Tari Angguk adalah tarian tradisional yang berasal dari Kulon Progo Yogyakarta, keberadaan Angguk di Kulonprogo setelah para Warok Ponorogo yang mendapatkan tanah perdikan dari Keraton Mataram yang kini bernama Kulonprogo, usai berhasil membantu keraton Mataram melawan pemberontakan Trunojoyo. keberadaan Warok Ponorogo di Yogyakarta turut mewarnai kebudayaan di Yogyakarta sehingga adanya kesenian Jathilan maupun Reog dari Ponorogo[1]
Jathilan yang dibawa oleh para Warok Ponorogo di Kulonprogo berkembang menjadi kesenian sindiran kepada pribumi yang menjadi tentara belanda, karena penari yang ditarikan oleh beberapa gemblak remaja laki-laki menggunakan pakaian ala tentara belanda yang di modifikasi dengan pakaian jathilan. Gerakan tarian gemulai serta kepala yang mengangguk-angguk (gerakan kepala kebawah berkali-kali) maka tarian ini sejak saat itu disebut tari Angguk. Gerakan gemulai dengan selendang sampur dan kepala mengangguk memiliki makna bahwa tentara pribumi belanda atau londho ireng sebenarnya tidak bisa melakukan apa - apa dan mau - maunya disuruh seperti perempuan oleh belanda yang bukan pemimpin asli Jawa kala itu.
Dari segi pakaian penari Angguk, pengaruh pakaian KNIL sangat kuat dari topi, kemeja dan celana yang sangat diluar pakem kostum pakaian sebuah tarian di Yogyakarta dan juga pengaruh dari pakaian busana ponoragan juga kuat, terlihat pakaian yang penuh dengan hiasan motif, benang rumbai-rumbai, selendang sampur dan pada bagian punggung terdapat model waktung (growak butung) yang ada pada penadon, pakaian adat Ponorogo. Sehingga perpaduan dari 2 jenis pakaian antara KNIL atau Barat dengan Ponoragan membuat sangat khas menjadi Angguk mudah dikenali.
Pada mulanya Tari Angguk adalah tari permainan atau hiburan yang biasa dimainkan oleh pemuda tampan yang merupakan gemblak. Namun dalam perkembangannya Tari Angguk mulai disisipi hal-hal mistis. Konon, Tari Angguk juga dianggap bisa mengundang roh halus untuk ikut bermain dengan menggunakan media tubuh sang penari.[2]
Tari Angguk memiliki kemiripan dengan tarian Dolalak dari Purworejo, Jawa Tengah. Menurut Wagio sesepuh Angguk, bahwa tarian Angguk ini banyak diminati oleh kalangan kebawah karena merasa terhibur dan lucu melihat tiruan tentara pribumi belanda atau KNIL sehingga menyebar ke berbagai kota, salah satunya Purworejo, yang membedakan Angguk di Kulonprogo dengan Dolalak di Purworejo adalah Angguk menggunakan sabuk timang pada pinggang seperti jathilan sedangkan Dolalak tidak memakai sabuk timang.[3]
Dalam perkembangannya, penari Angguk yang mulanya ditarikan oleh remaja laki-laki yang merupakan gemblak seorang Warok di Kulonprogo kini ditarikan oleh remaja perempuan pada tahun 1990 setelah mendapatkan kabar bahwa penari jathilan di Ponorogo sudah mulai ditarikan oleh Perempuan. Tari Angguk saat ini seperti Jathil obyok di ponorogo denga celana yang pendek sepaha, rambut panjang terurai dan gerakan yang erotis.
Jenis-jenis Angguk dan Pemain
Tarian yang disajikan dalam kesenian angguk terdiri dari dua jenis, yaitu:
Tari Ambyakan, adalah tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu:
Tari Bakti
Tari Srokal
Tari Penutup
Tari Pasangan, adalah tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu:
Tari Mandaroka
Tari Kamudaan
Tari Cikalo Ado
Tari Layung-layung
Tari Intik-intik
Tari Saya-cari
Tari Jalan-jalan
Tari Robisari
Pada mulanya angguk hanya dimainkan penari pria saja. Namun, dalam perkembangannya tarian ini juga dimainkan oleh penari wanita.
Penari Angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari utama, dan busana yang dikenakan oleh kelompok penari pengiring.
Busana yang dikenakan oleh kelompok penari utama mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu:
baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggungnya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok
celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya
topi berwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu
selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana