas berbagai hal yang terjadi melanda di keraton, Masyarakat Sampung menyuguhkan tarian menirukan hewan Monyet yang banyak ditemui hutan Sampung, dengan mengenakan kostum mirip Anoman karena gerakan yang lucu maka raja pun terhirbur. Maksud lain dari kethek ogleng yang disuguhkan masyarakat Sampung aadalah sebagai doa bahwa Raja Mataram dapat merebut kembali, sepertinya halnya Rama yang dibantu Hanuman.
Kemudian Di Pacitan, tepatnya di Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, kethek ogleng dipercaya dikembangkan oleh Sutiman pada 1963 yang tergabung Reog Ponorogo di Pacitan saat turut belajar reog ke Sampung, Saat itu, usianya baru 18 tahun dan melihat ketek ogleng memiliki gerakan yang mirip dengan bujang ganong, tetapi lucu dan seperti halnya monyet. Penampilan kethek ogleng yang pertama adalah di hajatan pernikahan pada akhir 1963, atas permintaan Kepala Desa Tokawi saat itu, Haryo Prawiro. Lalu atas atas persetujuan dari Bupati RS Tedjo Sumarto pada 1964, Dinas Pendidikan meminta Sutiman agar tari pertunjukan kethek oglengnya dibuat berlatarkan cerita rakyat Panji Asmorobangun supaya memiliki sebuah cerita sepertihalnya Reog.[2]
Setelah itu pada tahun 1967 Kethek Ogleng menyebar ke Wonogiri oleh Darjino yang kemudian gerakannya disempurnakan oleh Suwiryo. Setelah Suwiryo meninggal, tarian ini terus dilestarikan dan dipertahankan oleh Sukijo hingga akhirnya menjadi ikon Kabupaten Wonogiri.[3][1]
Biasanya pertunjukan Kethek Ogleng menunjukan akrobatik seni kucingan, dimana menunjukan akrobatik menari pada sebuah tali diantara dua buah bambu.
Pertunjukan
Meski saat ini terdapat 3 tempat yang mempertunjukan Kethek Ogleng, tetapi memiliki alur pementsan yang berbeda. Kethek Ogleng Di Ponorogo hanya mempertunjukan sebatas kesenian Kethek Ogleng saja, Sedangkan di Pacitan dan Wonogiri dibalut dalam sebuah cerita rakyat Panji supaya lebih menarik.
Referensi
^Paluseri, dkk, Dais Dharmawan (2018). Penetapan Budaya Warisan Takbenda Indonesia 2018(PDF). Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.